Kemenkeu: Realisasi penerimaan pajak Rp531,1 triliun

id kemenkeu, realisasi pajak

Jakarta,  (ANTARA Lampung) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juli 2015 telah mencapai Rp531,1 triliun atau 41,04 persen dari target dalam APBN-P sebesar Rp1.294,2 triliun.

Menurut siaran pers Direktorat Jenderal Pajak yang diterima di Jakarta, Kamis realisasi tersebut sedikit lebih baik dari realisasi penerimaan pajak periode yang sama tahun 2014, yang tercatat mencapai Rp530,8 triliun.

Salah satu penyumbang realisasi penerimaan pajak tersebut adalah Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang tumbuh 13,55 persen, yaitu Rp293,5 triliun pada akhir Juli 2015 dibandingkan Rp258,4 triliun pada akhir Juli 2014.

Pertumbuhan PPh Non Migas yang merupakan anomali ditengah penurunan pertumbuhan sektor pajak lainnya didukung oleh pertumbuhan PPh nonmigas Lainnya, PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh PPh Final, PPh Pasal 21, PPh Pasal 26, serta PPh Pasal 23.

Pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh PPh nonmigas lainnya yakni mencapai 45,03 persen, atau sebesar Rp50,96 miliar dibandingkan periode yang sama di 2014 yang waktu itu mencapai Rp35,14 miliar.

Pertumbuhan signifikan berikutnya dicatat oleh PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi yakni 24,93 persen atau sebesar Rp3,8 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp3,1 triliun yang dipicu oleh tingginya pelunasan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari upaya pencegahan dan penyanderaan.

Penyanderaan Hingga 26 Juni 2015, DJP telah memproses 329 usulan pencegahan dan 29 usulan penyanderaan terhadap penanggung pajak serta mencairkan utang pajak sebesar Rp15,75 miliar dari 17 penanggung pajak.

Sedangkan dari pelaksanaan penagihan, DJP dapat mencairkan utang pajak sebesar Rp11,52 miliar dari 13 penanggung pajak yang sebelumnya disandera (terkena 'gijzeling') dan saat ini telah dilepaskan.

Selain itu, penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan juga mencatatkan pertumbuhan 18,12 persen, atau sebesar Rp99,91 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp84,58 triliun yang dipicu oleh tingginya pelunasan PPh Pasal 29 dari sektor keuangan.

Pertumbuhan tinggi selanjutnya dari PPh Final yakni 17,92 persen, atau sebesar Rp53,65 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp45,49 triliun yang didapat dari kebijakan pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

DJP ikut mencatat pertumbuhan PPh Final berasal dari produk keuangan seperti bunga deposito serta penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan sebagai realisasi kebijakan penurunan loan to value ratio yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Pertumbuhan lainnya tercatat dari PPh Pasal 21 yaitu 16,29 persen, atau sebesar Rp69,1 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp59,38 triliun yang disebabkan oleh pembayaran pajak atas Tunjangan Hari Raya (THR) serta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Menguatnya dolar Pertumbuhan penerimaan dicatatkan oleh PPh Pasal 26 yakni 11,46 persen, atau sebesar Rp24,1 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp21,6 triliun yang disebabkan oleh kepatuhan wajib pajak luar negeri dan menguatnya nilai tukar dolar AS.

Pertumbuhan juga dicatatkan oleh PPh Pasal 23 yaitu 6,96 persen, atau sebesar Rp15,84 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp14,8 triliun yang dipicu oleh meningkatnya dividen dan royalti yang dibayarkan di tahun 2015.

Namun, DJP mencatat adanya penurunan pertumbuhan dari PPh Pasal 22 Impor yakni 8,52 persen atau sebesar Rp23,68 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp25,88 triliun karena pelemahan rupiah dan turunnya impor nasional.

Sedangkan untuk PPh Pasal 22 terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 6,43 persen atau sebesar Rp 3,33 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp3,56 triliun karena belum terserapnya anggaran belanja Pemerintah dengan optimal, khususnya belanja modal.

Penurunan impor juga berpengaruh pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor yang mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 13,18 persen atau sebesar Rp74,1 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp85,4 triliun.

Penyebab yang sama juga mengakibatkan penurunan pertumbuhan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Impor hingga sebesar 25,43 persen atau sebesar Rp2,58 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp3,46 triliun.

Pelambatan ekonomi juga memicu penurunan konsumsi dalam negeri yang berkontribusi pada penurunan penerimaan PPN Dalam Negeri 0,46 persen atau sebesar Rp120,53 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp121,04 triliun.

Penurunan juga terjadi atas konsumsi atas barang mewah yang berdampak pada penurunan pertumbuhan PPnBM Dalam Negeri 14,09 persen atau sebesar Rp5,23 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp6,1 triliun yang dipicu oleh kebijakan penghapusan barang mewah kena PPnBM.

Di tengah berbagai penurunan PPN dan PPnBM, penerimaan PPN/PPnBM Lainnya justru mengalami pertumbuhan sebesar 61,22 persen atau sebesar Rp169,63 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp105,22 miliar.

Sektor PPh Migas masih mengalami penurunan pertumbuhan 39,52 persen atau sebesar Rp31,37 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp51,87 triliun. Namun dibandingkan dengan target pajak, PPh Migas mencatatkan persentase penerimaan 63,34 persen dibandingkan periode tahun lalu sebesar 61,84 persen.

Penurunan pertumbuhan juga dicatatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni 46,84 persen atau sebesar Rp558,07 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp1,1 triliun yang disebabkan belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak.

Selain itu, diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi juga turut berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PBB.