Panglima TNI, Muhammadiyah Dan NU Bahas ISIS

id Panglima TNI, Muhammadiyah Dan NU Bahas ISIS, Negara Islam, Irak, Suriah, Syam, Radikal, perang, kekerasan, terlarang

Negara Islam yang memiliki penduduk muslim 100 persen pun akan berantakan jika tidak ada rasa nasionalisme."
Jakarta (Antara) - Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko bertemu dengan pengurus PP Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) serta ormas Islam lainnya membahas persoalan perkembangan kelompok radikal dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia.

Pada pertemuan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu pagi itu Jenderal Moeldoko mengatakan baru-baru ini bendera ISIS sudah berkibar di sejumlah tempat di Indonesia, seperti di Solo, Jambi, Pekanbaru dan Aceh Timur.

"Secara organisasi, ISIS memang belum hadir di Indonesia. Namun, semangat ISIS sudah bisa dirasakan di Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, TNI ingin mendengar masukan-masukan dari ormas Islam terkait keberadaan ISIS itu sendiri, sehingga kelahiran semangat ISIS dapat diantisipasi.

"Semangat NU dan Muhammadiyah yang memiliki cita rasa toleransi diharapkan dapat menghentikan paham seperti itu yang dapat mengancam persatuan Indonesia. Kita ingin kelahiran semangat ISIS bisa diantisipasi dan dapat memakamkan pemahaman tersebut agar tak berkembang di Indonesia," ujarnya.

Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI Mayjen TNI Ngakan Gede Sughiarta mengatakan silaturahim antara Panglima TNI dengan ormas Islam itu untuk membahas perkembangan kelompok-kelompok radikal yang ada di Indonesia.

"Silaturahmi ini untuk mengambil langkah penyelesaian agar kelompok radikal, termasuk ISIS tak berkembang lebih jauh," katanya.

Ia berharap dengan adanya silaturahim itu dapat mencegah perkembangan kelompok radikal yang dapat mengancam kedaulatan NKRI dan persatuan Indonesia.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan ISIS adalah produk lama, tetapi menggunakan merek baru. Jika pemahamannya diterapkan, maka dapat menimbulkan malapetaka di Indonesia.

"Dalam pemahaman saya gerakan ini (ISIS) adalah 'old product with new brand'. Produk lama merek baru. Ada kontinuitas perubahan yang terjadi. Ditarik ke radikalisme Islam," kata Din.

Ditegaskan, ISIS merupakan embrio fundamentalis Islam yang dapat menimbulkan malapetaka, pertentangan hingga pembunuhan. Semua akan dilakukan untuk mencapai tujuannya.

"Maka bagi kita, kalau tidak mampu dikelola dengan baik, akan terjadi pula pertumpahan darah. Termasuk juga bagi yang suka mengafirkan," ucapnya.

Ia mengatakan, Indonesia sejatinya Islam moderat dan modern. Ada faktor sejarah, sosiologis, dan geografis yang tidak bisa disamakan dengan gerakan ISIS di negara asalnya.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menuturkan masyarakat harus menyuburkan rasa nasionalisme dahulu, baru memperkuat pemahaman agama.

Dicontohkan, negara Islam yang benar-benar 100 persen penduduknya muslim pun, banyak yang berantakan, seperti yang terjadi di Somalia dan Afganistan. Semua terjadi karena tidak adanya rasa nasionalisme.

"Negara Islam yang memiliki penduduk muslim 100 persen pun akan berantakan jika tidak ada rasa nasionalisme," ucap Said.