Jakarta (ANTARA) - Pemerhati industri bank dan investasi dari Infobank Institute Eko B. Supriyanto menilai prospek investasi Telkomsel di perusahaan digital GoTo menjanjikan.

Oleh sebab itu, langkah Telkomsel berinvestasi di GoTo seharusnya tidak dilihat sebagai investasi portofolio dan berjangka pendek, namun dapat dilihat layaknya suatu entitas bisnis yang menanamkan uangnya di perusahaan yang memiliki prospek sangat cerah.

"Jadi investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo jangan dilihat jangka pendek saja.Tetapi harus dilihat dengan jangka panjang.. sehingga investasi Telkomsel di GoTo dianalogikan sebagai membeli masa depan. Ketika ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat, maka perusahaan digital seperti GoTo bisa memperoleh manfaatnya, sehingga investasi Telkomsel di GoTo tidak bisa dilihat satu sisi dan jangka pendek," kata Eko dalam keterangan pers pada Kamis.



Menurut catatan Infobank Institute, ada tiga hal penting untuk memajukan ekosistem ekonomi digital di Indonesia, pertama dukungan banyak pihak pasalnya perusahaan teknologi akan menjadi tulang punggung perkembangan industri digital ke depan.

Kedua, saat ini Indonesia sudah menjadi pemain utama, khususnya di Asia Tenggara, dalam pertumbuhan ekonomi digital. Sejumlah decacorn asal Indonesia menjadi pemain utama, sebut saja GoTo, Blibli, Traveloka, dan Tiket.com.

Tiga, menurut data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan tumbuh delapan kali lipat, dari Rp632 triliun menjadi Rp4.531 triliun pada 2030. Juga, sektor e-commerce, yang akan berperan penting dalam ekonomi digital di masa datang (2030). Lebih membanggakan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan tumbuh menjadi Rp24.000 triliun di tahun yang sama.

Diakui Eko, saat ini perkembangan digital di dunia sedang mengalami koreksi. Saham-saham Nasdaq (year-to-date), seperti Grab Holding, Uber, Amazon, Tesla, Apple, dan Microsoft, mengalami penurunan. Juga, saham Alibaba, Sea Limited, termasuk Twiter di pasar saham NYSE. Bahkan, Kakao Bank di Korea (KRX) juga turun sahamnya. Ini gejala saham dunia. Pengaruh bursa global ini tentu saja akan berdampak langsung ke perusahaan digital di Indonesia.

"Jadi, penurunan saham digital tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di global. Semua ini tak lain karena dunia dilanda inflasi tinggi, yang membuat suku bunga naik. Saham perusahaan yang mengalami koreksi di bursa Indonesia tidak hanya GoTo. Beberapa saham perusahaan e-commerce dan bank digital mengalami koreksi. Naik turunnya saham merupakan hal yang lazim di pasar saham. Bahkan, pengalaman Amazon baru membukukan laba setelah enam tahun dan menjadi listed company," kata Eko.


 

Pewarta : Ida Nurcahyani
Editor : Agus Wira Sukarta
Copyright © ANTARA 2024