Anak-anak Pengungsi Rohingya tanpa Orang Tua

id Pengungsi Rohingya, Anak-anak Rohingya

Langsa, Aceh (ANTARA Lampung) - Hasil pendataan yang dilakukan Badan PBB Untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) mengungkapkan dari sebanyak 1.001 orang pengungsi etnis Rohingya asal Myanmar yang tersebar di beberapa kamp penampungan di Aceh, 374 di antaranya adalah anak-anak tanpa orang tua.

 "Fakta yang kita temukan ini cukup memprihatinkan karena anak-anak tersebut tidak didampingi oleh orang tua mereka. Mereka yang menjadi prioritas perhatian kami untuk segera ditangani," kata Jeffrey Savage, petugas senior Urusan Perlindungan UNHCR yang ditemui di kamp penampungan pengungsi di Kuala Langsa, Aceh, Rabu (3/6).

Selain pengungsi Rohingya yang mencari suaka politik karena konflik yang terjadi di negara mereka, juga terdapat sekitar 700 pengungsi Bangladesh.

Tapi, keberadaan pengungsi Bangladesh yang semuanya laki-laki, bukan dikategorikan sebagai pencari suaka, melainkan pencari kerja, sehingga mereka akan segera dipulangkan karena pada dasarnya tidak ada masalah di negara mereka.

Savage yang berasal dari AS tersebut juga mengungkapkan bahwa  dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh UNHCR, sebagian dari anak-anak tersebut adalah korban penculikan kelompok pedagang manusia (human trafficking).

"Bahkan satu di antara mereka terdapat anak seorang dokter yang diculik dan penculik kemudian meminta tebusan dalam jumlah besar," kata Savage tanpa mengungkapkan lebih rinci identitas anak tersebut.

Savage mengakui bahwa masalah pengungsi anak-anak yang tanpa orang tua tersebut cukup rumit dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk menangani mereka.

Pengakuan beberapa anak yang ditemui di lokasi pengungsi, baik di Kuala Langsa maupun di Birem Bayeum, Kabupaten Aceh Timur, orang tua mereka menjadi korban kerusuhan antaretnis di Myanmar.

Salah satu anak itu, Shobina (10), ikut mengungsi bersama kakaknya setelah ayahnya terbunuh dalam kerusuhan tersebut, sementara ibunya tetap berada di Rakhine, negara bagian yang berada di barat Myanmar.

Shobina hanya memberikan tanda isyarat dengan gerakan tangan menggorok leher ketika ditanya di mana ayahnya.

Savage yang ditanya tanggapannya mengenai banyaknya keluarga di Aceh dan maupun dari daerah lainnya yang berminat untuk mengadopsi anak-anak tersebut, secara tegas mengatakan bahwa hal itu adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin dilakukan.

"Tidak semudah itu karena masalahnya sangat kompleks. Anak-anak tersebut tanpa dilengkapi dokumen, bagaimana mungkin untuk mengadopsi mereka. Tujuannya memang baik, tapi diperlukan proses yang rumit," katanya menegaskan.

Siti Nurbaya (45), seorang ibu rumah tangga warga Kuala Langsa yang ditemui di lokasi pengungsi mengakui bahwa ia  memang punya keinginan untuk mengadopsi anak perempuan Rohingya.

"Anak saya dua orang dan laki-laki semua. Saya ingin mengadopsi anak perempuan Rohingya, boleh apa tidak ya," kata Siti bertanya, didampingi suaminya, Syahrul.

Keinginan yang sama juga disampaikan oleh Rahmida (50), seorang pengusaha asal Bogor yang bahkan dalam waktu dekat siap ke lokasi pengungsi di Aceh untuk memberikan bantuan dan sekaligus mencari informasi bagaimana mendapatkan anak Rohingya yang bisa diadopsi.

"Anak saya cuma satu dan sudah besar. Saya ingin mengadopsi dan mendidik salah satu anak-anak Rohingya itu sebagaimana anak sendiri agar punya masa depan lebih baik," kata Rahmida.