Pohon Natal "Barang Bekas" Simbol Kasih Terhadap Alam

id Natal

Selain mengajak umat lebih peduli lingkungan, kegiatan ini dapat memberikan pengalaman iman bahwa hal yang kita anggap tidak berguna masih bisa memberikan suatu manfaat bagi orang lain,"
       Bandarlampung (ANTARA) - Perayaan Natal, bagi sebagian umat Kristiani, selalu identik dengan kebaruan, namun tidak demikian bagi sejumlah umat Katolik yang membuat pohon dan gua Natal dari berbagai barang bekas dan sampah.

        Ide untuk membuat ornamen khas Natal dari barang-barang bekas pakai memang sudah tidak asing sejak beberapa tahun terakhir. Hal itu didasari akan semangat umat Kristiani dalam berbagi kasih, selain kepada sesama juga kepada lingkungan.

        Sejumlah pengurus Gereja Katolik di Jakarta memanfaatkan barang bekas untuk dijadikan pohon Natal, gua Natal, dan berbagai ornamen khas Natal lain.

        Salah satunya adalah Gereja Katolik Santo Yohanes Bosco di Sunter, Jakarta Utara yang membuat sejumlah pohon Natal dari ribuan keping cakram padat "CD" bekas, plastik bekas bungkus minuman, kardus bekas, dan kertas "Houtvrij Schrijfpapier" atau HVS bekas.

        Jauh dari kesan megah memang, namun pohon natal itu tetap  menunjukkan kemeriahan dengan kilau sinar yang muncul dari kepingan-kepingan CD jika terkena sorot sinar lampu atau sinar matahari.

        Ide membuat pohon natal dari sejumlah barang bekas memang bukanlah yang pertama, namun bagi umat Gereja Katolik Yohanes Bosco Sunter, kegiatan membangun pohon natal dari 1.000 CD itu memberikan pengalaman iman tak terlupakan.

        "Selain mengajak umat lebih peduli lingkungan, kegiatan ini dapat memberikan pengalaman iman bahwa hal yang kita anggap tidak berguna masih bisa memberikan suatu manfaat bagi orang lain," kata salah satu pengurus Paroki Gereja Yohanes Bosco Sunter di bidang lingkungan hidup, Marcella di Jakarta.

        Persiapan pembuatan pohon Natal tersebut sudah dilakukan sejak empat bulan menjelang Desember, karena menurut para pengurus untuk mengumpulkan bahan-bahan pendukung tidaklah mudah.

        Akhirnya, terkumpullah ribuan keping CD yang masih bisa digunakan untuk menyusun pohon Natal.

        Pembuatan pohon Natal tersebut tidak hanya wujud kepedulian umat Gereja Yohanes Bosco terhadap lingkungan, tetapi juga mempererat kebersamaan dengan warga di sekitar Gereja.

        Dengan bantuan tenaga ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dari RT 01 Kelurahan Sunter Jaya, ribuan keping CD tersebut disulap menjadi meriah dengan hiasan bunga yang dibuat dari plastik bungkus minuman instan. Selain bantuan ibu-ibu PKK di lingkungan sekitar Gereja Yohanes Bosco, pembuatan kerangka pohon Natal melibatkan lebih dari 150 umat Gereja.

        Setelah kerangka pohon Natal setinggi empat meter dan berdiameter 2,08 meter itu terbentuk, seluruh umat Gereja diminta untuk berpartisipasi dengan mengkaitkan kepingan CD berbunga itu.

        "Setelah Misa Ekaristi mingguan, sejak pekan terakhir November itu, kami mempersilakan umat yang ingin memasang kepingan CD itu ke kerangka pohon Natal," tambah ibu rumah tangga yang bergabung menjadi pengurus Gereja sejak 2007 itu.

        Selain pohon Natal dari 1.000 keping CD bekas, pengurus Gereja juga membuat gua Natal, yang menjadi simbol tempat kelahiran Yesus Kristus, dari kardus bekas serta pohon Natal dari kertas HVS bekas pakai.

        Selain umat Gereja Yohanes Bosco Sunter, pembuatan pohon Natal dari barang tidak terpakai juga dilakukan oleh umat Katolik di Gereja Santa Theresia Menteng, Jakarta Pusat.

        Bahan yang dibuat untuk membuat pohon Natal di Gereja Theresia berasal dari botol dan gelas plastic bekas air minum, kardus bekas, kertas bekas dan stereofoa, sang sampah abadi.

        Berbeda dengan pengerjaan pohon Natal di Gereja Yohanes Bosco, pemasangan pohon Natal di Gereja Theresia hanya dilakukan oleh sepuluh kaum muda Katolik (mudika) Gereja selama tiga pekan.

        Pohon Natal dari sampah-sampah, yang sulit didaur ulang itu, berdiri setinggi 3,5 meter di dekat altar.

    
       Pohon Natal dan Lingkungan Hidup
       Kebiasaan memasang pohon Natal, yang biasanya menggunakan pohon cemara, dikenal pertama kali oleh warga Jerman pada abad ke-16. Sejak saat itu, warga Jerman yang berada di sejumlah negara lain mulai menggunakan dekorasi serupa pohon cemara sebagai hiasan Natal.

            Pohon cemara dinilai memiliki simbol kehidupan kekal, karena pada setiap musim salju hanya daun pohon cemara yang tidak rontok dan tetap hijau.

             Kini, pendayagunaan sampah dan barang bekas yang sering ditemui di lingkungan sekitar menjadi cermin dari tema Natal 2012, Allah Telah Mengasihi Kita.

        Tema Natal tersebut juga berkaitan dengan pesan pastoral Sidang Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2012, yang telah disampaikan oleh Ketua KWI Mgr. Ignatius Suharyo beberapa waktu lalu.

        Uskup Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) itu mengatakan bahwa wujud kasih Allah kepada manusia juga bisa dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan lingkungan sehingga dapat menciptakan kehidupan nyaman bagi sesama.

        "Ketika saya membuang sampah pada tempatnya, itu juga merupakan wujud kasih saya terhadap lingkungan sehingga orang lain tidak terpeleset," kata Mgr. Suharyo.

        Kondisi lingkungan alam yang semakin tidak dihiraukan oleh umat manusia menjadi perhatian penting dalam Natal kali ini.

        Manusia seringkali tidak peduli dan kurang bertanggungjawab terhadap sampah yang semakin hari semakin menumpuk.

        "Banyak orang yang memilih membayar petugas kebersihan daripada memikirkan bagaimana agar sampah-sampah itu terdaur ulang. Padahal mereka juga yang memproduksi sampah itu," kata salah satu pengurus Gereja Yohanes Bosco Kartini.

        Dengan keberadaan pohon-pohon Natal dari berbagai barang bekas dan sampah itu diharapkan dapat mengingatkan umat manusia bahwa seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah yang wajib dijaga dan dilestarikan.