Menaker Siapkan Rencana Jokowi Stop TKI PRT

id menaker, jokowi, tki, prt

Menaker Siapkan Rencana Jokowi Stop TKI PRT

Menakertrans Hanif Dhakiri (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Jakarta, (ANTARA Lampung) - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyiapkan kebijakan mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia yang menjadi pekerja rumah tangga (PRT) ke luar negeri karena terkait erat dengan harga diri dan martabat bangsa.
        
"Melihat penderitaan TKI yang bekerja di luar negeri tentu harkat dan martabat kita sebagai bangsa tercabik-cabik. Saya kira itulah yang dirasakan Bapak Presiden. Saya juga merasakan hal yang sama," kata Menaker seusai acara penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Ketenagakerjaan, Bank Indonesia, OJK, dan BNP2TKI tentang Peningkatan Penggunaan Transaksi Non-Tunai dan Perluasan Akses Keuangan dalam Rangka Penempatan dan Perlindungan TKI di Jakarta, Senin.
        
Dalam keterangan Pusat Humas Kementerian Ketenagakerjaan, Menaker mengaku siap menindaklanjuti arahan Presiden tersebut dengan menyiapkan peta jalan (roadmap) dan langkah-langkah menuju penghentian pengiriman PRT ke luar negeri.
        
"Tahun 2017 setidaknya kita harus sudah bisa 'zero' (nol) TKI PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga) sebagaimana rencana dari kementerian ketenagakerjaan sebelumnya," ujar Hanif.
        
Rencana penghentian itu disebut Menaker tidak bisa serta merta karena harus disiapkan alternatif yang jelas untuk menangani pengangguran yang ada.
        
Terlebih jika mengingat mayoritas pengangguran di Indonesia adalah lulusan SD dan SMP dimana kelompok inilah yang banyak mengakses pekerjaan ke luar negeri di sektor domestik.Â
   
"Di dalam roadmap itu nantinya, penempatan TKI ke luar negeri harus didorong yang skill-based dan sektor formal. Secara bertahap yang informal kita tekan terus hingga pada saatnya nanti benar-benar stop," kata Hanif.
        
Itu artinya lanjut Hanif pemerintah harus lebih banyak banyak insentif kepada penempatan TKI formal yang memiliki keterampilan sehingga orang tertarik bekerja di sektor itu.
        
Hanif mengatakan rencana penghentian pengiriman PRT ke luar negeri itu bukan karena PRT dipandang sebagai profesi yang rendah tetapi karena sistem hukum dan adat istiadat negara-negara tertentu tidak cukup memadai dalam memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dari Indonesia.
        
"Yang perlu digarisbawahi, Presiden ingin semua WNI yang bekerja di luar negeri terlindungi secara baik di dalam maupun di luar negeri. Ini yang menjadi dasar rencana penghentian penempatan TKI PRT ke luar negeri," kata Hanif.
        
Menaker juga telah menandatangani Keputusan Menteri No.1 Tahun 2015 tentang jabatan yang dapat diduduki oleh TKI di luar negeri untuk pekerjaan domestik.
        
Dengan aturan itu, TKI yang dikirim adalah yang jabatan-jabatan profesional dengan spesialisasi di sektor rumah tangga seperti pengurus rumah tangga, penjaga bayi, tukang masak, pengurus lansia, supir keluarga, tukang kebun dan penjaga anak.
        
"Itu profesi-profesi dengan spesialisasi tertentu. Mereka yang akan bekerja di situ haruslah terlatih dan memiliki keterampilan," kata Hanif.
        
Meski demikian, Hanif menambahkan pengawasan pekerjaan domestik di luar negeri tidaklah mudah karena sangat bergantung pada sistem hukum dan budaya masing-masing negara penempatan.
        
"Pemerintah terus meningkatkan kualitas perlindungan TKI. Tapi siapa bisa menjamin kontrak pekerjaan spesifik untuk TKI kita di sektor domestik akan serta merta dilaksanakan oleh pengguna perseorangan?" kata Hanif.
        
Permasalahan juga muncul dengan kurangnya jumlah Balai Latihan Kerja (BLK) maupun kurangnya anggaran yang dibutuhkan untuk melatih TKI formal.
        
"Filipina bisa melatih 1,6-1,8 juta orang per tahun. Kita hanya 80-100 ribu per tahun padahal angkatan kerja kita lebih besar. Jadi perlu 'political will' yang kuat dan politik anggaran yang jelas agar penguatan BLK dan skema-skema pelatihan kerja dijadikan prioritas lima tahun ke depan," kata Hanif.
        
Di luar masalah itu Hanif mengatakan pendidikan formal juga harus dibenahi mengingat mayoritas angkatan kerja Indonesia memiliki pendidikan rendah.    
   
Sedangkan yang mendesak untuk dilakukan adalah memberantas penempatan TKI secara ilegal dengan seluruh modusnya.
        
"Pintu imigrasi perlu diperketat dan jalan-jalan  tikus harus ditutup. Agar tak ada lagi TKI ilegal yang bekerja ke luar negeri. Penempatan secara ilegal itu yang selama ini banyak menimbulkan penderitaan kepada para TKI kita," kata Hanif.