Mantan Pejabat RSUD Bandarlampung Divonis Dua Tahun

id RSUD Tjokro, terdakwa, buang pasien, buang kakek, vonis, pengadilan negeri, sidang, kantor pengadilan

Terdakwa Heriyansyah divonis dua tahun penjara, karena bersalah sesuai pasal 306 ayat 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena telah menelantarkan pasien yang mengakibatkan kematian."
Bandarlampung, 7/7 (Antara Lampung) - Heriyansyah, mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian di Rumah Sakit Umum Daerah A Dadi Tjokrodipo (RSUD ADT) Kota Bandarlampung divonis dua tahun penjara, karena dinilai bersalah telah membuang pasien hingga meninggal dunia.

"Terdakwa Heriyansyah divonis dua tahun penjara, karena bersalah sesuai pasal 306 ayat 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena telah menelantarkan pasien yang mengakibatkan kematian," kata ketua majelis hakim Mulyanto, dalam sidang di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Senin.

Dia mengatakan, hal yang memberatkan terdakwa telah meresahkan masyarakat, karena menimbulkan rasa takut dan tidak nyaman bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan pengobatan serta perawatan yang layak.

Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum.

Atas putusan ini, baik terdakwa maupun jaksa masih pikir-pikir.

Sebelumnyaa, jaksa penuntut umum (JPU) Hartono menuntut terdakwa dengan penjara selama 22 bulan dikurangi masa tahanan yang telah dijalani, dengan perintah tetap ditahan.

Vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa Heriyanysah, berbeda dengan yang diterima oleh terdakwa Mahendri, mantan Kepala Ruangan E2 RSUD ADT divonis 22 bulan penjara sama dengan tuntutan yang diminta oleh JPU Fahruddin Syuralaga dengan pasal yang sama.

Berdasarkan dakwaan yang dibacakan JPU terungkap bahwa RSUD A Dadi Tjokrodipo pada Jumat (17/1) sekitar pukul 21.00 WIB menerima pasien bernama Suparman yang kemudian dirawat di Bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Berdasarkan diagnosa pasien mengalami Dehidrasi Low Intake atau kekurangan asupan makanan serta minuman dan infeksi bakteriil, lalu dirawat di ruang E2.

Selama perawatan di ruang E2 tersebut pasien sering mengamuk, berteriak-teriak, gelisah dan sulit diajak komunikasi.

Pada Senin (20/1) sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa Mahendri selaku Kepala Ruangan E2 menemui terdakwa Heriyansyah Kasubag Umum dan Kepegawaian RSUD ADT.

Heriyansyah kemudian memberikan perintah untuk membuang pasien bernama Suparman tersebut, tapi Mahendri perlu berkoordinasi dengan pihak keluarga pasien di Kelurahan Kota Karang Raya.

Pada Senin itu, sekitar pukul 14.00 WIB, Mahendri menemui saksi Andika, saksi Andi, dan saksi Adi meminta mereka untuk tidak pulang.

"Jangan pulang dulu kita akan membuang pasien yang tidak ada keluarganya di ruang E2," katanya.

Jaksa mengungkapkan, selain menyuruh ketiga orang tersebut pada pukul 15.30 WIB, saksi Mahendri juga menelpon terdakwa Muhaimin yang membawa mobil ambulans ke ruang rawat inap E2 dan menelepon saksi Rika untuk mengurus pasien tersebut.

Selanjutnya, saksi Muhaimin datang ke ruangan E2 dan melihat Mahendri serta Heriyansyah sedang berada di dalam ruangan.

Tidak lama kemudian keduanya keluar ruangan, saksi Mahendri berkata kepada Muhaimin bahwa akan membuang pasien gila di ruang E2 dan dijawab olehnya "Rumah sakit jiwa atau Depsos", yang dijawab oleh terdahkwa Heriyansyah "Dibuang".

"Mahendri meminta pertolongan siswa yang sedang praktik atau PKL yakni saksi Riko dan Roma, untuk memasukkan pasien itu ke dalam mobil ambulans," kata jaksa lagi.

Kemudian, saat pasien masuk, saksi Muhaimin bertanya kepada terdakwa Heriyansyah akan dibawa kemana pasien itu.

Heriyansyah menjawab letakkan saja di pasar atau tempat-tempat yang ramai.

"Saksi Muhaimin bersama dengan Rudi, Andi, Adi, Rika dan Andika pergi dari rumah sakit tersebut untuk membuang kakek Suparman ke sebuah gubuk di pinggir Jl Raden Imba Kesuma Kelurahan Sukadanaham Kecamatan Tanjungkarang Barat Bandarlampung," kata jaksa.

JPU melanjutkan, pada Selasa (21/1) pasien tersebut ditemukan warga dalam kondisi lemah dan tidak bisa bicara.

Dia lalu dibawa kembali ke RSUD ADT, namun dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah H Abdul Moeloek (RSUDAM), dan enam jam kemudian pasien tersebut meninggal di RSUDAM.

Kasus pembuangan kakek ini membesar melalui pemberitaan media massa.

Pada Rabu (22/1), Mahendri meminta saksi dr Pratia Megasari untuk untuk dibuatkan surat rujukan mundur, yakni sejak Senin (20/1) dengan alasan kelengkapan administrasi, karena pasien atas nama Suparman, telah dirujuk ke RS Jiwa Bandarlampung tanpa dilengkapi surat rujukan dari dokter.