Isbedy: Dewan Kesenian Lampung Harus Lakukan Perubahan

id isbedy setiawan zs, puisi, ppn-vii, sastra,dkl,transparan

Isbedy: Dewan Kesenian Lampung Harus Lakukan Perubahan

Penyair Isbedy Stiawan ZS (Foto dok. pribadi)

Berbagai program berskala nasional pernah digelar, seperti Lampung Arts Festival atau LAF, Krakatau Award, dan lain-lain. Lalu transparansi anggaran setiap pleno pertama untuk menyusun program dilakukan. Tapi sekarang boleh dibilang tak ada lagi."
Bandarlampung, (ANTARA Lampung) - Sastrawan Isbedy Stiawan ZS mengingatkan pengurus Dewan Kesenian Lampung (DKL) mendatang agar siap melakukan perubahan.
        
Menurut Isbedy yang dijuluki kritikus HB Jasin sebagai "Paus Sastra Lampung" ini di Bandarlampung, Jumat, ke depan DKL perlu perubahan, sebab kalau tidak, berarti terjadi kemunduran.
        
Isbedy menyatakan, saat kepemimpinan DKL di tangan Iwan Nurdaya-Djafar dan dilanjutkan Syaiful Irba Tanpaka sebagai Ketua Harian DKL, organisasi seniman Lampung ini sudah maju dan diperhitungkan di tingkat nasional.
        
"Berbagai program berskala nasional pernah digelar, seperti Lampung Arts Festival atau LAF, Krakatau Award, dan lain-lain. Lalu transparansi anggaran setiap pleno pertama untuk menyusun program dilakukan. Tapi sekarang boleh dibilang tak ada lagi," katanya.
        
Dia mencontohkan, LAF dan Krakatau Award sudah tidak lagi dilaksanakan. Padahal, dua event ini mempertaruhkan nama DKL di kancah kesenian nasional. "Ini yang perlu dilakukan perubahan," kata Isbedy lagi.
        
Selain itu, ia berharap kepengurusan DKL mendatang mesti transparan dalam hal keuangan. "Transparansi anggaran amat penting, sehingga pengurus dan seniman di luar DKL bisa tahu berapa nominal yang diterima DKL dari pemerintah dan untuk kegiatan apa saja," ujar Isbedy lagi.
        
Transparansi ini, kata dia, untuk mengetahui besaran anggaran DKL tiap tahunnya. Jika dianggap kurang, tahun depan bisa diajukan lagi yang lebih besar lagi. "Kalau nominalnya saja tak pernah diberi tahu, kita tak bisa mengukur capaian keberhasilan dari program yang dilakukan," ujarnya.
        
Karena itu, Isbedy berharap, ke depan pengurus DKL harus berani memaparkan berapa besar anggaran yang diterima dari Pemerintah Provinsi Lampung. Dana yang ada itu baru dibagi untuk komite-komite (teater, sastra, musik, film, tari, tradisi) dan litbang, sekretariatan, insentif pengurus dan karyawan sekeretariat, dan lain-lain.
        
"Jadi, periode mendatang, siapa pun pengurus DKL harus siap melakukan perubahan, siap transparansi, dan menghidupkan kembali event-event berskala nasional. Terpenting lainnya adalah menggairahkan serta melahirkan bibit-biibit seniman di daerah ini," ujar Isbedy pula.
       
Dia menegaskan, untuk melakukan perubahan ini adalah tugas ketua harian dibantu sekretaris dan bendahara sebagai jembatan bagi pengurus lain kepada ketua umum yang selama ini adalah tokoh yang sibuk.
        
"Kita tak bisa meminta banyak pada ketua umum, karena kesibukannya di luar DKL. Ketua umum cenderung adalah tokoh yang dekat dengan kekuasaan atau penguasa," katanya lagi.
        
Menurut salah satu inisiator DKL ini,  sepatutnya organisasi kesenian yang berdiri pada 1993, sudah dewasa, sehingga DKL masih tetap dianggap sebagai katalisator dan fasilitator para seniman.
        
"DKL merupakan rumah atau payung seniman, dan perpanjangan tangan pemerintah bagi kemajuan kesenian di daerah ini," demikian Isbedy Stiawan ZS.