Jakarta (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan stimulus ekonomi makro yang dilakukan pemerintah Indonesia telah berhasil memitigasi dampak pandemi COVID-19.
Selama pandemi melanda, paket fiskal di tanah air difokuskan untuk mendukung perawatan kesehatan, vaksinasi, dan bantuan sosial bagi mereka yang paling membutuhkan.
"Paket itu diikuti oleh subsidi untuk biaya menahan peningkatan inflasi," ujar Satu dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Apalagi, sambung dia, kebijakan fiskal ekspansif ini dilengkapi dengan kebijakan moneter yang akomodatif yang membantu mempercepat kredit ke sektor swasta dan mendukung pemulihan ekonomi.
Indonesia sejauh ini diuntungkan dari posisi awal ekonomi makro yang stabil pada tahun 2020, yang ditandai dengan tingkat utang yang rendah, cadangan devisa yang memadai, dan stabilitas di sektor keuangan.
Namun, Satu mengingatkan seluruh stimulus tersebut akan semakin berkurang ketersediaannya di masa mendatang karena peningkatan biaya subsidi dan anggaran fiskal semakin membengkak.
"Tekanan inflasi pun meningkat dan kondisi pembiayaan eksternal menjadi semakin ketat," jelasnya.
Dengan semakin terbatasnya kebijakan fiskal dan moneter, ia berpendapat reformasi struktural sangat penting untuk mendorong pertumbuhan, termasuk menciptakan ruang fiskal melalui reformasi pajak, memperluas belanja yang mendukung pertumbuhan dan reformasi, serta membiayai investasi publik untuk memblokir kesenjangan infrastruktur yang sangat kritis.
Di sisi lain untuk mengembangkan industri hilir, menggantikan pembatasan perdagangan yang ada saat ini dengan bauran perdagangan fiskal, lingkungan bisnis, pengelolaan lahan dan kebijakan infrastruktur akan menjadi vital.
Memprioritaskan reformasi lingkungan bisnis untuk mendukung usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar bisa mengakses kredit dan melakukan formalisasi juga penting, katanya.
"Begitu pula dengan transisi digital untuk mengatasi dampak buruk pandemi akan sangat penting untuk mendorong pertumbuhan dan produktivitas, serta daya saing Indonesia," tutur Satu.
Selama pandemi melanda, paket fiskal di tanah air difokuskan untuk mendukung perawatan kesehatan, vaksinasi, dan bantuan sosial bagi mereka yang paling membutuhkan.
"Paket itu diikuti oleh subsidi untuk biaya menahan peningkatan inflasi," ujar Satu dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Apalagi, sambung dia, kebijakan fiskal ekspansif ini dilengkapi dengan kebijakan moneter yang akomodatif yang membantu mempercepat kredit ke sektor swasta dan mendukung pemulihan ekonomi.
Indonesia sejauh ini diuntungkan dari posisi awal ekonomi makro yang stabil pada tahun 2020, yang ditandai dengan tingkat utang yang rendah, cadangan devisa yang memadai, dan stabilitas di sektor keuangan.
Namun, Satu mengingatkan seluruh stimulus tersebut akan semakin berkurang ketersediaannya di masa mendatang karena peningkatan biaya subsidi dan anggaran fiskal semakin membengkak.
"Tekanan inflasi pun meningkat dan kondisi pembiayaan eksternal menjadi semakin ketat," jelasnya.
Dengan semakin terbatasnya kebijakan fiskal dan moneter, ia berpendapat reformasi struktural sangat penting untuk mendorong pertumbuhan, termasuk menciptakan ruang fiskal melalui reformasi pajak, memperluas belanja yang mendukung pertumbuhan dan reformasi, serta membiayai investasi publik untuk memblokir kesenjangan infrastruktur yang sangat kritis.
Di sisi lain untuk mengembangkan industri hilir, menggantikan pembatasan perdagangan yang ada saat ini dengan bauran perdagangan fiskal, lingkungan bisnis, pengelolaan lahan dan kebijakan infrastruktur akan menjadi vital.
Memprioritaskan reformasi lingkungan bisnis untuk mendukung usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar bisa mengakses kredit dan melakukan formalisasi juga penting, katanya.
"Begitu pula dengan transisi digital untuk mengatasi dampak buruk pandemi akan sangat penting untuk mendorong pertumbuhan dan produktivitas, serta daya saing Indonesia," tutur Satu.