Bandarlampung (ANTARA) - Praktisi Hukum BEI Law Firm, Yunizar Akbar mengkritisi adanya praktik pungutan liar (pungli) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA (Lapas) Kalianda yang sudah menjadi hal lumrah dan sulit untuk diberantas.

"Tidak hanya di Lapas saja, hampir semua instansi penegak hukum sudah pasti ada pungli. Dan ini oknum yang dengan merusak kepercayaan masyarakat," katanya di Bandarlampung, Sabtu.

Pernyataan itu ia sampaikan saat mengetahui adanya informasi dari sejumlah media terkait adanya Pungli yang ada di Lapas tersebut yang bermoduskan penitipan ponsel.

Dia juga mempertanyakan apakah kondisi tersebut bisa dapat selesai di masa mendatang atau justru bahkan bisa lebih subur.

"Faktanya yang saya baca selalu ada pemberitaan yang selalu buruk khususnya di pemasyarakatan. Entah apakah ini bisa selesai," kata dia.

Terkait hal tersebut, lanjut dia, dirinya meminta Kemenkumham Lampung agar dapat bertindak tegas dan melakukan evaluasi terhadap jajarannya di setiap UPT yang ada di Lampung.

"Kakanwil Kememkumham Lampung harus bertindak tegas, jika tidak maka akan selalu ada oknum-oknum yang merusak citra institusi itu sendiri. Jika perlu lakukan evaluasi, karena tentunya sebuah instansi tidak ingin rusak hanya karena sejumlah orang," kata dia lagi.

"Kepada Kalapasnya juga agar bertindak tegas dan cari tahu siapakah oknum itu. Jika sudah tau tinggal mengambil tindakan," katanya.

Sebelumnya, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, Kalianda, Lampung Selatan diduga terdapat praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pegawai setempat. Pungli yang dilakukan tersebut bermoduskan penarikan pembayaran penitipan ponsel di loker milik keluarga warga binaan saat hendak membesuk.

Adanya praktik pungli tersebut diungkap oleh keluarga warga binaan yang diketahui asal Sumatera Selatan saat dirinya hendak membesuk sanak familinya di Lapas Kalianda.

Pungli tersebut terkait pembayaran penitipan ponsel di sebuah loker sebesar Rp25 ribu milik keluarga warga binaan yang saat hendak membesuk.

Pewarta : Damiri
Editor : Agus Wira Sukarta
Copyright © ANTARA 2024