Akademisi Sarankan Pembuatan Perda Konservasi Pesisir Lampung

id reklamasi pantai, pesisir lampung, konservasi

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Akademisi dari Universitas Bandarlampung Refandy Ritonga menyarankan pembuatan peraturan daerah tentang konservasi pesisir dan pulau kecil di Provinsi Lampung agar dapat menata pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil di daerah ini.

Akademisi yang juga pengamat Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bandarlampung itu, di Bandarlampung, Selasa, menyatakan setelah mengkaji permasalahan reklamasi di Kota Bandarlampung dan beberapa kabupaten/kota se-Lampung ternyata memang belum memiliki peraturan daerah (perda) tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dia mencontohkan rencana reklamasi pesisir Kota Bandarlampung yang terhenti setelah ditinggal PT Sekar Kanaka Langgeng (SKL) menimbulkan berbagai permasalahan lainnya, salah satunya kerusakan konservasi alam.

"Pemerintah beserta DPRD Kota Bandarlampung harus segera membuat perda itu. Sejauh ini, PT SKL mengelola kawasan pesisir itu berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah. Padahal kalau memakai peraturan itu unsur teknisnya kurang jelas. Hal itu terlihat dari aplikasi proyek itu dari arah, tujuan, dan langkah pengembangan wilayah yang tidak tertata dengan baik," katanya.

Ia berpendapat, secara krusial perda khusus itu perlu segera dibuat, mengingat proses reklamasi yang terhenti menimbulkan efek kerusakan konservasi alam serta terganggu kehidupan masyarakat setempat akibat salah pengelolaan daerah pesisir dan pulau terkecil.

Memang dalam UU No. 1 Tahun 2014 hasil pembaharuan dari UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan daerah pesisir dan pulau kecil ada turunannya dalam bentuk perda di daerah.

Namun, menurutnya sejauh ini baru ada dua provinsi yang memiliki perda turunannya yakni Jawa Barat dan Bangka Belitung.

"Bagi daerah yang belum memiliki perda ini, termasuk Kota Bandarlampung karena pihak eksekutif dan legislatifnya belum membahasnya, segala dampak lanjutan reklamasi baik bagi keseimbangan ekosistem dan sosial kemasyarakatan, kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat pesisir menjadi terabaikan. Jadi pengembangan wilayah jangan sampai menimbulkan penyingkiran hak-hak masyarakat pesisir," katanya lagi.

Dalam menyusun perda itu nantinya, Refandy menyarankan pula agar Pemkot dan DPRD Bandarlampung juga melibatkan akademisi terutama untuk penyusunan naskah akademiknya.

Dosen Fakultas Hukum UBL itu juga mendukung agar kasus mangkrak reklamasi di pesisir Kota Bandarlampung itu disidik oleh Polda dan Kejaksaan Tinggi Lampung.

"Keberlanjutan proses hukum ini juga harus memberikan peluang dan sinyal agar kedua pemegang kepentingan di Kota Bandarlampung dapat duduk bersama menyelesaikannya," ujarnya pula.

Ia mengingatkan perda itu harus segera direalisasikan, mengingat kalau tidak akan berbahaya karena pengelolaan wilayah yang tidak jelas berarti pencaplokan wilayah.

"Karena bukan rahasia umum lagi, pengelolaan banyak daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Bandarlampung dikuasai pihak asing," kata dia.

Namun, Refandy juga mengingatkan agar kasus di Jakarta tidak terulang, dia berharap DPRD Bandarlampung dapat memastikan perda itu harus bebas dari unsur kepentingan "politik dagang sapi".

"Tapi jangan sampai pembuatan perda ini menjadi kesempatan DPRD Bandarlampung untuk meraup keuntungan, sehingga begitu dibuat, ada pasal-pasal atau kepentingan titipan yang dapat merusak isi perda itu nantinya," katanya mengingatkan pula.

Karena itu, dia mengingatkan lagi perlu ada lembaga pengawasan independen termasuk melibatkan peran akademisi dari kampus.

Sedangkan pengamat Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UBL IB Ilham Malik menegaskan bahwa implementasi pengerjaan proyek reklamasi jangan hanya berpatokan ketentuan pihak pengembang sudah menjalankan peraturan dengan baik.

"Tapi, harus ada pengembangan peraturan pendukung yang tidak berpautan unsur politis dan kepentingan," kata Ilham.

Menurut Ilham proses hukum dan penyelesaiannya harus berjalan agar menjadi pengalaman bagi Pemkot Bandarlampung dalam pelaksanaan proyek-proyek berikutnya.

"Perlu pengaturan dan payung hukum perda, termasuk menciptakan sinergi dalam pengelolaan sumberdaya bersih, memberdayakan ekonomi, sosial, dan peran masyarakat lokal, perlu penataan ekosistem darat maupun laut, ketegasan wilayah konservasi, sampai pengendalian pemanfaatan pesisir dan pulau terkecil," ujarnya lagi.(Ant)