Indonesia Berjuang Keras Kejar Tradisi Emas Asian Games

id asian games, medali,

Indonesia Berjuang Keras Kejar Tradisi Emas Asian Games

Asian Games 2014 ((www.beritasatu.com))

Incheon, (Antara Lampung) - Pesta akbar multievent empat tahunan Asian Games 2014 memasuki masa ketegangan karena masing-masing 45 negara peserta berjuang keras melalui atletnya untuk mengharumkan nama bangsa dan negara.

Begitu juga Indonesia yang menjadi salah satu negara peserta pada pesta olahraga antarbangsa se-Asia itu, saat ini sedang memasuki masa-masa ketegangan mengejar target medali emas yang telah dicanangkan di Tanah Aair.

Pada Asian Games di Incheon yang berlangsung hingga 4 Oktober itu,  kontingen Indonesia mengemban target yang cukup fantastis yakni sembilan medali emas sekaligus menempati peringkat 10.

Banyak kalangan menilai target yang diapungkan kontingen Merah Putih ini cukup berat karena selain lawan yang dihadapi tidak ringan, masa persiapan boleh dibilang seadanya.

Wailand Walalangi, mantan petenis nasional (spesialis ganda) menilai target sembilan medali emas itu tidak realistis. Dengan kondisi persiapan seadanya ditambah lawan yang dihadapi cukup berat, target sembilan medali emas itu bagaikan `"menggantang asap di langit".

Menurut Wailand, dari 23 cabang olahraga (cabor) yang diikuti Indonesia, secara faktual salah satunya bulu tangkis menjadi tumpuan. Itupun kalau kondisi dua pasangan Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir (ganda campuran) dan Muhammad Ahsan/Hendra Setiawan (ganda putra) dalam keadaan prima.

"Memang kita punya harapan di cabor boling yang pernah mendapatkan medali emas di Asian Games 2006, Doha, Qatar, dan karate (medali emas Asian Games 1998 dan 2002). Namun prestasi kedua cabor tersebut menjelang Incheon, tak ada yang istimewa. Jadi menjaga tradisi medali emas di Asian Games ini tidak semudah membalikkan telapak tangan," katanya.

Begitu juga kondisi cabor-cabor yang pernah berjaya di Asian Games, seperti tinju, balap sepeda, tenis. Prestasi ketiga cabor ini juga datar-datar saja. Sementara cabor lainnya,  taekwondo, panahan, renang, gulat, sepak takraw, berkuda dan rowing hanya sebatas diharapkan dapat medali kalau tak mau disebut sebagai pelengkap kontingen.

Sejak pertama kali ikut Asian Games pada 1951 di New Delhi India,  Indonesia baru mendapatkan medali emas pada 1962 ketika Asian Games berlangsung di Jakarta. Bahkan pencapaian di Asian Games 1962 tersebut cukup mencengangkan, 21 medali, 26 perak, 30 perunggu sekaligus menempati posisi kedua setelah Jepang.

Pemerhati olahraga nasional Eman Sumusi mengakui berat untuk mempertahankan tradisi medali emas di Asian Games Incheon ini. Dengan tidak bermaksud mematahkan semangat para atlet dan cabor yang kini sedang bertanding, Eman menilai target sembilan medali emas itu terlalu tinggi bahkan terkesan tidak realistis.

"Perkataan bijak mengatakan, kenali dirimu, kenali lawanmu, seribu kali berperang, seribu kali kita menang. Nah kita sudah mengenal kekuatan kita seperti apa, persiapannya bagaimana, sementara persiapan lawan kita jauh lebih baik, kondisi inilah yang semestinya membuat kita harus realistis dalam mematok target," kata Eman yang juga mantan atlet anggar nasional ini.

Eman juga sependapat dengan Wailand Walalangi.

Menurut dia, di Asian Games Incheon ini yang menjadi andalan utama mendapatkan medali emas adalah bulu tangkis karena prestasi cabang olahraga ini di level internasional masih konsisten.

Meski demikian, lanjut Eman, para atlet bulu tangkis Indonesia juga harus berjuang keras untuk mewujudkan target dua medali emas tersebut. Lawan yang dihadapi, tidak hanya Tiongkok, tuan rumah Korsel, Malaysia, negara lain seperti Jepang dan Thailand tidak bisa dianggap enteng.

Apa yang dikatakan Wailand dan Eman Sumusi memang bukan tanpa alasan. Bahkan bayang-bayang buruk di mana tim Indonesia akan pulang ke Tanah Air tanpa medali emas di Asian Games Incheon ini bukan tidak mungkin bakal terjadi.

Jika hasil akhir di Incheon benar-benar menjadi kenyataan itu artinya tradisi medali emas Asian Games putus sejak 1962. Pada Asian Games 1986 di Seoul, Korsel, kontingen Indonesia nyaris pulang tanpa medali emas. Beruntung, Indonesia masih punya pasangan Yayuk Basuki/Suzanna Anggarkusumah (tenis) yang menjadi penyelamat dengan merebut medali emas ganda putri.

Bulu tangkis juga berat

Mantan pebulu tangkis nasional Icuk Sugiarto menegaskan tim bulu tangkis  Indonesia butuh perjuangan berat untuk mewujudkan target dua medali emas pada Asian Games Incheon, Korsel, 19 September-4 Oktober  2014.

"Harapan tim bulu tangkis Indonesia untuk  mendapatkan medali emas memang cukup terbuka. Kita punya dua pasangan yang menjadi andalan yakni Hendra Setiawan/M.Akhsan (ganda putra) dan Ahmad Tontowi/Liliyana Natsir (ganda campuran).  Namun lawan yang mereka hadapi pun tak ringan terutama dari tuan rumah Korsel dan Tiongkok," kata Icuk Sugiarto.

Icuk yang juga peraih medali emas ganda putra Asian Games 1982 New Delhi India bersama pasangannya Christian Hadinata itu lebih jauh mengatakan, selain menghadapi lawan berat kondisi kedua pasangan  ini sedang dalam masa proses pemulihan pascacedera.

Akhsan dan Tontowi pada pertengahan Agustus lalu sama-sama mengalami cedera  yang memaksa mereka batal ikut kejuaraan dunia di Kopenhagen, Denmark.

"Kita semua berharap, baik Akhsan maupun Tontowi sudah dalam kondisi prima begitu mereka turun di medan laga. Dengan persaingan yang begitu ketat, kesiapan fisik dan mental tentu harus prima," tambahnya.

Juara dunia 1983 ini menilai selain Lee Chong Wei dari Malaysia, Lin Dan dan Chen Long (Tiongkok) tetap menjadi lawan terberat bagi pemain indonesia di Asian Games  Incheon nanti.

Terakhir pemain tunggal putra yang merebut medali emas Asian Games adalah Taufik Hidayat yakni pada 2006 di Doha, Qatar. Empat tahun  sebelumnya Taufik juga merebut medali emas di Asian Games 2002, Busan, Korsel.

Pada Asian Games 2010 di Guangzhou, Tiongkok, tim bulu tangkis Indonesia merebut satu medali emas melalui pasangan ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan yang di final mengalahkan jagoan Malaysia Koo Kien Keat/Tan Boon Heong.