Jakarta (ANTARA) - Piala Dunia U-17 Indonesia 2023 memasuki babak semi final. Noach Darvich dan Claudio Echeverri adalah dua playmaker yang tampil cemerlang selama Piala Dunia U-17 Indonesia 2023.
Kecemerlangan mereka tak terlalu mengejutkan, mengingat, baik Darvich maupun Echeverri
memang sering disebut "wonderkid" atau anak ajaib dalam sepak bola dunia saat ini.
Mereka sama-sama menjadi kapten untuk timnya. Kalau Darvich untuk Jerman U-17, maka Echeverri bermain untuk Argentina U-17.
Pertemuan Jerman U-17 dengan Argentina U-17 dalam semifinal Piala Dunia U17 2023 esok sore pun menjadi menjadi pembuktian untuk siapa yang lebih baik, apakah Darvich si anak Barcelona, atau Echeverri si anak River Plate yang kini dijuluki "Lionel Messi Baru".
Namun, cara tim mereka lolos ke empat besar berbeda sekali. Argentina lebih meyakinkan ketimbang Jerman. Argentina lolos sebagai tim yang lebih mendikte lawan, sedangkan Jerman justru didikte lawan.
Argentina menciptakan tiga gol indah ke gawang Brazil yang semuanya diborong Echeverri, sedangkan Jerman diselamatkan oleh gol dari titik penalti yang dicetak pemain depan Borussia Dortmund, Paris Brunner.
Hanya Max Schmitt pemain Jerman yang menonjol dalam laga perempatfinal melawan Spanyol, berkat 23 kali menghalau serangan Spanyol.
Sebaliknya, ada tiga pemain Argentina yang menonjol ketika mengubur mimpi Brazil menjadi juara dunia U17 kelima kalinya. Ketiganya adalah Echeverri, bek kanan Dylan Gorosito, dan pemain sayap Santiago Lopez.
Echeverri tak hanya menciptakan hattrick, tapi juga membuat enam peluang gol dan melepaskan enam umpan silang.
Akan halnya Santiago Lopez, dia menjadi pemain tercepat dalam laga itu dan dengan kecepatannya dia mengobrak-abrik pertahanan Brazil.
Lopez menjadi pemain terbanyak melakukan sprint, sebanyak 72 kali. Dia juga pemain paling efektif dalam meneruskan bola dari lini belakang ke sektor tengah Argentina.
Namun, daya ledak Lopez tak mungkin muncul tanpa andil bek kanan Dylan Gorosito yang sewaktu melawan Brazil menjadi pemain Argentina yang paling banyak mengirimkan umpan dan paling sering menembus lawan.
Jika melihat hasil pertandingan perempatfinal dan grafik permainan sejak fase grup, Argentina menjadi tim yang terus berkembang sehingga lebih difavoritkan menang dalam laga semifinal Selasa sore itu.
Tapi, fokus menjaga permainan tetap solid dan klinis dari sesedikit apa pun peluang yang tercipta, acap menentukan siapa yang memenangkan pertandingan. Jerman lebih merupakan tim sejenis ini.
Sejauh ini taktik Jerman dalam menyerap energi dan sabar menunggu lawan melakukan kesalahan, cukup efektif. Mereka menaklukkan Meksiko 3-1, menghentikan Amerika Serikat 3-2, dan melenyapkan Spanyol 1-0.
Butuh lebih dari sekadar teknik untuk melumpuhkan permainan kolektif Jerman.
Namun demikian, Argentina juga tim yang lengkap, yang kuat dalam bertahan dan menyerang, serta bagus secara teknis.
Lain dari itu, Argentina selalu menemukan cara ketika kesulitan menembus lawan, karena kreativitas pemain-pemainnya.
Brazil saja kecele karena menyangka Argentina bertumpu pada ujung tombak Agustin Ruberto. Padahal, Argentina memiliki pelapis tak kalah maut dari Ruberto pada diri Echeverri.
Kreativitas itu pula yang membuat grafik permainan Argentina terus menanjak sejak digulingkan Senegal 1-2 dalam pertandingan pertama fase grup.
Perjalanan mereka mirip dengan senior mereka dalam Piala Dunia Qatar 2022 yang setelah dijungkalkan Arab Saudi, malah berubah menjadi tim menyeramkan yang akhirnya menjadi juara dunia.
Setelah menyerah 1-2 kepada Senegal, Argentina U-17 selalu menang dalam skor besar, bahkan tiga laga terakhir mereka lalui tanpa kebobolan satu pun gol.
Mereka menang 3-1 atas Jepang, 4-0 atas Polandia, 5-0 dari Venezuela, dan 3-0 dari juara bertahan Brazil.
Pencapaian itu membuat Argentina kian yakin bisa menyandingkan sukses Piala Dunia Qatar 2022 dengan sukses Piala Dunia U-17.
Namun, sepak bola kadang bukan perkara matematis dan Jerman adalah tim yang acap mementahkan kalkulasi, seperti saat mereka menyingkirkan Spanyol yang menjadi tim paling menyerang selama Piala Dunia U-17 2023.
Jerman juga satu-satunya semifinalis yang selalu menang dalam waktu normal. Mereka menang 3-1 atas Meksiko, 3-1 dari Selandia Baru, 3-0 melawan Venezuela, 3-2 saat memukul Amerika Serikat, dan 1-0 atas Spanyol.
Melihat statistik itu, tak ada alasan untuk cepat-cepat menyatakan Jerman tak akan bisa mengalahkan Argentina.
Argentina juga akan mendapati lawan yang memiliki "fighting spirit" lebih hebat ketimbang Brazil yang jatuh mental begitu dibobol Echeverri.
Jerman hampir dipaksa bermain adu penalti oleh Amerika Serikat pada 16 besar, sebelum Bilal Yalcinkaya memastikan kemenangan Jerman pada menit 87 yang menjadi bukti untuk semangat bertempur mereka yang tak pernah padam.
Selain itu, Jerman juga berambisi menyandingkan gelar juara Euro U-17 2023 dengan predikat juara Piala Dunia U-17 2023. Tekad itu bisa menjadi motivasi tambahan untuk mengalahkan Argentina.
Lantas, seperti apa starting line up kedua tim?
Pelatih Argentina Diego Placente sepertinya tak akan banyak merombak tim yang berhasil menaklukkan Brazil.
Dia akan tetap memasang empat bek, tiga gelandang bertahan, tiga gelandang serang, dan seorang stiker dalam formasi 4-2-3-1.
Dalam pola ini, Jeremias Florentin sang penjaga gawang kembali dilindungi oleh duet Tobias Palacio dan Juan Gimenez di jantung pertahanan.
Ketiganya diapit oleh dua bek sayap, Octavio Ontivero dan Dylan Gorosito, yang rajin membantu serangan.
Di tengah, Placente mungkin memasangkan kembali Mariano Gerez dan Valentina Acuna sebagai poros permainan.
Echeverri kembali berada tepat di belakang Agustin Ruberto yang menjadi ujung tombak serangan. Sang kapten membentuk trisula serangan bersama Ian Subiabre di sayap kiri dan Santiago Lopez di kanan.
Jerman juga kemungkinan tetap memasang formasi 4-2-3-1 yang telah memberikan lima kemenangan dan menciptakan keseimbangan di semua lini.
Tapi pelatih Christian Wueck mungkin mesti mengganti satu dua starter, termasuk Almugera Kabar yang mengisi sayap kiri pertahanan, dengan Winner Osawe.
Osawe sendiri akan berduet dengan Eric Da Silva Moreira di sayap kanan pertahanan, untuk mengapit dua bek tengah Dabid Odogu dan Finn Jeltsch yang menjadi palang pintu untuk kiper Max Schmitt.
Wueck juga akan mempertahankan dua gelandang Maximilian Hennig dan Fayssal Harchaoui, di poros tengah.
Noach Darvich kembali berada di tengah antara Paris Brunner di sayap kiri serangan, dan Charles Herrmann di sayap kanan, sedangkan Max Moerstedt menjadi ujung tombak serangan.
Dengan demikian, laga ini menjadi pembuktian mengenai keandalan Darvich dan Echeverri sebagai playmaker yang sama-sama berperan sebagai striker kedua.
Argentina mungkin akan lebih menekan ketimbang Jerman, tapi kali ini mereka akan bekerja lebih keras. Untuk itu, pertandingan ini bakal berjalan alot.
Pemenang laga ini akan menghadapi Prancis atau Mali dalam final di Solo pada 2 Desember.
Kecemerlangan mereka tak terlalu mengejutkan, mengingat, baik Darvich maupun Echeverri
memang sering disebut "wonderkid" atau anak ajaib dalam sepak bola dunia saat ini.
Mereka sama-sama menjadi kapten untuk timnya. Kalau Darvich untuk Jerman U-17, maka Echeverri bermain untuk Argentina U-17.
Pertemuan Jerman U-17 dengan Argentina U-17 dalam semifinal Piala Dunia U17 2023 esok sore pun menjadi menjadi pembuktian untuk siapa yang lebih baik, apakah Darvich si anak Barcelona, atau Echeverri si anak River Plate yang kini dijuluki "Lionel Messi Baru".
Namun, cara tim mereka lolos ke empat besar berbeda sekali. Argentina lebih meyakinkan ketimbang Jerman. Argentina lolos sebagai tim yang lebih mendikte lawan, sedangkan Jerman justru didikte lawan.
Argentina menciptakan tiga gol indah ke gawang Brazil yang semuanya diborong Echeverri, sedangkan Jerman diselamatkan oleh gol dari titik penalti yang dicetak pemain depan Borussia Dortmund, Paris Brunner.
Hanya Max Schmitt pemain Jerman yang menonjol dalam laga perempatfinal melawan Spanyol, berkat 23 kali menghalau serangan Spanyol.
Sebaliknya, ada tiga pemain Argentina yang menonjol ketika mengubur mimpi Brazil menjadi juara dunia U17 kelima kalinya. Ketiganya adalah Echeverri, bek kanan Dylan Gorosito, dan pemain sayap Santiago Lopez.
Echeverri tak hanya menciptakan hattrick, tapi juga membuat enam peluang gol dan melepaskan enam umpan silang.
Akan halnya Santiago Lopez, dia menjadi pemain tercepat dalam laga itu dan dengan kecepatannya dia mengobrak-abrik pertahanan Brazil.
Lopez menjadi pemain terbanyak melakukan sprint, sebanyak 72 kali. Dia juga pemain paling efektif dalam meneruskan bola dari lini belakang ke sektor tengah Argentina.
Namun, daya ledak Lopez tak mungkin muncul tanpa andil bek kanan Dylan Gorosito yang sewaktu melawan Brazil menjadi pemain Argentina yang paling banyak mengirimkan umpan dan paling sering menembus lawan.
Jika melihat hasil pertandingan perempatfinal dan grafik permainan sejak fase grup, Argentina menjadi tim yang terus berkembang sehingga lebih difavoritkan menang dalam laga semifinal Selasa sore itu.
Tapi, fokus menjaga permainan tetap solid dan klinis dari sesedikit apa pun peluang yang tercipta, acap menentukan siapa yang memenangkan pertandingan. Jerman lebih merupakan tim sejenis ini.
Sejauh ini taktik Jerman dalam menyerap energi dan sabar menunggu lawan melakukan kesalahan, cukup efektif. Mereka menaklukkan Meksiko 3-1, menghentikan Amerika Serikat 3-2, dan melenyapkan Spanyol 1-0.
Butuh lebih dari sekadar teknik untuk melumpuhkan permainan kolektif Jerman.
Namun demikian, Argentina juga tim yang lengkap, yang kuat dalam bertahan dan menyerang, serta bagus secara teknis.
Lain dari itu, Argentina selalu menemukan cara ketika kesulitan menembus lawan, karena kreativitas pemain-pemainnya.
Brazil saja kecele karena menyangka Argentina bertumpu pada ujung tombak Agustin Ruberto. Padahal, Argentina memiliki pelapis tak kalah maut dari Ruberto pada diri Echeverri.
Kreativitas itu pula yang membuat grafik permainan Argentina terus menanjak sejak digulingkan Senegal 1-2 dalam pertandingan pertama fase grup.
Perjalanan mereka mirip dengan senior mereka dalam Piala Dunia Qatar 2022 yang setelah dijungkalkan Arab Saudi, malah berubah menjadi tim menyeramkan yang akhirnya menjadi juara dunia.
Setelah menyerah 1-2 kepada Senegal, Argentina U-17 selalu menang dalam skor besar, bahkan tiga laga terakhir mereka lalui tanpa kebobolan satu pun gol.
Mereka menang 3-1 atas Jepang, 4-0 atas Polandia, 5-0 dari Venezuela, dan 3-0 dari juara bertahan Brazil.
Pencapaian itu membuat Argentina kian yakin bisa menyandingkan sukses Piala Dunia Qatar 2022 dengan sukses Piala Dunia U-17.
Namun, sepak bola kadang bukan perkara matematis dan Jerman adalah tim yang acap mementahkan kalkulasi, seperti saat mereka menyingkirkan Spanyol yang menjadi tim paling menyerang selama Piala Dunia U-17 2023.
Jerman juga satu-satunya semifinalis yang selalu menang dalam waktu normal. Mereka menang 3-1 atas Meksiko, 3-1 dari Selandia Baru, 3-0 melawan Venezuela, 3-2 saat memukul Amerika Serikat, dan 1-0 atas Spanyol.
Melihat statistik itu, tak ada alasan untuk cepat-cepat menyatakan Jerman tak akan bisa mengalahkan Argentina.
Argentina juga akan mendapati lawan yang memiliki "fighting spirit" lebih hebat ketimbang Brazil yang jatuh mental begitu dibobol Echeverri.
Jerman hampir dipaksa bermain adu penalti oleh Amerika Serikat pada 16 besar, sebelum Bilal Yalcinkaya memastikan kemenangan Jerman pada menit 87 yang menjadi bukti untuk semangat bertempur mereka yang tak pernah padam.
Selain itu, Jerman juga berambisi menyandingkan gelar juara Euro U-17 2023 dengan predikat juara Piala Dunia U-17 2023. Tekad itu bisa menjadi motivasi tambahan untuk mengalahkan Argentina.
Lantas, seperti apa starting line up kedua tim?
Pelatih Argentina Diego Placente sepertinya tak akan banyak merombak tim yang berhasil menaklukkan Brazil.
Dia akan tetap memasang empat bek, tiga gelandang bertahan, tiga gelandang serang, dan seorang stiker dalam formasi 4-2-3-1.
Dalam pola ini, Jeremias Florentin sang penjaga gawang kembali dilindungi oleh duet Tobias Palacio dan Juan Gimenez di jantung pertahanan.
Ketiganya diapit oleh dua bek sayap, Octavio Ontivero dan Dylan Gorosito, yang rajin membantu serangan.
Di tengah, Placente mungkin memasangkan kembali Mariano Gerez dan Valentina Acuna sebagai poros permainan.
Echeverri kembali berada tepat di belakang Agustin Ruberto yang menjadi ujung tombak serangan. Sang kapten membentuk trisula serangan bersama Ian Subiabre di sayap kiri dan Santiago Lopez di kanan.
Jerman juga kemungkinan tetap memasang formasi 4-2-3-1 yang telah memberikan lima kemenangan dan menciptakan keseimbangan di semua lini.
Tapi pelatih Christian Wueck mungkin mesti mengganti satu dua starter, termasuk Almugera Kabar yang mengisi sayap kiri pertahanan, dengan Winner Osawe.
Osawe sendiri akan berduet dengan Eric Da Silva Moreira di sayap kanan pertahanan, untuk mengapit dua bek tengah Dabid Odogu dan Finn Jeltsch yang menjadi palang pintu untuk kiper Max Schmitt.
Wueck juga akan mempertahankan dua gelandang Maximilian Hennig dan Fayssal Harchaoui, di poros tengah.
Noach Darvich kembali berada di tengah antara Paris Brunner di sayap kiri serangan, dan Charles Herrmann di sayap kanan, sedangkan Max Moerstedt menjadi ujung tombak serangan.
Dengan demikian, laga ini menjadi pembuktian mengenai keandalan Darvich dan Echeverri sebagai playmaker yang sama-sama berperan sebagai striker kedua.
Argentina mungkin akan lebih menekan ketimbang Jerman, tapi kali ini mereka akan bekerja lebih keras. Untuk itu, pertandingan ini bakal berjalan alot.
Pemenang laga ini akan menghadapi Prancis atau Mali dalam final di Solo pada 2 Desember.