Syarief Hasan: Kredibilitas Indonesia Dipertaruhkan Hadapi MEA

id Kesiapan Indonesia Hadapi MEA

Syarief Hasan: Kredibilitas Indonesia Dipertaruhkan Hadapi MEA

Mantan Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan dalam Diskusi Publik Kesiapan Hadapi MEA, di Bandarlampung, Rabu (5/11). (FOTO: ANTARA Lampung/Budisantoso Budiman)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Mantan Menteri Koperasi dan UKM sekaligus Ketua Harian Partai Demokrat, Syariefuddin Hasan menegaskan bahwa kesiapan bangsa Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlakukan pada Desember 2015 menjadi pertaruhan kredibilitas bangsa ini di dunia internasional.

"Kredibilitas bangsa kita dipertaruhkan, sehingga harus benar-benar siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN itu dengan sebaik-baiknya," ujar Syarief Hasan, dalam Diskusi Publik Siapkah Lampung Menghadapi MEA yang diselenggarakan Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa Teknokra Universitas Lampung, di Bandarlampung, Rabu (5/11), dengan moderator Asrian Hendicaya.

Menurut Syarief, dengan dukungan pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi dan sektor usaha mikro, kecil dan menengah yang terus bertumbuh, didukung semua komponen masyarakat, diharapkan kesiapan Indonesia menghadapi MEA benar-benar seperti yang diharapkan.

Dalam dialog dihadiri sejumlah birokrat di Lampung, pelaku usaha, perwakilan petani, praktisi dan profesional serta para mahasiswa dan aktivis LSM itu, sejumlah mahasiswa masih mempertanyakan kesiapan Indonesia, termasuk daerah Lampung, dalam menghadapi MEA yang segera diberlakukan.

Sejumlah mahasiswa malah menyarankan agar Indonesia memperjuangkan penolakan atau penundaan penerapan MEA, mengingat kondisi dunia usaha maupun masyarakat yang dinilai belum siap sehingga dikhawatirkan hanya akan menjadi penonton atau sasaran pasar produk negara lain saat MEA diberlakukan.

Beberapa mahasiswa juga mempertanyakan upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah sejak rencana pemberlakuan MEA itu sebelumnya dinilai belum berjalan optimal, sehingga masih banyak pihak yang tak peduli atau kurang mengetahuinya. Dampaknya, Indonesia dinilai belum benar-benar siap menghadapi MEA tersebut.

Sarwo Edi, salah satu perwakilan petani yang hadir dalam diskusi itu, menegaskan bahwa dalam menghadapi MEA itu, "Dikatakan siap, ya siap. Tapi dikatakan belum, ya juga belum."

Dia menyatakan, kebanyakan petani yang diketahuinya ternyata belum memahami apa itu MEA atau pasar bersama ASEAN. Hal itu terjadi akibat keterbatasan sosialisasi dan komunikasi maupun informasi tentang MEA yang sampai kepada petani, katanya pula.

Ia menyebutkan, sejumlah kendala berat masih dihadapi para petani di Lampung, seperti akses modal ke perbankan yang masih sulit diperoleh, harga hasil pertanian yang merosot, kebijakan impor produk pertanian yang dapat merusak pasar dan merugikan petani di Indonesia, juga ketersediaan pupuk dan sarana produksi pertanian yang sulit diperoleh saat diperlukan oleh para petani.

"Pupuk yang katanya disubsidi oleh pemerintah untuk petani, kenyataannya justru sulit diperoleh saat para petani memerlukannya," ujar dia pula.

Namun menurut Asisten IV Setdaprov Lampung Hamartoni Ahadis, upaya pemerintah daerah untuk menyiapkan diri menghadapi MEA sejak awal sudah dijalankan.

"Seharusnya semua pemangku kepentingan siap menghadapi MEA pada saat diperlukan nanti," ujarnya lagi.

Ia pun membeberkan potensi dan keunggulan ekonomi dan produk pertanian maupun perkebunan daerah Lampung yang dapat menopang kesiapan daerah ini menghadapi MEA tersebut.

"Daerah Lampung semestinya harus siap menghadapi MEA, apalagi Pemprov Lampung bersama seluruh jajaran telah menjalankan kebijakan membangun semua sektor ekonomi di daerah ini," ujarnya lagi.

Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Dr Yoke Muelgini mengingatkan pula, jangan sampai bangsa Indonesia saat MEA diberlakukan hanya menjadi pasar bagi produk dari negara lain khususnya negara ASEAN.

"Indonesia ini diincar sebagai pasar produk negara lain di dunia ini, termasuk di kalangan negara ASEAN. Karena itu, semua pihak harus mendukung gerakan menggunakan produk dalam negara untuk menjadikan pasar bagi produk nasional di negeri sendiri," ujar Yoke pula.