Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung menolak pengesahan Rancangan Undang Undang Ormas dalam paripurna DPR di Jakarta, Selasa (2/7), karena RUU itu merupakan bentuk kemunduran demokrasi untuk membungkam masyarakat.
"Ini bagian dari serangkaian pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan berserikat yang dilakukan pemerintah, padahal sejak dulu persepsi atas keberadaan UU Ormas hanya sebagai alat kontrol dan tindakan represif bagi kebebasan berserikat dan berkumpul," kata Direktur LBH Bandarlampung, Wahrul Fauzi Silalahi, Selasa.
Menurut dia, intervensi pemerintah terhadap organisasi masyarakat akan membatasi peran dan fungsi kontrol yang dilakukan organisasi nonpemerintah atas kebijakan pemerintah.
Padahal, katanya, dalam sistem demokrasi itu, rakyat mempunyai legitimasi untuk melakukan kontrol atas kebijakan negara. Bukan malah sebaliknya, negara yang mengawasi rakyatnya.
Dia berpendapat, paradigma terbalik yang dijalankan negara tidak sejalan dengan prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik
Dalam RUU Ormas itu hanya "underbow" (organisasi sayap) parpol yang mendapatkan pengecualian.
Pihak DPR dan pemerintah beralasan UU Parpol sudah mengatur perihal organisasi sayap tersebut, sehingga tidak perlu mengatur organisasi "underbow" parpol.
Hal yang diatur dalam ketentuan itu pun, ujar Wahrul, sangat minim karena hanya menjelaskan parpol untuk membentuk organisasi, sedangkan pengaturan menyeluruh tidak ada.
Dia menyatakan, bila mengacu alasan pemerintah dan DPR, seharusnya yayasan mengacu UU Yayasan dan ormas mengatur statblad perkumpulan.
"Sayangnya hal tersebut tidak terjadi dan DPR sampai sekarang masih berkeinginan kuat untuk secepatnya mengesahkan RUU Ormas. Jika negara hendak mengatur organisasi masyarakat, aturlah dalam kerangka yang benar," katanya.
Ia menilai pernyataan pemerintah terkait pengakuan kontroversial atau masih adanya penolakan terhadap RUU Ormas dengan mempersilakan para pihak yang tidak setuju untuk melakukan "judicial review" justru mencerminkan tidak efektif dalam membentuk sebuah peraturan atau kebijakan yang mubazir dalam pengelolaan anggaran negara.
Ia mengingatkan pula bila pemerintah memahami bahwa RUU Ormas tersebut bertentangan dan tumpang tindih dengan undang-undang lainya, maka seharusnya pemerintah tidak meneruskan dengan memaksakan pengesahan RUU Ormas tersebut.
Karena itu, menurut dia, LBH Bandarlampung menolak pengesahan RUU Ormas serta mendesak UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas dicabut dan diganti UU Perkumpulan.
Apabila RUU Ormas tersebut dipaksakan untuk disahkan, maka LBH Bandarlampung dengan seluruh jaringan yang telah terbentuk di tingkat daerah maupun nasional siap untuk mengawal persoalan tersebut sampai pada peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Berita Terkait
Polda Lampung: Terjadi 63 kasus kecelakaan selama Ops Ketupat Krakatau
Jumat, 19 April 2024 16:09 Wib
Polda Lampung sebut sebanyak 918.143 pemilir menyeberang ke Jawa
Jumat, 19 April 2024 14:11 Wib
Pemkot Bandarlampung salurkan bantuan kepada 842 warga terdampak banjir
Kamis, 18 April 2024 19:54 Wib
Pemkot Bandarlampung: Uji tera di pasar untuk lindungi konsumen
Kamis, 18 April 2024 16:09 Wib
Bawaslu Lampung sebut lokus perkara PHPU ada di 10 TPS
Kamis, 18 April 2024 10:15 Wib
Kemenag Bandarlampung sebut manasik haji memperkuat pembekalan JCH
Rabu, 17 April 2024 18:15 Wib
DLH Bandarlampung gerak cepat atasi sampah selama Lebaran
Rabu, 17 April 2024 11:57 Wib
KAI Tanjungkarang Lampung catat penjualan 67.735 tiket selama arus mudik Lebaran
Selasa, 16 April 2024 10:00 Wib