LBH Bandarlampung Terima Aduan Pengelolaan Pasir Timbul

id lbh bandarlampung, candra bangkit,pengelolaan pasir timbul

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung telah menerima pengaduan kepala desa dan perwakilan masyarakat Desa Gebang, Kecamatan Telukpandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung yang mempersoalkan pengelolaan kawasan wisata Pasir Timbul oleh PT Sari Ringgung.

Informasi dari LBH Bandarlampung, Jumat (29/1), membenarkan bahwa pada Rabu (27/1) lalu, Kepala Desa Gebang H Dadang dan perwakilan warga telah datang mengadukan persoalan pengelolaan wisata Pasir Timbul itu ke LBH Bandarlampung.

Menurut Kepala Divisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) LBH Bandarlampung, Chandra Bangkit Saputra, mendampingi Direktur LBH Bandarlampung, Alian Setiadi, terkait permasalahan tersebut masyarakat menyatakan sudah sangat geram dan menginginkan adanya solusi yang berpihak kepada masyarakat.

Dia menegaskan, berdasarkan fakta yang timbul bahwa pengelolaan wisata Pasir Timbul yang saat ini dikelola oleh PT Sari Ringgung tidak memberikan manfaat bagi masyarakat, dan berdasarkan investigasi LBH Bandarlampung, PT Sari Ringgung telah banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran lingkungan dan cenderung mengabaikan kelestarian lingkungan.

Menanggapi pengaduan itu, pihak LBH Bandarlampung bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung dan LSM Mitra Bentala menindaklanjutinya.

Kepala Pekon (Desa) Gebang Kecamatan Telukpandan, Pesawaran, H Dadang mengatakan bahwa hingga saat ini PT Sari Ringgung tidak memiliki izin membangun wisata Pasir Timbul dari pihaknya, dan proyek yang dikelola itu tidak memberikan manfaat bagi masyarakat maupun desa/pekon mereka.

Dia menuturkan, pada tahun 2013 terjadi pembangunan tanpa pemberitahuan kepada pihaknya, termasuk pembuatan gapura yang tulisannya keliru, Desa Sidodadi, padahal seharusnya Desa Gebang.

Warga menegaskan bahwa kawasan Pasir Timbul itu adalah milik mereka, sehingga meminta pengembalian aset Pasir Timbul kepada Desa Gebang untuk kemaslahatan warga agar dapat dikelola warga setempat.

Menanggapi pengaduan dan protes warga itu, pihak pengelola PT Sari Ringgung kepada wartawan menyatakan siap berdialog dengan masyarakat setempat, terkait soal izin atau sewa di areal Pasir Timbul yang juga dikelola Sari Ringgung.

Namun mereka menyatakan, tidak ada istilah sewa karena pihaknya bukan memanfaatkan darat melainkan laut. "Jika ada sewa di dalamnya, maka menyalahi aturan bagaimana mungkin laut disewakan `kan tidak masuk akal," kata Direktur PT Sari Ringgung, Habrin Trimadika.

Pengelola PT Sari Ringgung juga membantah jika wisata yang mereka kelola merusak ekosistem laut, mengingat yang mereka bangun wisata di Pasir Timbul itu bukan berada di pesisir, tetapi berada di laut. Pengelola menyatakan tidak menggunakan drum dan tidak ada banguan permanen yang dibuat di Pasir Timbul itu.

Namun warga Desa Gebang menyatakan mereka tetap menuntut pengelola kawasan wisata Pasir Timbul, untuk hengkang, apalagi selama ini warga setempat hanya mendapatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebesar Rp5 juta per tahun.

Menurut Kepala Desa Gebang Dadang, kontrak pengelola dengan masyarakat setempat sudah habis sejak tahun 2014, dan pengelolaan Pasir Timbul sama sekali tidak melibatkan masyarakat.

Menurutnya, di masa liburan, pendapatan dari pengelolaan objek wisata tersebut per hari bisa mencapai sekitar Rp100 juta.

Terdapat pula 20 hingga 30 warga desa setempat yang bekerja sebagai penyedia transportasi penghubung dari pantai atau satu pulau ke pulau lain di kawasan wisata itu.(Ant)