Survei : Konsumen paling khawatir atas penyalahgunaan ATM

id Survei : Konsumen paling khawatir atas penyalahgunaan ATM

Jakarta (Antara Lampung) - "MasterCard Safety and Security Index" mengungkapkan konsumen di kawasan Asia Tenggara dan "Greater China" menyatakan pencurian identitas dan berbagai penyalahgunaan kartu ATM menjadi dua masalah keamanan utama yang dikhawatirkan saat melakukan pembayaran elektronik.
         
Berdasarkan survei yang dilakukan MasterCard, 42 persen konsumen di negara-negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) paling khawatir terhadap penipuan atau pun kecurangan terkait dengan penggunaan ATM seperti pencurian kartu, penggandaan kartu maupun "skimming".
         
Sedangkan negara-negara di Greater China (Tiongkok, Hong Kong, dan Taiwan) memiliki kekhawatiran terhadap hal yang sama sebesar 31 persen, termasuk pencurian data personal seperti rincian data bank, identitas personal, alamat, dan tanda tangan yang dicuri melalui "website" atau laman, kata Presiden MasterCard Asia Pasifik, Ari Sarker dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.
         
"Pada kedua kawasan tersebut, diketahui bahwa kekhawatiran tersebut tidak berasal langsung dari pengalaman pribadi masyarakat, melainkan dari hasil pemberitaan mengenai pencurian tersebut di media massa," ungkapnya.
         
Menurut dia, dalam penelitian ini juga diungkapkan bahwa secara keseluruhan, konsumen di kawasan Asia Tenggara serta Taiwan dan Hong Kong merasa lebih aman untuk bertransaksi langsung di toko dibandingkan dengan pembayaran secara "online" atau daring.
         
"Meskipun demikian, Tiongkok menjadi satu-satunya negara di mana para konsumennya merasa bahwa pembayaran 'online' lebih aman dibandingkan dengan pembayaran langsung di toko, bahkan melebihi Singapura," ucap Ari.
         
Sementara itu, MasterCard Safety and Security Index juga memperkuat fakta bahwa bank senantiasa memainkan peran penting dalam menjamin keamanan pembayaran bagi konsumen di Asia Tenggara.
         
"Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kepercayaan konsumen kepada bank serta kepercayaan konsumen bahwa bank dapat membantu mereka untuk mengatasi isu-isu yang muncul terkait dengan keamanan transaksi pembayaran," papar Ari.
         
Ia mengatakan bahwa bank sering kali menjadi garis perlindungan terdepan dan solusi bagi korban penipuan transaksi daring.
         
Manurut Ari, hampir setengah dari seluruh konsumen di Asia Tenggara yang pernah mengalami kejahatan terkait dengan penggunaan ATM langsung mendatangi bank penerbit kartu mereka sebagai langkah pertama untuk meminta saran.
         
"Fakta bahwa mayoritas pemegang kartu memiliki hubungan baik dengan bank, juga memiliki korelasi yang mendalam terhadap sentimen mengenai siapa yang paling bisa mereka percaya untuk menjamin keamanan saat melakukan pembayaran elektronik," ujarnya.
        
Melalui penelitian tersebut, juga dinyatakan bahwa tidak ada satu pun responden di Asia Tenggara mempercayai laman lokal.
         
Hal ini disebabkan mereka masih menganggap bahwa pelaku bisnis "e-commerce" lokal masih harus melakukan banyak perbaikan untuk menjamin bahwa standar keamanan pembayaran yang digunakan telah memenuhi ketentuan internasional dan membangun kepercayaan konsumen saat bertransaksi daring.
         
Sementara itu, di Greater China, terlepas dari bank dan pemerintah, pelaku bisnis atau pedagang juga dianggap memiliki tanggung jawab dalam menjamin keamanan transaksi pembayaran, di mana 28 persen konsumen dalam kawasan tersebut akan menemui pedagang sebagai usaha pertama mereka dalam mencari solusi pembayaran yang aman.
         
Selain itu, pedagang dalam kawasan ini juga membantu menyelesaikan 40 persen dari permasalahan transaksi pembayaran daring.
         
Survei tersebut dilakukan di enam negara di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) serta tiga negara di Greater China (Tiongkok, Hong Kong, dan Taiwan).
         
Sebanyak 6.600 konsumen dan 100 pedagang dimintai pendapat mereka melalui "polling online" dan tatap muka mulai Januari hingga Mei 2015 dengan pertanyaan mengenai pendapat mereka terhadap keamanan pembayaran secara keseluruhan, pembayaran tatap muka atau daring, kekhawatiran atas keamanan pembayaran serta pengalaman buruk dengan penipuan saat melakukan pembayaran, dan lain sebagainya.