Kenapa Siswa Sering Tawuran ?

id siswa

Kenapa Siswa Sering Tawuran ?

Siswa SMP dan murid SD pulang sekolah bersamaan. (Foto ANTARA/Hisar Sitanggang)

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Salah seorang pengamat masalah hukum dan sosial menyebutkan degradasi etika dan moralitas dalam kehidupan sosial menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi makin sering terjadi tawuran siswa sekolah.
        
"Pemerintah dan tenaga pengajar, juga orang tua, harus duduk bersama menyepakati pembenahan pola pendidikan agar generasi kita memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi zamannya," kata Guru Besar Fakultan Hukum Unila, Prof Dr Sunarto, saat diminta tanggapannya, di Bandarlampung, Senin.
         
Penurunan etika dan moralitas itu, menurutnya, disebabkan adanya perubahan nilai yang hilang dalam dunia pendidikan.                  
   
"Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat begitu pesat akibat   kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada benturan, nilai- nilai lama mulai memudar, sedangkan nilai-nilai baru sedang mencari bentuknya atau jati diri," tutur dia.
        
Kedua, kaum remaja dalam mencari identitas diri mudah sekali terpengaruh. Misalnya permainan game, biasanya remaja asyik dengan dunianya sendiri, dan tidak peka dengan lingkungan.
        
"Tayangan televisi dan film kekerasan, penayangan media massa tentang tawuran dan demo yang tidak disensor atau menunjukkan kebrutalan, juga menjadi contoh bagi perilaku remaja kita," katanya.
        
Ketiga, kurikulum pendidikan cara belajar siswa aktif yang membuat banyak remaja tidak mampu mengikutinya, sehingga menjadi frustasi dan mencari sensasi diri.
        
Keempat, nilai-nilai kebenaran dan hakikat hidup terkait budi pekerti tidak lagi diajarkan secara aktif dan efektif.
        
"Nilai-nilai ini hanya sebagai ilmu dan tidak meresap dalam perilaku," katanya.
        
Menurut dia, degradasi moral itu disebabkan hilangnya pola panutan atau idola bagi remaja.
        
Remaja hanya mengidola pada penyanyi dan group band, mereka kehilangan kepercayaan pada pemimpin, politisi, penegak hukum, tokoh, dosen, guru maupun orang tuanya sendiri.
        
"Terkadang para pejabat yang sudah jadi 'orang', suka memamerkan kejahilan dahulunya. Mereka suka bilang 'saya dulu juga nakal, tukang berkelahi, maling, tapi ya sukur bisa jadi begini," ujar Sunarto.  
   
Menurutnya, ucapan-ucapan  seperti itu membahayakan dan dapat dicontoh generasi muda.