Bandarlampung (ANTARA) - Ahli Hukum Pidana Unversitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa menilai penemuan bukti terbaru bisa mempercepat penanganan dugaan kasus biaya denda impor atau demurrage yang sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tentunya perolehan dan pengamanan bukti akan mempermudah kerja penegak hukum dalam menangani perkara ini," ujarnya dalam pernyataan di Bandarlampung, Kamis.

Menurut dia, percepatan penanganan kasus tersebut dapat memberikan kepastian terhadap penegakan hukum di Indonesia, termasuk pengadaan produk pangan yang melibatkan banyak rantai pasokan.

"Makin cepat suatu perkara ditangani maka akan makin baik. Terlebih terkait korupsi pengadaan produk pangan berlaku teori rantai pasok yang pasti melibatkan banyak pihak," ujarnya.

Eva pun tidak memungkiri skema pengawasan masih menjadi tantangan besar dalam pencegahan kasus korupsi di sektor pangan, mengingat pengadaan produk pangan mempunyai rantai pasokan dan pola yang berbeda-beda.

"Skema pengawasan menjadi tantangan besar dalam mencegah korupsi. Masing-masing komoditas punya rantai pasok yang berbeda tidak bisa disamakan polanya," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan seluruh kasus korupsi yang masuk mendapatkan perlakuan yang sama, termasuk laporan atas dugaan biaya denda impor atau demurrage yang sempat dilaporkan beberapa waktu lalu.

"Secara umum periode penanganan perkara di penyelidikan dapat diputuskan dilanjut ke penyidikan," katanya.

Meski demikian, menurut dia, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
 

Pewarta : Satyagraha
Editor : Agus Wira Sukarta
Copyright © ANTARA 2024