Bandarlampung (ANTARA) - Eks Komisioner KPK Haryono Umar mengingatkan pentingnya penyelesaian dugaan kasus demurrage impor beras yang berpotensi merugikan keuangan negara karena menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia.
"KPK harus menindaklanjuti kasus ini, karena ini menyangkut hajat hidup rakyat," kata Haryono dalam pernyataan di Bandarlampung, Sabtu.
Ia pun mengharapkan penanganan kasus pengadaan impor beras itu dilakukan secara menyeluruh mengingat kasus korupsi dalam berbagai bidang, termasuk pangan, saat ini sudah semakin canggih.
"Sebetulnya pemerintah sudah membangun zona integritas, tapi sepertinya yang korupsi lebih canggih," ujar Komisioner KPK periode 2007-2011 ini.
Haryono juga menyakini penindakan dan penyelesaian kasus ini bukan hal yang sulit dilakukan, karena aparat penegak hukum bisa mulai mengumpulkan barang dan alat bukti dengan memadai.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog
"KPK harus menindaklanjuti kasus ini, karena ini menyangkut hajat hidup rakyat," kata Haryono dalam pernyataan di Bandarlampung, Sabtu.
Ia pun mengharapkan penanganan kasus pengadaan impor beras itu dilakukan secara menyeluruh mengingat kasus korupsi dalam berbagai bidang, termasuk pangan, saat ini sudah semakin canggih.
"Sebetulnya pemerintah sudah membangun zona integritas, tapi sepertinya yang korupsi lebih canggih," ujar Komisioner KPK periode 2007-2011 ini.
Haryono juga menyakini penindakan dan penyelesaian kasus ini bukan hal yang sulit dilakukan, karena aparat penegak hukum bisa mulai mengumpulkan barang dan alat bukti dengan memadai.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog