Catatan Akhir Tahun - Menangkal Radikalisme dan Terorisme di Lampung

id Menangkal Terorisme di Lampung, Radikalisme di Lampung, Teroris di Lampung, Aksi Teror, Melawan Teror, Teroris

Catatan Akhir Tahun - Menangkal Radikalisme dan Terorisme di Lampung

Koalisi Masyarakat Sipil: Romo Benny Susetyo (kanan), Jeirry Sumampow (kedua kanan), Ray Rangkuti (kedua kiri) dan Muhd. Abdullah Darraz (kiri) memberikan pernyataan pers sikap keprihatinan atas berbagai aksi teror dan peledakan bom di Maarif Institu

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Aksi teror masih terus menjadi ancaman di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung, sehingga aparat penegak hukum berupaya keras untuk mengatasinya.

Kendati para gembong teroris dan pelaku teror ditangkapi dan dipenjarakan, beberapa lainnya mengaku telah sadar di tengah upaya deradikalisasi oleh pemerintah, selama akar masalah terorisme belum tertangani dengan baik, ancaman aksi teror di sekitar kita masih akan terus berlanjut.

Aparat keamanan, khususnya Densus 88 Antiteror, pun harus terus bersiaga menghadapi ancaman tersebut, termasuk saat hari besar keagamaan, seperti Natal, Idulfitri, maupun tahun baru, dan momentum tertentu lainnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan; dan meneror adalah berbuat kejam (sewenang-wenang dan sebagainya) untuk menimbulkan rasa ngeri atau takut di tengah masyarakat.

Teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Tujuan aksi teror oleh para teroris itu akan berhasil jika rasa ngeri atau takut timbul di tengah masyarakat.

Terorisme sendiri adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik) dari para pelaku teror itu, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri (mancanegara).

Hampir tak ada negara yang lepas dari aksi teror dan para teroris tersebut, termasuk Indonesia. Khususnya di Provinsi Lampung, ancaman teror juga patut diwaspadai terjadi.

Hingga saat ini aksi terorisme belum terjadi di Lampung walaupun beberapa pelaku teror sempat bersembunyi atau tertangkap di daerah ini.

Namun, radikalisme (paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis/ekstrem) bertumbuh pula di Lampung.

Radikalisme yang tumbuh di Provinsi Lampung hingga saat ini dinilai aparatur di daerah ini umumnya belum mengarah pada paham radikal terorisme atau baru sebatas pemikiran.

"Kewaspadaan terhadap pengaruh kelompok radikal yang mengarah pada terorisme, bukan tanggung jawab pemerintah saja, melainkan tanggung jawab kita bersama untuk mengantisipasi dan menghadapinya," kata Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Provinsi Lampung Sukiran dalam Desiminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Bandarlampung, beberapa waktu lalu.

Ia menyatakan bahwa paham radikalisme di Lampung itu timbul akibat masih kurang sinergitas dalam pencegahan paham radikalisme.

Untuk mengeliminasi pengaruh radikalisme, deradikalisasi atau praktik mendorong penganut ideologi agama atau politik yang radikal untuk mengadopsi pandangan yang lebih moderat dengan pendekatan lunak (soft power) perlu dijalankan.

Faktor-faktor utama yang mendorong berkembang kelompok radikal adalah akibat faktor ekonomi, pendidikan yang masih rendah, kurang pengetahuan agama, masalah ideologis politik, dan juga pengaruh teknologi, seperti internet dan media "online" yang menyebarkan informasi kepada publik dalam perekrutan anggota.

     Radikalisme di Lampung

Perkembangan paham radikal yang berpotensi terorisme di Lampung, antara lain, di Kota Bandarlampung, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Lampung Timur, selain pada beberapa daerah lainnya juga telah terdeteksi dan dipetakan potensi ancamannya.
     
Secara geografis Lampung memiliki wilayah luas. Namun, tidak terkover sepenuhnya oleh aparat keamanan, sehingga berpotensi ancaman tinggi, terutama terkait dengan pergerakan radikalisme kelompok Islam garis keras.

Hasil pemetaan dan identifikasi antiterorisme dan kelompok radikal di Lampung, antara lain oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Lampung, menurut Ketuanya Abdul Syukur, menunjukkan adanya potensi ancaman teror dari berbagai kelompok dan gerakan di masyarakat, baik atas dasar paham agama, aliran tertentu, maupun ideologi yang pengaruhnya sampai ke Lampung.

"Sudah ada yang insyaf dan menyadari kekeliruan mereka. Namun, masih ada yang terus bergerak di lapangan menyebarkan aliran dan paham radikal itu," ujar Syukur lagi.

Wilayah Pantai Timur Lampung yang memiliki kedekatan dengan pesisir Provinsi Banten, banyak terdapat pelabuhan tidak resmi serta pulau-pulau strategis sebagai jalur perlintasan terorisme.

Kelompok garis keras di Lampung juga memiliki akses di sepanjang Jalan Lintas Sumatera di Jalur Lintas Tengah, Lintas Barat dan Jalur Lintas Timur Sumatera yang memudahkan pergerakan mereka.

"Sebanyak 70 persen penduduk Lampung adalah pendatang dari Pulau Jawa secara umum menempati wilayah relatif terisolasi sehingga sering dimanfaatkan para pelaku teror sebagai tempat persembunyian," kata Sukiran dari Kesbangpol Provinsi Lampung.

Begitu pula, fakta belum sempurna sistem administrasi kependudukan, menyebabkan pelaku teror mudah untuk masuk dan bersembunyi di Lampung.

Beberapa kelompok radikal yang teridentifikasi di Lampung, di antaranya memiliki hubungan dengan jaringan Solo, Jawa Tengah, dan pengaruh kelompok Jawa-Serang (Jaseng) masih menguat di beberapa tempat di pelosok Lampung, Kelompok Palembang teridentifikasi seringkali memasuki beberapa kabupaten di Lampung yang terendus memobilisasi dana dengan aksi kekerasan menggunakan senjata ilegal (senjata api rakitan) masih banyak beredar di wilayah tertentu di perdesaan Lampung itu.

Sukiran, Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Provinsi Lampung, mengungkap pula kondisi sosial budaya mayoritas warga Lampung, terutama yang beragama Islam. Tingkat sosial ekonomi dan pendidikannya masih relatif rendah merupakan media yang subur bagi kelompok radikal dan terorisme untuk mengembangkan pemahaman paham mereka.

"Perubahan aturan perundang-undangan disertai melemah pengawasan terhadap eks tahanan politik dan aktivis kelompok radikal, berdampak pada makin tumbuh berkembang potensi radikalisme dan terorisme," katanya lagi

Kondisi tersebut tercermin pada berlarut-larut isu penegakan hak asasi manusia pada Peristiwa Talangsari, Lampung Timur, sampai dengan peningkatan aksi radikalisme yang digerakkan aktivis kelompok radikal tertentu serta para pendukungnya, serta tidak terkendali berbagai konflik sosial sebagaimana mengemuka pada peristiwa konflik sosial yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan, Mesuji, dan beberapa tempat lainnya.

Perkembangan paham radikal dan atau yang berpotensi pada terorisme di Lampung yang teridentifikasi oleh aparat keamanan di daerah ini, antara lain, di Kota Bandarlampung dan beberapa kabupaten di Lampung adanya mereka yang memiliki cita-cita sama, yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan beberapa tokohnya.

Terlacak pula adanya tokoh dan kelompok di Kota Bandarlampung yang meyakini bahwa menghukum segala sesuatu urusan tanpa hukum Allah (syariat Islam) adalah sesat. Oleh karena itu, hukum-hukum yang berlaku di Indonesia harus diganti dengan hukuman Allah, termasuk adanya kelompok dengan paham berkeinginan berdiri daulah khilafah dan tegak syariat Islam serta menentang paham-paham Barat, seperti demokrasi, nasionalisme, kapitalisme, dan liberalisme, serta menggantinya dengan Nizham al-Islam.

Di Lampung masih berkembang pula kelompok ormas tertentu semata-mata bertujuan menegakkan amar makruf nahi munkar sehingga dipandang radikal dan mengupayakan menegakkan amar makruf nahi munkar, terutama dalam memberantas perjudian, prostitusi, lokasi hiburan atau minuman keras, dengan aksi-aksinya sering berbenturan dengan konstitusi negara, bahkan kadang-kadang melakukan "sweeping" dan tindakan anarkis.

Aliran Alqiyadah al-Islamiyah (Gafatar) juga muncul di Bandarlampung pada tahun 2006. Pada tahun 2011 sempat terdaftar di Badan Kesbangpol Provinsi Lampung, serta berkembang pula, selain di Bandarlampung, juga di Lampung Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara.

Pimpinan kelompok ini adalah Ahmad Musadeq, kemudian aliran ini dibubarkan diubah menjadi aliran Milah Abraham. Setelah dibubarkan menjadi Gerakan Fajar Nusantara, diduga bertujuan menghancurkan akidah umat Islam di Indonesia.

Kelompok radikal pasif juga didapati di Lampung, yaitu kelompok yang terpengaruh ISIS menyusul penangkapan tiga orang warga Kabupaten Lampung Utara oleh aparat keamanan Turki dalam sebuah razia keamanan di perbatasan Turki.

Ketiga warga Lampung itu TSW (29), SU (35), dan ibunya KW (50) warga Lampung Utara. Ketiganya mengaku akan menyeberang ke wilayah Irak dan akan bergabung dengan ISIS.

Selain itu, aliran radikal diduga sudah merambah kalangan pelajar di Lampung, menyusul seorang siswa kelas 2 sebuah SMA di Kotabumi, Lampung Utara menyimpan barang berupa kaus berlambang ISIS, bendera ormas radikal, dan komputer berisi kegiatan paham-paham ISIS.

Informasi dari pihak keamanan dan jaringan BNPT/FKPT di Lampung, ditengarai masih banyak terdapat kelompok dan aliran tertentu yang diduga berpaham radikal tersebar di sejumlah daerah, dengan para penggerak dan tokoh-tokohnya masih terus menyebarluaskan aliran dan ajaran itu kepada para pengikut dan pendukungnya.

Apa pun itu, paham atau aliran dan kelompok, termasuk mengatasnamakan agama dan keyakinan tertentu yang bersifat radikal dan mengumbar teror di tengah masyarakat, akan membawa dampak buruk menimbulkan kerugian harta benda, korban jiwa, bahkan kehilangan nyawa manusia tidak berdosa pada daerah-daerah sasarannya.

Aksi teror dan terorisme di mana pun dan siapa pun pelakunya pasti akan menimbulkan trauma psikologis yang mendalam bagi korban selamat maupun masyarakat umumnya, menurunkan kredibilitas masyarakat bangsa di dunia internasional, menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga formal lainnya, merusak kondusivitas iklim investasi dan pariwisata, serta menimbulkan preseden buruk bilamana penanganan dan penanggulangannya lemah dan lambat diantisipasi.

Aksi teror dan terorisme itu juga berpotensi memunculkan rasa tidak percaya antarkelompok masyarakat yang membahayakan persatuan dan kesatuan nasional, memunculkan kekhawatiran warga bangsa lain untuk berkunjung ke Tanah Air karena travel warning (imbauan/larangan untuk tidak berpergian karena alasan tertentu) yang dikeluarkan banyak negara, meningkatnya anggaran keamanan dan ketahanan nasional, sehingga menambah beban anggaran pemerintah pusat maupun daerah, serta muncul rasa tidak aman di kalangan masyarakat luas.

Menurut Sukiran dari Kesbangpol Lampung, upaya untuk meminimalkan gerakan radikalisme salah satunya melalui peran kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berkewajiban memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat wilayahnya.

"Pemerintah daerah memegang peranan penting dalam pembangunan dan pemeliharaan serta pencegahan maupun terpelihara keamanan di daerahnya. Pemda dapat menggunakan sumber daya birokasi dan sistem pemerintah daerah otonom untuk mencegah segala bentuk radikalisme," ujarnya pula.

Upaya lainnya, berupa penguatan kembali Pancasila sebagai sistem nilai yang mempersatukan keberagaman masyarakat bangsa Indonesia, serta peningkatan wawasan dan kesadaran masyarakat tentang terorisme agar terhindar dari bias terhadap sentimen tertentu.

Diperlukan pula peningkatan koordinasi antaraparatur dan kerja sama dengan pihak asing dalam rangka membatasi ruang gerak serta ancaman terorisme.

Selain itu, perkuatan sistem peringatan dini serta strategi pencegahan secara komprehensif untuk menghambat berkembang paham, gerakan, dan ancaman terorisme, serta radikalisme secara nyata.

Berikutnya, meningkatkan kembali sistem keamanan lingkungan dan ketentuan wajib lapor 1 x 24 jam bagi tamu/pendatang kepada ketua rukun tetangga.

Strategi memperkuat "early warning system" (sistem peringatan dini) serta "deterrence strategy" (strategi pencegahan) secara komprehensif untuk menghambat berkembang paham, gerakan, dan ancaman terorisme, serta radikalisme secara nyata.

Strategi mengefektifkan kembali catatan residivis di tingkat polsek dan pengawasan eks tahanan politik di tingkat koramil; peningkatan pengawasan terhadap pergerakan oleh segenap komponen pemerintahan, aparat keamanan terkait, dan unsur sosial kemasyarakatan.

Upaya lainnya, melakukan pemberdayaan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) dengan titik berat deteksi dini, cegah dini, dan cipta opini menghadapi kelompok radikal; pemberdayaan forum kerukunan umat beragama (FKUB) dengan penekanan menggalang kerukunan antarumat beragama melalui doa bersama, dialog agama, dan pemberdayaan forum kewaspadaan dini masyarakat; pemberdayaan FKPT dengan forum koordinasi pencegahan terorisme dengan penekanan sosalisasi, dialog, dan testimoni.

Teror dan terorisme sebenarnya tak memiliki "agama" apa pun meskipun kerap mengidentikkan dengan agama dan aliran atau keyakinan tertentu mengingat tujuannya adalah menciptakan teror, rasa ngeri, dan ketakutan yang meluas di tengah masyarakat, serta tidak peduli atas korban jiwa maupun kerugian harta benda yang diakibatkannya.

Oleh karena itu, semua pihak patut terus mewaspadai ancaman perkembangan kelompok radikal yang mengarah pada terorisme itu dengan tidak membiarkannya tumbuh berkembang di lingkungan sekitar, tetapi harus berani menangkal dan melawannya bersama-sama.