Jakarta (ANTARA Lampung) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) turut barisan buruh dalam aksi serentak May Day 1 Mei 2015 di seluruh Indonesia. AJI mengusung dua tema besar pada peringatan Hari Buruh tahun ini, yakni terkait hak untuk memeroleh jaminan sosial bagi jurnalis serta upaya mewujudkan upah sektoral pekerja media.
"Untuk memperjuangkan dua agenda tersebut, kami mendukung Forum Pekerja media yang terdiri dari serikat pekerja dan berbagai kalangan pekerja untuk mendesak kepada Menteri Tenaga Kerja agar menetapkan Upah Sektor Media," ujar Suwarjono, Ketua Umum AJI Indonesia dalam siaran pers May Day 2015.
Penjelasan lebih detail disampaikan Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI, Yudie Thirzano. Yudie mengatakan dengan adanya upah sektoral pekerja media, maka jurnalis di masing-masing media diharapkan bersatu dengan seluruh pekerja untuk menuntut upah layak di perusahaan media.
Yudie Thirzano mengimbau jurnalis agar tak ragu membentuk serikat pekerja di masing-masing media bersatu dengan pekerja di bagian lain. "Jika dulu ancaman terhadap kebebasan pers dilakukan oleh negara, kini AJI melihat ancaman terhadap kebebasan pers justru dari dalam industri media itu sendiri," ujar Yudie Thirzano.
AJI melihat posisi tawar jurnalis yang buruk karena tidak berserikat membuat pemilik media kurang memperhatikan kesejahteraan jurnalis atau pekerja media secara umum. Industri media yang berkembang pesat juga tak berbanding lurus dengan kesejahteraan jurnalis. Belum lagi tren konvergensi media membuat beban kerja jurnalis dan pekerja media semakin bertambah namun dalam hal kesejahteraan jalan di tempat.
Sebagian jurnalis ini berstatus tidak tetap. Sebutan mereka beragam, mulai dari koresponden, kontributor, 'freelance', 'stringer', sampai 'tuyul'. Para jurnalis dengan status tak tetap ini terus berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dari perusahaan media. AJI yang lebih dari 40 persen anggotanya berstatus pekerja tidak tetap ini menemukan sebagian besar dari mereka mendapat upah yang rendah. Sebagian menerima penghasilan jauh di bawah ketentuan upah minimum regional yang berlaku di masing-masing provinsi.
AJI juga menyerukan kepada seluruh jurnalis agar ikut mengawal pelaksanaan jaminan sosial nasional pekerja melalui BPJS Ketenagakerjaan. Ini terkait rencana dimulainya pembayaran iuran pensiun per 1 Juli 2015. Namun hingga kini belum ada kepastian besaran iuran yang semestinya ditetapkan oleh pemerintah. Di sisi lain, ada potensi besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan akan membuat perusahaan media mengurangi fasilitas yang sudah diberikan selama ini.
AJI mengingatkan perusahaan media tak serta merta memangkas hak karyawan yang sudah ada terkait berlakunya iuran BPJS Ketenagakerjaan.
AJI juga menyoroti belum terwujud kesetaraan hak antara jurnalis perempuan di setiap perusahaan media. Sebagai contoh, masih ada perbedaan dalam pemberian tunjangan pemeliharaan kesehatan untuk keluarga jurnalis perempuan dibandingkan jurnalis laki-laki. Belum lagi, masih banyak perusahaan yang tidak memberikan cuti haid atau fasilitas laktasi bagi pekerja perempuan yang masih menyusui anak.
Berita Terkait
KPK: Pembagian bansos sebaiknya dihentikan jelang Pilkada 2024
Rabu, 20 Maret 2024 22:35 Wib
BSI salurkan Rp3 miliar untuk santunan 3.333 anak yatim
Selasa, 19 Maret 2024 20:48 Wib
Dompet Dhuafa Lampung-Jasa Raharja perkuat kolaborasi bidang sosial
Rabu, 13 Maret 2024 8:42 Wib
Dompet Dhuafa dan Bina Trubus Swadaya kerja sama pemberdayaan agroprenuer sosial
Minggu, 10 Maret 2024 20:26 Wib
IKA FH Unila selenggarakan acara bakti sosial dan pengajian akbar dalam rangka sambut Ramadhan
Jumat, 8 Maret 2024 5:58 Wib
Baznas Bekasi salurkan 175 paket sembako bantuan Raja Salman
Kamis, 7 Maret 2024 22:52 Wib
8.000 warga Kota Bengkulu dikeluarkan dari data DTKS
Kamis, 7 Maret 2024 14:05 Wib
Sambut Ramadan, SOS gandeng Dompet Dhuafa gelar bakti sosial
Kamis, 29 Februari 2024 7:05 Wib