Perjalanan Panjang Pengembalian Badak "Harapan" (II)

id Badak Sumatera, WWF Indonesia, badak sumatera, Badak Harapan Dipulangkan, TNWK, Way Kambas

Perjalanan Panjang Pengembalian Badak "Harapan" (II)

Badak "Harapan" yang sudah dikembalikan ke habitat aslinya di Taman Nasional Way Kambas Lampung. (FOTO: ANTARA Lampung/Ist-Dok. YABI)

Selamat datang Badak "Harapan" di SRS TNWK Lampung, rumah alami bagi badak sumatera, semoga dapat mewujudkan harapan pelestarian badak sumatera dari ancaman kepunahan yang selalu mengintai.
Lampung Timur (ANTARA Lampung) - Badak "Harapan" yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat pada tahun 2007, setelah melalui perjalanan panjang, kini telah kembali menghuni rumah asli alaminya di hutan Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung.

"Harapan" yang didatangkan dari Cincinnati Zoo itu, telah tiba di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung, Senin (2/11), kini masih dalam masa karantina belajar beradaptasi dengan lingkungannya yang baru pada habitat aslinya, setelah sampai di hutan kawasan Suaka Rhino Sumatera (SRS) Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, Lampung, pukul 02.20 WIB.

Koordinator Humas Balai TNWK Lampung, Sukatmoko menyatakan, dengan kehadiran Harapan itu di SRS Way Kambas, menyusul kakaknya badak "Andalas" yang sebelumnya telah dipulangkan lebih dulu, kini jumlah badak yang ada di SRS Way Kambas menjadi enam ekor badak dari sebelumnya lima ekor.

Keenam badak itu terdiri dari tiga badak jantan dan tiga badak betina, yaitu Andalas, Harapan, Andatu (jantan), dan Dina, Rosa, dan Ratu (betina).

Badak Sumatera merupakan satwa sangat langka dan dilindungi di dunia, di antaranya masih hidup pada habitat aslinya di hutan di Lampung, yaitu Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Lampung Barat dan Bengkulu Selatan.

Perjalanan badak Harapan itu cukup panjang dan melelahkan, sehingga sampai ke rumah habitat aslinya.  

Harapan diterbangkan dengan menggunakan pesawat cargo Cathay Pacific meninggalkan Cincinnati Zoo di Ohio, AS pada 30 Oktober 2015, dan tiba di Indonesia pada 1 November 2015 dengan transit di Anchorage dan Hong Kong.

Keseluruhan perjalanan Harapan sekitar 10.253 mil selama 53 jam, dengan menggunakan tiga moda transportasi, yaitu udara, laut, dan darat, sehingga akhirnya tiba dengan selamat di SRS TNWK Lampung, sekitar pukul 02.30 WIB.

Sebelum didatangkan ke SRS TNWK, badak Harapan pernah menghabiskan sebagian waktu di beberapa kebun binatang, yaitu tahun 2008 di Pusat Konservasi White Oak di Yulee, Florida, lalu Kebun Binatang Los Angeles, California, dan pada Juli 2013, Harapan kembali lagi ke Cincinnati Zoo.

Harapan dinilai telah cukup matang secara seksual dengan kondisi kesehatan yang baik dan tidak mengidap penyakit seperti yang diduga-duga semula.

Pemulangannya, menurut pihak Yayasan Badak Indonesia (YABI), sangat penting untuk program pengembangbiakan badak sumatera di SRS TNWK.

Program pengembangbiakan yang sangat penting untuk mengembalikan populasi badak sumatera yang kondisi populasinya sangat menghawatirkan dewasa ini.

Lokakarya Analisa Viabilitas Populasi yang diselenggarakan oleh IUCN di Taman Safari Bogor Februari 2015 lalu, mengindikasikan bahwa untuk menyelamatkan spesies ini amat diperlukan adanya upaya perlindungan mutlak setiap individu yang ada, mengupayakan konsolidasi individu yang terpencar untuk meningkatkan kemungkinan perjumpaan mereka satu sama lain, dan mendorong penangkaran untuk dapat diintroduksikan kembali memperkuat populasi yang tersisa.

Menyusul kedatangan badak Harapan itu di SRS TNWK, Kamis (5/11), bertepatan dengan peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) tahun 2015, telah dilakukan acara serah terima dari Pemerintah AS kepada Pemerintah Indonesia di SRS TNWK Lampung.

Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), Widodo S Ramono menyampaikan satu butir penting mengenai kekhawatiran banyak pihak tentang adanya gangguan metabolisme pada tubuh badak yang menyebabkan terjadi penimbunan zat besi dalam darah atau biasa disebut dengan hemacrhomatosis atau "iron storage disease", sehingga pernah menyebabkan kematian pada induk badak Harapan, yaitu Emi pada tahun 2009 dan sang kakak Suci pada tahun 2014.  

Namun terlepas dari itu semua, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa badak Harapan, ternyata dalam kondisi sehat, artinya tidak menderita hemacrhomatosis seperti dikhawatirkan.

Widodo menyatakan, penerimaan kedatangan badak Harapan ini sangat sederhana dibandingkan dengan penerimaan kedatangan badak Andalas pada tahun 2007 lalu.

Menurutnya, hal itu untuk menghindari terjadi stress pada badak Harapan, dan sesuai dengan arahan Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk tidak perlu beramai-ramai menerima kedatangan badak Harapan.

Widodo menyampaikan pula terima kasih atas dukungan penuh yang diberikan oleh Dirjen KSDAE, Dir KKH sebagai Rhino Conservation Officer, Balai TNWK, BKSDA Lampung, Kebun Binatang Cincinnati, Pemerintah AS, Taman Safari Indonesia, MAKIN Group, Komunitas Petambak Udang Labuhan Maringgai Lampung, WWF, WCS, dan LSM lainnya serta masyarakat Labuhan Ratu VI, IX, dan Brajayekti yang telah membantu menyukseskan kedatangan Harapan.

Dia berharap kedatangan badak Harapan ini, akan membawa keberhasilan yang lebih baik dalam upaya merealisasikan upaya Pemerintah Indonesia dalam konservasi badak Indonesia.      

Pemerintah AS melalui Konsul Amerika Serikat untuk Sumatera, Robert Ewing mengemukakan bahwa kerja sama Pemerintah AS dengan Pemerintah Indonesia semakin meningkat di berbagai bidang--di bawah kerja sama yang komprehensif telah ditandatangani pada tahun 2010 dan telah berkembang menjadi bahan dialog kedua negara setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Washington.

Salah satu isu yang berkembang dan sangat penting adalah kerja sama kedua negara untuk mencari solusi yang efektif terhadap tantangan permasalahan lingkungan hidup di dunia ini.

Robert Ewing menjelaskan bahwa Pemerintah AS telah mempunyai komitmen senilai 12 juta dolar AS melalui TFCA untuk melindungi keanekaragaman hayati di Sumatera, mengedepankan pengembangan organisasi masyarakat sipil, dan memperkuat manajemen di tingkat masyarakat.  

Menurutnya, melalui USAID juga, Pemerintah AS telah meluncurkan program senilai 47 juta dolar AS untuk mendukung
konservasi lebih dari 8 juta hektare hutan Indonesia, termasuk di Sumatera.

Ewing menegaskan, perjalanan badak Harapan dari Kebun Binatang Cincinnati di AS ke Suaka Badak Sumatera atau SRS di TNWK adalah sebuah simbol kepedulian dan kerja sama Pemerintah AS dan Indonesia, dan juga dengan masyarakat sipil untuk melindungi satwa liar.  

Dia berharap agar bisa melanjutkan kerja sama untuk melindungi keberagaman hayati Indonesia dan terus menjadi partner demi masa depan yang lebih baik untuk masyarakat Indonesia dan masyarakat AS.

Sedangkan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diwakili oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE), Dr Ir Tachrir Fathony MSc, memberikan apresiasi yang tinggi atas kesediaan Cincinnati Zoo mengirimkan kembali badak sumatera Harapan ke Indonesia sebagai salah satu upaya penyelamatan badak sumatera di dunia.  

"Seperti diketahui bahwa badak sumatera merupakan salah satu satwa prioritas terancam punah yang menjadi target pemerintah untuk ditingkatkan populasinya dalam lima tahun mendatang," katanya lagi.

Menurutnya, kepulangan badak Harapan seperti halnya kepulangan badak Andalas tahun 2007, dilakukan sesuai dengan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia yang mendorong upaya pengembangbiakan badak sumatera di luar habitat aslinya, dengan mendatangkan badak dari alam dan hasil pengembangbiakkan di eks situ (kebun binatang).

Tachrir menyatakan, SRS TNWK telah membuktikan keahlian dalam mengembangbiakkan badak sumatera dengan kelahiran badak Andatu pada tahun 2012 yang merupakan anak dari Andalas dan Ratu.

Pada tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengumumkan kehamilan kedua badak Ratu dengan badak jantan Andalas, dan diperkirakan akan lahir pada bulan Mei 2016.

"Sesuai dengan namanya 'Harapan', Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tahun ke depan akan mendapatkan kabar gembira tentang perkembangbiakan badak sumatera yang ada di SRS dengan adanya badak jantan `Harapan¿ ini," ujarnya lagi.

Dirjen KSDAE itu juga menyampaikan bahwa sebagai kekuatan landasan hukum bagi pengelolaan SRS di TNWK, pada 3 November 2015, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan bagi kawasan seluas 9.437 ha di dalam kawasan TNWK sebagai kawasan Suaka Rhino Sumatera.  

Penetapan kawasan itu sebagai kawasan sanctuary bagi badak sumatera menjadikan sanctuary ini adalah yang pertama kali ditetapkan, karena Pemerintah Indonesia menargetkan untuk membentuk 50 sanctuary bagi spesies yang terancam punah lainnya.
   
                Spesies Langka Dunia
Menurut World Wide Fund for Nature (WWF), spesies badak sumatera yang memiliki nama latin Dicerorhinus sumatrensis itu adalah satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Badak Sumatera ini juga dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh subspesies badak di dunia, sehingga sering disebut "hairy rhino" (badak berambut).

Ciri-ciri lainnya adalah telinga yang besar, kulit berwarna coklat keabu-abuan atau kemerahan--sebagian besar ditutupi oleh rambut dan kerut di sekitar matanya.

Panjang cula depan biasanya berkisar antara 25--80 cm, sedangkan cula belakang biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm.

Saat anak badak sumatera lahir hingga remaja biasanya kulitnya ditutupi oleh rambut yang lebat berwarna coklat kemerahan. Bersamaan dengan bertambah usia satwa ini, rambut yang menutupi kulitnya semakin jarang dan berubah kehitaman. Panjang tubuh satwa dewasa berkisar antara 2--3 meter, dengan tinggi 1--1,5 meter. Berat badan diperkirakan berkisar antara 600--950 kg.

Habitat badak sumatera mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini sangat menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat.

Badak sumatera adalah penjelajah dan pemakan buah (khususnya mangga liar dan buah fikus), daun-daunan, ranting-ranting kecil dan kulit kayu.

Mereka lebih menyukai dataran rendah, khususnya di hutan-hutan sekunder di mana banyak terdapat sumber makanan yang tumbuh rendah. Badak sumatera hidup di alam dalam kelompok kecil dan umumnya menyendiri (soliter).

Badak sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua subspesies badak di dunia.

Menurut Rencana Aksi dan Strategi Konservasi (Dephut, 2007), populasinya di alam saat ini diperkirakan kurang dari 300 ekor, meskipun indikasi yang ada menunjukkan jumlah populasi sebenarnya lebih rendah dari perkiraan tersebut.

Satwa ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered)--dalam daftar spesies terancam punah dari lembaga konservasi dunia, IUCN. Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera, sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaysia.

Para ahli memperkirakan tidak ada satu pun populasi badak Sumatera yang jumlah individunya dalam satu wilayah jelajah melebihi 75 ekor. Kondisi tersebut menyebabkan mamalia besar ini sangat rentan terhadap kepunahan baik akibat bencana alam, penyakit, perburuan, atau kerusakan genetis. Kurang dari 25 ekor diyakini saat ini bertahan hidup di Sabah, sedangkan untuk Kalimantan tidak ada informasi atau data yang akurat tentang keberadaan satwa bercula dua ini.

Kehilangan habitat dan perburuan adalah ancaman yang paling utama bagi keberlangsungan hidup badak sumatera. Karena itu, agar satwa ini mampu bertahan hidup, dibutuhkan upaya-upaya serius untuk menyelamatkan habitat hutan di Sumatera, habitat sebagian besar populasi badak sumatera kini berada.

Selain itu, upaya-upaya untuk menghentikan perdagangan cula badak dan produk-produk lainnya yang berasal dari tubuh satwa dilindungi tersebut harus dilakukan segera, agar insentif bagi para pemburu yang mengincar bagian-bagian tubuh badak sumatera pun dapat dikurangi.

Selama bertahun-tahun, perburuan badak sumatera untuk diambil cula maupun bagian-bagian tubuh lainnya--biasanya dipercaya sebagai bahan obat trandisional--telah berakibat pada semakin berkurang populasi satwa tersebut. Saat ini, kehilangan habitat hutan menjadi ancaman utama bagi kelangsungan hidup badak sumatera yang masih tersisa.

WWF mengingatkan, kerusakan hutan, diiringi dengan berbagai aktivitas yang tidak berkelanjutan oleh manusia telah menyebabkan semakin terdesak populasi badak sumatera menuju kepunahan.

Populasinya yang semakin kecil dan tinggi laju kerusakan hutan yang menyebabkan hutan terfragmentasi dalam kotak-kotak yang terisolir, berakibat dalam beberapa kasus, badak sumatera dilaporkan keluar hutan dan masuk ladang penduduk mencari makanan.

Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (di Provinsi Lampung dan Bengkulu), ancaman utama terhadap habitat badak sumatera adalah perambahan hutan menjadi kebun kopi dan tanaman pertanian lainnnya.

Seiring dengan pembukaan hutan yang begitu cepat dan semakin terbuka akses terhadap lokasi di dalam taman nasional, ancaman serius lainnya pun muncul, yaitu perburuan liar.

WWF Indonesia di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang merupakan salah satu dari areal konservasi penting bagi badak Sumatera yang tersisa di Sumatera--selain di Taman Nasional Way Kambas di Lampung Timur, diperkirakan sekitar 60--80 ekor badak sumatera masih berada di taman nasional ini, dan merupakan populasi terbesar kedua di dunia.

Bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai TNBBS, fokus kegiatan WWF Indonesia di TNBBS mencakup upaya-upaya perlindungan habitat, pengelolaan kawasan, pengembangan masyarakat, advokasi dan kebijakan, serta pendidikan dan penyadartahuan.

WWF bersama mitranya saat ini berupaya merehabilitasi habitat badak sumatera di TNBBS khususnya di beberapa lokasi yang dikonversi secara ilegal untuk pengembangan perkebunan kopi dan beberapa produk pertanian lainnya.

Beberapa pembeli dan pedagang biji kopi internasional saat ini bekerjasama untuk memastikan bahwa hanya kopi yang ditanam secara berkelanjutan yang masuk ke dalam rantai suplai kopi global mereka.

Beberapa di antaranya juga bekerjasama dengan WWF untuk meningkatkan pendapatan petani di areal penyangga taman nasional, dengan cara meningkatkan teknik produksi kopi mereka.

Patroli bersama antara masyarakat dan jagawana setempat dalam menjaga kawasan juga sangat membantu upaya penyadartahuan masyarakat di desa-desa di sekitar taman nasional itu.

Tujuan dari upaya ini adalah supaya kawasan di taman nasional yang telah menjadi kebun kopi dapat direhabilitasi, sehingga dapat berfungsi kembali sebagai hutan habitat badak sumatera.

WWF juga membantu memperkuat upaya-upaya antiperburuan satwa dilindungi di TNBBS.

Tim patroli terlatih dikenal dengan nama Rhino Protection Unit (RPU)--dikelola oleh mitra LSM Yayasan Badak Indonesia dan International Rhino Foundation bersama dengan Balai TNBBS--dengan dukungan dari WWF, secara regular berpatroli di areal-areal kunci di TNBBS dan terbukti efektif menstabilkan populasi badak sumatera dari perburuan.

Sejak tahun 2002, tidak pernah lagi ditemukan kasus perburuan badak Sumatera di TNBBS.

Karena itu, upaya penyelamatan, perlindungan dan pelestarian badak sumatera, baik di TNWK maupun TNBBS ini, menjadi harapan besar dunia bagi pelestarian salah satu spesies penting badak langka di dunia ini.

Kehadiran badak "Harapan", benar-benar diharapkan membawa harapan baru untuk semua upaya dan kerja keras multistakeholder dalam aksi global pelestarian satwa langka di dunia ini.

Selamat datang badak "Harapan" di SRS TNWK Lampung, rumah alami bagi badak sumatera, semoga dapat mewujudkan harapan pelestarian badak sumatera dari ancaman kepunahan yang selalu mengintai. (Baca Juga: Badak "Harapan" Kembali ke Rumahnya)