Bandarlampung (ANTARA) - Permainan tradisional panjat pinang mengajarkan pentingnya bekerja sama dan saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Permainan ini dikenal di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.

Di Kabupaten Lampung Barat khususnya, masyarakat pada awal bulan Syawal menggelar pesta budaya tahunan Sekura Cakak Buah atau panjat pinang. Uniknya, panjat pinang di sini dilakukan dengan peserta yang semua mengenakan topeng berkarakter khusus.

Pesta budaya ini memang dikolaborasikan dengan tradisi Sekura atau pesta topeng. Festival ini menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya tradisional serta menjadi wujud upaya menciptakan kerukunan antarmasyarakat Lampung.

Tahun ini, Sekura Cakak Buah digelar mulai tanggal dua Syawal 1445 Hijriah atau pada Kamis (11/4) hingga enam Syawal 1445 H pada Senin (15/4). Pesta budaya ini dilakukan secara bergantian dari satu pekon (desa) ke desa lain.

Suasana rukun antarmasyarakat desa yang terjalin dengan baik dalam wadah pelestarian budaya nenek moyang tersebut telah terasa kuat bahkan jauh sebelum kegiatan dimulai di masa persiapan acara.

Budaya gotong royong atau "Sakai Sambayan" dalam menyiapkan kegiatan tersebut terlihat saat masyarakat mulai mencari pohon pinang dan bambu yang merupakan hasil donasi dari warga yang memiliki tanaman tersebut di kebun.

Setelah itu kaum pria itu melanjutkan aktivitas dengan membersihkan batang bambu serta pinang dengan amplas secara bergantian untuk pelaksanaan cakak buah hingga larut malam, sembari menyiapkan rangka tempat menggantung beragam hadiah di pucuk batang pinang. Semua itu mereka kerjakan dengan semangat membara di tengah udara yang semakin dingin mencapai 19 derajat Celcius karena desa tersebut  berada di daerah pegunungan.

Di malam hari menjelang pelaksanaan pesta budaya khas masyarakat Lampung Barat itu, para mekhanai atau pemudi dan para ibu akan menyiapkan berbagai hadiah yang telah dibeli di pasar dari hasil pengumpulan biaya swadaya masyarakat pekon di depan halaman rumah yang biasanya digunakan untuk menjemur biji kopi di siang hari, sambil bercengkrama dan menyiapkan Selindang Miwang untuk dikenakan esok hari.

Beberapa hari sebelumnya para pemuda yang tengah libur sekolah ataupun bekerja dengan sukarela menjadi panitia menyiapkan panggung, menata lokasi bagi tempat berjualan pedagang musiman, sekaligus membuat topeng dari koran ataupun bahan bekas lainnya untuk dikenakan, sembari menikmati kopi dan lemang bakar di malam hari buatan para ibu untuk menghangatkan diri.

Warga desa berbagi tugas. Kaum pria sebagian akan mengatur lalulintas, lalu ada yang bertugas menegakkan batang pinang, ada yang memandu kedatangan rombongan masyarakat pekon tetangga yang berkonvoi datang ke desanya dengan atribut Sekura. Dan ada juga para pemudi yang bertugas membersihkan lokasi setelah acara usai.
 

 
Warga di Pekon Balak Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat dengan menggunakan Sekura Kamak atau karakter topeng jelek dan kotor dalam Pesta Budaya Sekura Cakak Buah. Lampung Barat, Minggu (14/4/2024). ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.
 


Pesta topeng

Sekura atau Sakukha berasal dari Bahasa Lampung yang berarti penutup wajah, dengan bentuk topeng yang memiliki beragam karakter seperti Sekura Betik atau Helau yang merupakan penggambaran dari seseorang dengan penampilan helau (indah). Biasanya karakter ini mengenakan kacamata berlensa gelap, kain panjang yang menjuntai di pinggang, menyilang di dada dan penutup kepala dari Selindang Miwang kain khas Lampung Barat yang terbebat di kepala ditambah songkok Tapis Lampung. Dan karakter ini tidak diperkenankan ikut memanjat pinang sebab memiliki sifat yang bersih dan tampan bagaikan bangsawan.

Karakter Sekura lain adalah Jahal yaitu topeng dengan karakter jenaka dan suka menghibur masyarakat yang menonton dengan topeng-topeng bermuka lucu dengan muka dan mata yang tidak simetris, berdandan layaknya badut, banyak diantaranya membawa alat musik untuk bernyanyi lagu daerah sembari berkeliling dari rumah ke rumah untuk menghibur warga.

Kemudian karakter Sekura yang terakhir adalah Sekura Kamak atau berarti kotor, karakter ini memiliki ciri khas menggunakan topeng kayu ataupun dari berbagai bahan lainnya dengan bentuk yang buruk rupa, seperti memiliki gigi taring, rambut panjang dari ijuk ataupun tali rafia, dan melilitkan berbagai dahan tumbuhan di tubuh penggunanya.

Disini Sekura Kamak akan bertugas untuk memanjat pohon pinang secara berkelompok dengan “beguai jejama” atau saling bekerjasama menghabiskan hadiah yang tergantung.

Cakak buah hanya boleh dilakukan oleh pengguna Sekura Kamak sebab memiliki sifat yang suka berkotor-kotor terkena tanah ataupun oli di pohon pinang, sedangkan pengguna Sekura Betik dan Sekura Jahal akan menonton di sekitar cakak buah.

Dalam pelaksanaan Pesta Budaya Sekura Cakak Buah ini semua warga diharuskan menggunakan topeng, baik itu dengan karakter Sekura Kamak, Sekura Betik, ataupun Sekura Jahal. Dan yang membedakan dari panjat pinang pada umumnya Sekura Cakak Buah ini para pemanjat batang pinang akan tetap menggunakan topeng Sekura Kamak saat memanjat hingga mencapai puncak tanpa memperlihatkan identitas mereka.
 

Menyamarkan identitas


Bila menengok sejarah di masa lalu, tradisi Sekura telah dilakukan sejak adanya Kerajaan Sekala Bekhak. Awalnya topeng dikenakan untuk menyamarkan identitas masyarakat saat perang akibat adanya perselisihan antar masyarakat kerajaan yang masih menganut ajaran animisme dan dinamisme atas masuknya ajaran Islam ke kerajaan itu.

Pada masa itu penguasa kerajaan khawatir akan penyebaran agama Islam di wilayahnya, sehingga terjadilah peperangan antara warga pengikut penguasa kerajaan yang masih menganut kepercayaan animisme dinamisme dengan warga yang telah memeluk agama Islam.

Akan tetapi karena ternyata kedua belah pihak masih memiliki ikatan persaudaraan, maka saat perang warga mengenakan Sekura sebagai penutup identitas sehingga tidak ada keraguan untuk saling menyerang.

Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini mengalami pergeseran makna, dari sebelumnya sebagai alat penyamaran identitas diri untuk berperang, kini digunakan untuk merayakan sukacita dan kebersamaan setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan.

Bahkan sebaliknya kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi antardesa, masyarakat akan saling bergantian mengunjungi desa penyelenggara Sekura dengan kendaraan roda dua ataupun mobil bak terbuka untuk berdendang bersama menyanyikan lagu Lampung serta menyaksikan cakak buah.

"Kegiatan Sekura ini sudah dilakukan sejak Kerajaan Sekala Bekhak dan memang cuma ada di Lampung Barat, tetapi setelah berganti menjadi Kerajaan Paksi Pak Sekala Bekhak pemaknaan Sekura berubah dari bentuk perlawanan menjadi sebuah kegiatan syukuran atas mampunya kita menahan hawa nafsu di Ramadhan dan kita bisa bersilaturahmi dengan pekon sekitar," ujar Ketua Dewan Sekura Pekon Balak, Ruskan Gelar Rajabatin yang juga tengah bersiap mengenakan Sekura untuk ikut serta memeriahkan pesta budaya itu.

Dia melanjutkan pelaksanaan Sekura ini menjadi agenda rutin masyarakat setempat, dimana warga desa terutama muda-mudi dan anak-anak akan berkumpul sejak pagi hari berdandan menggunakan topeng berjalan berbaris menggendong berbagai dahan tanaman, berkeliling kampung sekitar saling menyapa serta bermaaf-maafan. Bahkan biasanya para pedagang di pasar dadakan di desa setempat pun akan menjajakan dagangannya dengan mengenakan Sekura (topeng).

Di acara puncak pemandangan sembilan batang pinang dengan hadiah yang bergelantung di depan rumah panggung berdinding kayu khas warga Lampung Barat, dan masyarakat pekon yang berdiri di depan rumahnya pun telah siap menyambut si Sekura Kamak untuk menaiki dan mengambil berbagai hadiah tersebut setelah warga selesai bersilaturahmi dan berdendang bersama di panggung hiburan.

Ini menjadi penanda pesta budaya Sekura telah usai di pekon penyelenggara untuk berpindah ke pekon selanjutnya.

Riski, seorang warga yang terlibat dalam pesta budaya tersebut mengatakan kegiatan yang dilakukan setiap tahun itu menjadi wujud upaya menjaga kerukunan antarmasyarakat desa sekaligus menjaga tradisi dan memperkenalkannya kepada generasi muda agar tradisi itu terus dilaksanakan dan tidak termakan zaman.

"Di pelaksanaan Sekura ini jadi saling mengenal antar warga pekon karena mungkin banyak yang merantau kerja atau sekolah keluar daerah, dan anak mudanya bisa melestarikan tradisi dan budaya sebab yang jadi panitia pun anak-anak muda. Bahkan Sekura ini bisa menarik wisatawan juga," ujar dia.

Pesta budaya Sekura Cakak Buah yang tahun ini dilaksanakan di 24 pekon telah masuk dalam kalender wisata daerah Provinsi Lampung 2024 dan kalender wisata nasional 2024 bersama Festival Sekala Bekhak yang akan dilaksanakan beberapa bulan mendatang. Pelaksanaan Sekura Cakak Buah di 24 pekon itu tidak dilakukan secara bersamaan melainkan dilakukan secara bergantian.

Selain menjadi ajang pesta rakyat, pelestarian tradisi, Sekura Cakak Buah ini juga dapat menjadi daya tarik wisata untuk menarik kunjungan wisatawan sehingga bisa meningkatkan pariwisata serta perekonomian daerah.

Hal itu pun sejalan dengan rencana pengembangan sektor pariwisata Provinsi Lampung oleh Pemerintah Provinsi Lampung untuk menjadikan Lampung sebagai bumi event, dengan memperbanyak kegiatan pariwisata baik berbentuk kegiatan pelestarian tradisi ataupun kegiatan kepariwisataan lainnya.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sekura Cakak Buah wujud pelestarian budaya dan kerukunan

Pewarta : Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024