Bandarlampung (ANTARA) - Salah seorang petani kopi di Kabupaten Lampung Barat mengatakan ketertarikannya untuk membudidayakan kopi organik di daerahnya karena potensi yang cukup baik.
"Kopi organik ini memang cukup berpotensi karena harga green bean cukup mahal," ujar petani kopi asal Lampung Barat, Ahmad saat dihubungi dari Bandarlampung, Sabtu.
Menurutnya, saat ini dirinya bersama sejumlah petani lainnya telah mencoba menanam kopi organik dengan jumlah yang terbatas.
"Sudah menanam tapi tidak terlalu banyak, sebab memang susah mendapatkan pasar karena baru produksi sedikit," katanya.
Ia mengatakan ketertarikan atas budidaya kopi organik tersebut terjadi akibat harga jual kopi organik cukuplah tinggi, dengan harga Rp45 ribu per kilogram.
"Biji kopi hijau atau green bean ini sekitar Rp45.000 per kilogram, cukup mahal. Namun dengan mahalnya harga biji kopi organik tidak semua mau membeli dan ini yang menjadi salah satu kendala bagi petani untuk mengembangkan lebih luas," ucapnya.
Dia mengatakan dengan luas lahan yang ditanami kopi organik di bawah 1 hektare perawatan tanaman kopi organik membutuhkan perlakuan yang cukup berbeda dari pohon kopi biasa.
"Kopi organik ini memang cukup berbeda dari segi perawatan, sebab serangkaian prosesnya sama sekali tidak boleh merusak lingkungan, tidak tercemar produk kimiawi dan baik untuk kesehatan para pekerja dan peminumnya," katanya.
Ia melanjutkan tanaman kopi organik haruslah menggunakan pupuk organik salah satunya dari kotoran hewan, lalu tidak menggunakan herbisida dan insektisida.
"Penggunaan pupuk kandang di lahan hanya 50 karung untuk satu tahun, tapi memang produksinya masih rendah karena masih mencari pasar yang mau menerima produk biji kopi organik milik petani, sebab kalau petani ini tidak bisa melakukan dari hulu ke hilir sendiri butuh bantuan dari pihak lain dalam membuka pasar bagi kami," ujarnya lagi.
"Kopi organik ini memang cukup berpotensi karena harga green bean cukup mahal," ujar petani kopi asal Lampung Barat, Ahmad saat dihubungi dari Bandarlampung, Sabtu.
Menurutnya, saat ini dirinya bersama sejumlah petani lainnya telah mencoba menanam kopi organik dengan jumlah yang terbatas.
"Sudah menanam tapi tidak terlalu banyak, sebab memang susah mendapatkan pasar karena baru produksi sedikit," katanya.
Ia mengatakan ketertarikan atas budidaya kopi organik tersebut terjadi akibat harga jual kopi organik cukuplah tinggi, dengan harga Rp45 ribu per kilogram.
"Biji kopi hijau atau green bean ini sekitar Rp45.000 per kilogram, cukup mahal. Namun dengan mahalnya harga biji kopi organik tidak semua mau membeli dan ini yang menjadi salah satu kendala bagi petani untuk mengembangkan lebih luas," ucapnya.
Dia mengatakan dengan luas lahan yang ditanami kopi organik di bawah 1 hektare perawatan tanaman kopi organik membutuhkan perlakuan yang cukup berbeda dari pohon kopi biasa.
"Kopi organik ini memang cukup berbeda dari segi perawatan, sebab serangkaian prosesnya sama sekali tidak boleh merusak lingkungan, tidak tercemar produk kimiawi dan baik untuk kesehatan para pekerja dan peminumnya," katanya.
Ia melanjutkan tanaman kopi organik haruslah menggunakan pupuk organik salah satunya dari kotoran hewan, lalu tidak menggunakan herbisida dan insektisida.
"Penggunaan pupuk kandang di lahan hanya 50 karung untuk satu tahun, tapi memang produksinya masih rendah karena masih mencari pasar yang mau menerima produk biji kopi organik milik petani, sebab kalau petani ini tidak bisa melakukan dari hulu ke hilir sendiri butuh bantuan dari pihak lain dalam membuka pasar bagi kami," ujarnya lagi.