Bandarlampung (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Lampung, Kombes Pol Reynoald Hutagalung mengatakan ada enam tersangka yang ditangkap terkait tindak pidana pemalsuan dokumen penjualan tanah di Desa Malang Sari Lampung.
"Masing-masing mereka memiliki peran dalam tindak pidana pemalsuan dokumen sertifikat hak milik (SHM) pada tanah seluas 10 hektare di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan, Lampung," katanya dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Jumat.
Dia melanjutkan lima orang tersangka tersebut di antaranya seorang pensiunan Polri berpangkat AKP berinisial SJO (80) warga Bandarlampung, Kades Gunung Agung Lampung Timur berinisial SYT (68) warga Lampung Timur, Kepala Satpol PP Lampung Timur berinisial SHN (58) warga Lampung Timur, notaris dan PPAT berinisial RA (49) warga Bandarlampung, serta juru ukur pada Kantor BPN Kabupaten Pesisir.
Untuk tersangka SJO, lanjutnya, berperan selaku orang yang telah memiliki objek tanah dan menjualkan kepada saksi AM dengan menggunakan surat yang diduga palsu yang dibuat oleh tersangka SYT dan dikuatkan oleh tersangka SHN.
Dari penjualan tersebut, tersangka SJO mendapatkan keuntungan sebesar Rp900 juta. Ia melanggar Pasal 263 ayat (1), (2) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 226 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kemudian tersangka SYT atas perbuatannya pada bulan Juni 2020 telah membuatkan surat keterangan palsu atas lokasi objek tanah milik tersangka SJO yang kemudian dibeli oleh saksi AM. Lokasi tersebut semula berada di Kabupaten Lampung Timur berubah berada di Kabupaten Lampung Selatan sehingga seolah-olah diterbitkan pada tahun 2013.
Dengan membuatkan surat keterangan tersebut, tersangka SYT mendapatkan imbalan uang sebesar Rp1juta dan melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHPidana.
Untuk tersangka SHN, tambah Reynold, dirinya menguatkan dengan memberikan tandatangan dan cap stempel dari kecamatan atas surat palsu yang dibuat tersangka SYT pada tahun 2020. Tersangka SHN sendiri mengaku tidak diberi apa-apa atas perbuatannya. Dirinya dikenakan Pasal 263 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Tersangka RA bertugas membuatkan AJB antara tersangka SJO serta lima orang anaknya. Keponakannya selaku penjual dengan saksi AM. Dalam perbuatannya, tersangka RA mengaku mendapatkan imbalan uang sebesar Rp30 juta atas jasanya membuatkan enam AJB. Tersangka sendiri dikenakan Pasal 266 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Untuk tersangka FBM ini dia bertugas selaku juru ukur. Namun laporan kerja tidak dilaporkan sehingga terjadi penerbitan SHM. Tersangka diberi imbalan uang sebesar Rp2,5 juta dan tersangka dikenakan Pasal 263 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," katanya.
"Masing-masing mereka memiliki peran dalam tindak pidana pemalsuan dokumen sertifikat hak milik (SHM) pada tanah seluas 10 hektare di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan, Lampung," katanya dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Jumat.
Dia melanjutkan lima orang tersangka tersebut di antaranya seorang pensiunan Polri berpangkat AKP berinisial SJO (80) warga Bandarlampung, Kades Gunung Agung Lampung Timur berinisial SYT (68) warga Lampung Timur, Kepala Satpol PP Lampung Timur berinisial SHN (58) warga Lampung Timur, notaris dan PPAT berinisial RA (49) warga Bandarlampung, serta juru ukur pada Kantor BPN Kabupaten Pesisir.
Untuk tersangka SJO, lanjutnya, berperan selaku orang yang telah memiliki objek tanah dan menjualkan kepada saksi AM dengan menggunakan surat yang diduga palsu yang dibuat oleh tersangka SYT dan dikuatkan oleh tersangka SHN.
Dari penjualan tersebut, tersangka SJO mendapatkan keuntungan sebesar Rp900 juta. Ia melanggar Pasal 263 ayat (1), (2) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 226 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kemudian tersangka SYT atas perbuatannya pada bulan Juni 2020 telah membuatkan surat keterangan palsu atas lokasi objek tanah milik tersangka SJO yang kemudian dibeli oleh saksi AM. Lokasi tersebut semula berada di Kabupaten Lampung Timur berubah berada di Kabupaten Lampung Selatan sehingga seolah-olah diterbitkan pada tahun 2013.
Dengan membuatkan surat keterangan tersebut, tersangka SYT mendapatkan imbalan uang sebesar Rp1juta dan melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHPidana.
Untuk tersangka SHN, tambah Reynold, dirinya menguatkan dengan memberikan tandatangan dan cap stempel dari kecamatan atas surat palsu yang dibuat tersangka SYT pada tahun 2020. Tersangka SHN sendiri mengaku tidak diberi apa-apa atas perbuatannya. Dirinya dikenakan Pasal 263 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Tersangka RA bertugas membuatkan AJB antara tersangka SJO serta lima orang anaknya. Keponakannya selaku penjual dengan saksi AM. Dalam perbuatannya, tersangka RA mengaku mendapatkan imbalan uang sebesar Rp30 juta atas jasanya membuatkan enam AJB. Tersangka sendiri dikenakan Pasal 266 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Untuk tersangka FBM ini dia bertugas selaku juru ukur. Namun laporan kerja tidak dilaporkan sehingga terjadi penerbitan SHM. Tersangka diberi imbalan uang sebesar Rp2,5 juta dan tersangka dikenakan Pasal 263 ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," katanya.