Degradasi hutan akibatkan kesenjangan sosial makin melebar

id cegah degradasi hutan, degradasi hutan perlebar kesenjangan sosial

...Di seluruh Indonesia lebih dari 74 persen masyarakat miskin bergantung pada ekosistem hutan sebagai pencaharian dasar mereka...
Jakarta (ANTARA Lampung) - CEO lembaga konsultan GIST Pavan Sukhdev menilai degradasi hutan secara terus-menerus akan memperlebar kesenjangan sosial Indonesia secara nasional karena banyak masyarakat yang bergantung pada ekosistem di dalamnya.

"Di seluruh Indonesia lebih dari 74 persen masyarakat miskin bergantung pada ekosistem hutan sebagai pencaharian dasar mereka, oleh karenanya jika terjadi degradasi terus menerus akan mengganggu pendapatan dan memperlebar kesenjangan," kata Pavan Jakarta, Rabu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pavan saat memaparkan hasil studi penilaian ekosistem hutan atau FEVS (Forest Ecosystem Valuation Study) yang dilaksanakan oleh UNORCID dengan pendanaan dari UNEP.

Ia mencontohkan Nusa Tenggara Timur dengan 80 persen dari jumlah penduduknya terlibat dalam sektor pertanian sehingga degradasi hutan secara terus menerus akan menguras faktor utama penentu masyarakat.

"Jika hutan terus tergerus maka akan juga menguras jasa utama yang didapatkan dari penataan pertanian di sana," ujar duta penelitian FEVS UNEP ini.

Dia juga mengatakan degradasi hutan ini juga dapat mempengaruhi tingkat ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim yang tidak terduga.

Oleh karenanya, perlu adanya dorongan dari pemerintah untuk menyeimbangkan antara pembangunan sosial dan ekonomi dengan konservasi hutan. Lalu, kata dia, meningkatkan potensi pendapatan ekonomi dari Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

Menurut dia, hutan di Indonesia dengan HHBK telah memainkan peran penting dalam mata pencaharian masyarakat miskin di pedesaan seperti di Kalimantan Tengah yang 76 persen pendapatan rumah tangganya berasal dari hutan dan jasa ekosistem.

HHBK dalam bidang industri tanaman obat dan minyak astiri juga, tambah dia, mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir, hingga pada tahun 2011 menghasilkan produk senilai lebih dari 1 miliar dolar AS.

"Hal itu menempatkan Indonesia jadi produsen terbesar delapan jenis minyak astiri di dunia. Ini menjanjikan di masa mendatang, namun itu tergantung pada kondisi hutan Indonesia dan seberapa baik hutan itu dilindungi," tuturnya.(Ant)