Jakarta (ANTARA) - Dokter forensik dr. Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat memastikan terdakwa pembunuhan Kolonel Infanteri Priyanto membuang Handi Saputra ke Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah, dalam keadaan hidup setelah korban diangkut dari lokasi kecelakaan di Nagreg, Jawa Barat.
Zaenuri, yang dihadirkan oleh Oditurat Militer Tinggi II Jakarta sebagai ahli di persidangan, menjelaskan bahwa air hanya ditemukan di paru-paru korban, tetapi tidak di lambung.
"Artinya, korban dibuang ke sungai dalam keadaan tidak sadar, tetapi masih hidup," kata Zaenuri saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Kamis.
Dokter forensik yang mengautopsi jenazah Handi itu menyampaikan jika korban dalam keadaan sadar, ada air ditemukan di lambung dan paru-paru. Namun, jika korban dalam keadaan tidak sadar, air hanya ditemukan di paru-paru.
Kondisi lainnya, Zaenuri menambahkan bahwa korban dalam keadaan meninggal maka air tidak ditemukan di dua organ tersebut.
Dengan demikian, hasil autopsi Handi Saputra menunjukkan korban dibuang ke Sungai Serayu dalam keadaan tidak sadar dan akhirnya meninggal dunia tenggelam setelah air memenuhi rongga paru-parunya.
Hasil autopsi lainnya yang ditemukan oleh Zaenuri, dia menemukan pasir di dinding tenggorokan, paru-paru, dan rongga dada Handi.
Sungai Serayu yang alirannya melintasi lima kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, dan Cilacap, merupakan area tambang pasir dan batu.
Dalam persidangan, Zaenuri manyampaikan bahwa pihaknya menemukan jejak memar di kepala, luka-luka di tangan dan dada sebelah kiri. Bekas memar itu, menurut dia, karena terbentur benda tumpul yang bidangnya luas dan keras.
Dokter forensik dari RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo di Purwokerto itu juga menyampaikan tidak dapat memastikan waktu kematian korban karena banyak faktor yang menentukan pembusukan, apalagi korban ditemukan di dalam air sehingga waktu pembusukan itu berjalan lebih lambat dibandingkan dengan di daratan.
"Saya tidak berani memastikan," kata Zaenuri.
Dalam persidangan itu, dia juga menjelaskan autopsi berlangsung 2 hari setelah jenazah Handi ditemukan di Sungai Serayu.
Zaenuri menerangkan bahwa pihak RSUD mengautopsi korban karena selama 2 x 24 jam tidak ada pihak keluarga yang mengklaim jenazah Handi setelah ditemukan. Tidak hanya itu, autopsi dilakukan oleh pihak RS karena penyidik menduga ada unsur pidana dalam kematian korban.
Pasangan Handi Saputra dan Salsabila ditabrak di Nagreg, Jawa Barat pada tanggal 8 Desember 2021.
Namun, pelaku penabrakan, yaitu Kolonel Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, dan Koptu Ahmad Soleh, justru tidak membawa dua korban ke rumah sakit, tetapi berusaha menyembunyikan keduanya dan akhirnya membuang tubuh mereka ke Sungai Serayu.
Warga kemudian menemukan jasad Salsabila di aliran Sungai Serayu Cilacap pada tanggal 11 Desember 2021. Pada hari yang sama jasad Handi ditemukan di aliran Sungai Serayu di Banyumas. Jenazah Salsabila setelah berhasil diidentifikasi tidak diautopsi karena tidak diizinkan oleh keluarga.
Dengan demikian, hanya jenazah Handi yang diautopsi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tanggal 13 Desember 2021.
Zaenuri, yang dihadirkan oleh Oditurat Militer Tinggi II Jakarta sebagai ahli di persidangan, menjelaskan bahwa air hanya ditemukan di paru-paru korban, tetapi tidak di lambung.
"Artinya, korban dibuang ke sungai dalam keadaan tidak sadar, tetapi masih hidup," kata Zaenuri saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Kamis.
Dokter forensik yang mengautopsi jenazah Handi itu menyampaikan jika korban dalam keadaan sadar, ada air ditemukan di lambung dan paru-paru. Namun, jika korban dalam keadaan tidak sadar, air hanya ditemukan di paru-paru.
Kondisi lainnya, Zaenuri menambahkan bahwa korban dalam keadaan meninggal maka air tidak ditemukan di dua organ tersebut.
Dengan demikian, hasil autopsi Handi Saputra menunjukkan korban dibuang ke Sungai Serayu dalam keadaan tidak sadar dan akhirnya meninggal dunia tenggelam setelah air memenuhi rongga paru-parunya.
Hasil autopsi lainnya yang ditemukan oleh Zaenuri, dia menemukan pasir di dinding tenggorokan, paru-paru, dan rongga dada Handi.
Sungai Serayu yang alirannya melintasi lima kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, dan Cilacap, merupakan area tambang pasir dan batu.
Dalam persidangan, Zaenuri manyampaikan bahwa pihaknya menemukan jejak memar di kepala, luka-luka di tangan dan dada sebelah kiri. Bekas memar itu, menurut dia, karena terbentur benda tumpul yang bidangnya luas dan keras.
Dokter forensik dari RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo di Purwokerto itu juga menyampaikan tidak dapat memastikan waktu kematian korban karena banyak faktor yang menentukan pembusukan, apalagi korban ditemukan di dalam air sehingga waktu pembusukan itu berjalan lebih lambat dibandingkan dengan di daratan.
"Saya tidak berani memastikan," kata Zaenuri.
Dalam persidangan itu, dia juga menjelaskan autopsi berlangsung 2 hari setelah jenazah Handi ditemukan di Sungai Serayu.
Zaenuri menerangkan bahwa pihak RSUD mengautopsi korban karena selama 2 x 24 jam tidak ada pihak keluarga yang mengklaim jenazah Handi setelah ditemukan. Tidak hanya itu, autopsi dilakukan oleh pihak RS karena penyidik menduga ada unsur pidana dalam kematian korban.
Pasangan Handi Saputra dan Salsabila ditabrak di Nagreg, Jawa Barat pada tanggal 8 Desember 2021.
Namun, pelaku penabrakan, yaitu Kolonel Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, dan Koptu Ahmad Soleh, justru tidak membawa dua korban ke rumah sakit, tetapi berusaha menyembunyikan keduanya dan akhirnya membuang tubuh mereka ke Sungai Serayu.
Warga kemudian menemukan jasad Salsabila di aliran Sungai Serayu Cilacap pada tanggal 11 Desember 2021. Pada hari yang sama jasad Handi ditemukan di aliran Sungai Serayu di Banyumas. Jenazah Salsabila setelah berhasil diidentifikasi tidak diautopsi karena tidak diizinkan oleh keluarga.
Dengan demikian, hanya jenazah Handi yang diautopsi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tanggal 13 Desember 2021.