Jakarta (ANTARA) - Periset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan fenomena yang disebut sebagai "bulan kembar", yang belakangan ini ramai dibicarakan di media sosial.

Terdapat sejumlah masyarakat yang mengira bahwa fenomena tersebut adalah kejadian astronomis langka yang memperlihatkan dua bulan di langit secara bersamaan.

Namun, Thomas melalui keterangan di Jakarta, Rabu, menyebut istilah "bulan kembar" tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya tepat.

"Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi yang ukurannya besar dan terlihat dengan mata telanjang. Namun, pada periode tertentu, objek lain seperti asteroid dapat terperangkap dalam gravitasi Bumi dan sementara waktu mengelilingi Bumi. Objek ini sering disebut sebagai 'bulan mini' atau 'mini moon'," katanya.

Ia menegaskan satelit alami Bumi, yang dikenal sebagai Bulan, merupakan satu-satunya benda langit yang selalu terlihat mengelilingi planet ini.

Meski demikian, ia menyebut terdapat salah satu fenomena yang menarik perhatian para astronom, yakni adanya asteroid dengan kode "2024 PT5" berukuran sekitar 10 meter. Objek angkasa ini akan tertangkap oleh gravitasi Bumi dari 29 September hingga 25 November 2024.

"Ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan bulan, jadi tidak mungkin terlihat seperti bulan purnama yang kita lihat di langit. Orbitnya juga tidak berbentuk lingkaran sempurna, melainkan akan sempat dan hanya sekali mengelilingi Bumi sebelum akhirnya lepas kembali ke orbit asalnya mengelilingi Matahari," ujarnya.

Menurut Thomas, asteroid ini tidak menimbulkan ancaman bagi Bumi karena ukurannya yang kecil. Bahkan  jika memasuki atmosfer Bumi, ia akan terbakar dan kemungkinan sisanya jatuh di wilayah tanpa penduduk.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Periset BRIN jelaskan fenomena "bulan kembar" yang ramai dibicarakan

Pewarta : Sean Filo Muhamad
Editor : Satyagraha
Copyright © ANTARA 2024