Bandarlampung (ANTARA) - Di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, kesehatan menjadi salah satu modal bagi keberlangsungan kehidupan manusia, sehingga beragam upaya dilakukan untuk mewujudkan lingkungan yang mendukung kesehatan setiap orang.
Konsep infrastruktur hijau dipilih menjadi salah satu cara untuk menyelaraskan pembangunan infrastruktur serta menjaga kelestarian lingkungan yang seringkali kontradiktif.
Infrastruktur hijau tersebut telah mulai diimplementasikan pada beragam proyek infrastruktur di Indonesia, salah satunya megaproyek pemerintah di Pulau Sumatera, yaitu Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang membentang dari Lampung hingga Aceh, dan ditargetkan beroperasi penuh pada tahun 2024 dengan 24 ruas yang panjangnya hingga 2.704 kilometer.
Pembangunan JTTS sebagai salah satu amanat pemerintah dalam membangun konektivitas di pulau yang tercatat pada tahun 2020 didiami oleh 59.337.000 jiwa, telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015.
Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera tidak hanya bertugas mewujudkan konektivitas infrastruktur dan transportasi antardaerah. Pada sisi lain diharapkan dapat mewujudkan interelasi antara kelestarian lingkungan hidup, perekonomian, infrastruktur, bahkan kesehatan manusia di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
Menjaga keselarasan antara sejumlah sektor tersebut, dapat dilakukan dengan cara melakukan pengendalian tata guna lahan dan penghijauan lahan di sepanjang koridor jalan bebas hambatan.
Konsep infrastruktur hijau tersebut telah mulai diimplementasikan pada dua ruas jalan tol di Lampung, yakni ruas Bakauheni-Terbanggi Besar dan ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang.
Pelaksanaan program penghijauan koridor jalan tol serta 17 area rehat (rest area) tersebut diharapkan dapat menyerap zat polutan udara yang dihasilkan oleh kendaraan yang berlalu-lalang serta memaksimalkan penyerapan air guna mengantisipasi genangan atau pun banjir di ruas jalan.
Pada awal tahun 2021 proyek penghijauan resmi dimulai dengan ditanam 6.600 pohon di area rehat 87 A dan koridor jalan di ruas tol Bakauheni-Terbanggi Besar oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Penghijauan yang dilakukan di salah satu area rehat (rest area) di ruas Tol Bakauheni-Terbangi Besar. (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)
Pada proses awal proyek penghijauan tercatat sebelum area rehat lahan selebar 30 meter telah ditanami sebanyak 5.000 bibit pohon, sedangkan lahan selebar 10 meter yang berada setelah area rehat akan ditanami 1.600 pohon untuk mengawali terbentuknya infrastruktur hijau di Lampung.
Menurut Branch Manager PT Hutama Karya (HK) Ruas Tol Terpeka Yoni Satyo Wisnuwardono, program penghijauan ruas jalan bebas hambatan di Lampung terus berlanjut hingga Maret di koridor ruas selanjutnya, yakni ruas Terbanggi Besar-Kayu Agung yang telah tertanam sebanyak 30.000 batang pohon sengon.
Pada fase awal penghijauan ada ragam tanaman yang dipilih untuk menghijaukan koridor-koridor ruas jalan bebas hambatan yang memiliki lanskap cukup gersang. Ragam tanaman tersebut meliputi pohon eucalyptus, sengon hingga gaharu.
Bukan tanpa alasan ragam tanaman tersebut dipilih sebagai tanaman penghijauan, selain manfaat secara ekologis dipilihnya tanaman tersebut erat dengan manfaat ekonomis.
"Eucalyptus dipilih sebab setelah kita mempelajari dapat berguna sebagai aroma terapi bagi penderita COVID-19, sengon pun memiliki khasiat bagi kesehatan pula, selain itu dapat dipanen dalam waktu yang cukup singkat, sehingga selain manfaat secara lingkungan kita pun mendapatkan manfaat yang lain," ujar Yoni Satyo Wisnuwardono.
Ia mengatakan penanaman pohon tersebut selain dilakukan secara mandiri oleh pengelola jalan tol, juga dilakukan bekerjasama dengan sejumlah warga melalui sistem sewa lahan.
Melalui sistem sewa lahan, menurut pria yang akrab dipanggil Yoni itu, dapat sembari mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan melalui penghijauan yang selaras dengan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Tidak sebatas melakukan program penghijauan menuju terbentuknya "green toll road" pengelola jalan tol juga mencoba berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan untuk mengurangi emisi gas buangan akibat antrean kendaraan dengan menerapkan elektronifikasi transaksi.
Adanya elektronifikasi transaksi nyatanya membuat pengguna jalan bebas hambatan, salah satunya Jefri, merasa terbantu dan aman saat melakukan transaksi di tengah pandemi COVID-19.
Menurut pengguna jalan tol yang juga berprofesi sebagai sopir truk antarprovinsi itu, upaya untuk menggunakan elektronifikasi transaksi dapat membantu mengurangi interaksi secara langsung oleh petugas jalan tol guna mencegah penularan COVID-19 serta mempercepat proses pembayaran.
Beragam upaya untuk mewujudkan infrastruktur hijau menuju "green toll road" di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung secara nyata telah memberikan efek ganda yang positif bagi kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan sekitar.
Baca juga: Kepala BPJT: Rest Area 87 A jadi contoh penghijauan
Baca juga: Kementerian PUPR tanam 6.600 pohon jamin penghijauan jalan tol
Konsep infrastruktur hijau dipilih menjadi salah satu cara untuk menyelaraskan pembangunan infrastruktur serta menjaga kelestarian lingkungan yang seringkali kontradiktif.
Infrastruktur hijau tersebut telah mulai diimplementasikan pada beragam proyek infrastruktur di Indonesia, salah satunya megaproyek pemerintah di Pulau Sumatera, yaitu Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang membentang dari Lampung hingga Aceh, dan ditargetkan beroperasi penuh pada tahun 2024 dengan 24 ruas yang panjangnya hingga 2.704 kilometer.
Pembangunan JTTS sebagai salah satu amanat pemerintah dalam membangun konektivitas di pulau yang tercatat pada tahun 2020 didiami oleh 59.337.000 jiwa, telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015.
Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera tidak hanya bertugas mewujudkan konektivitas infrastruktur dan transportasi antardaerah. Pada sisi lain diharapkan dapat mewujudkan interelasi antara kelestarian lingkungan hidup, perekonomian, infrastruktur, bahkan kesehatan manusia di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
Menjaga keselarasan antara sejumlah sektor tersebut, dapat dilakukan dengan cara melakukan pengendalian tata guna lahan dan penghijauan lahan di sepanjang koridor jalan bebas hambatan.
Konsep infrastruktur hijau tersebut telah mulai diimplementasikan pada dua ruas jalan tol di Lampung, yakni ruas Bakauheni-Terbanggi Besar dan ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang.
Pelaksanaan program penghijauan koridor jalan tol serta 17 area rehat (rest area) tersebut diharapkan dapat menyerap zat polutan udara yang dihasilkan oleh kendaraan yang berlalu-lalang serta memaksimalkan penyerapan air guna mengantisipasi genangan atau pun banjir di ruas jalan.
Pada awal tahun 2021 proyek penghijauan resmi dimulai dengan ditanam 6.600 pohon di area rehat 87 A dan koridor jalan di ruas tol Bakauheni-Terbanggi Besar oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pada proses awal proyek penghijauan tercatat sebelum area rehat lahan selebar 30 meter telah ditanami sebanyak 5.000 bibit pohon, sedangkan lahan selebar 10 meter yang berada setelah area rehat akan ditanami 1.600 pohon untuk mengawali terbentuknya infrastruktur hijau di Lampung.
Menurut Branch Manager PT Hutama Karya (HK) Ruas Tol Terpeka Yoni Satyo Wisnuwardono, program penghijauan ruas jalan bebas hambatan di Lampung terus berlanjut hingga Maret di koridor ruas selanjutnya, yakni ruas Terbanggi Besar-Kayu Agung yang telah tertanam sebanyak 30.000 batang pohon sengon.
Pada fase awal penghijauan ada ragam tanaman yang dipilih untuk menghijaukan koridor-koridor ruas jalan bebas hambatan yang memiliki lanskap cukup gersang. Ragam tanaman tersebut meliputi pohon eucalyptus, sengon hingga gaharu.
Bukan tanpa alasan ragam tanaman tersebut dipilih sebagai tanaman penghijauan, selain manfaat secara ekologis dipilihnya tanaman tersebut erat dengan manfaat ekonomis.
"Eucalyptus dipilih sebab setelah kita mempelajari dapat berguna sebagai aroma terapi bagi penderita COVID-19, sengon pun memiliki khasiat bagi kesehatan pula, selain itu dapat dipanen dalam waktu yang cukup singkat, sehingga selain manfaat secara lingkungan kita pun mendapatkan manfaat yang lain," ujar Yoni Satyo Wisnuwardono.
Ia mengatakan penanaman pohon tersebut selain dilakukan secara mandiri oleh pengelola jalan tol, juga dilakukan bekerjasama dengan sejumlah warga melalui sistem sewa lahan.
Melalui sistem sewa lahan, menurut pria yang akrab dipanggil Yoni itu, dapat sembari mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan melalui penghijauan yang selaras dengan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Tidak sebatas melakukan program penghijauan menuju terbentuknya "green toll road" pengelola jalan tol juga mencoba berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan untuk mengurangi emisi gas buangan akibat antrean kendaraan dengan menerapkan elektronifikasi transaksi.
Adanya elektronifikasi transaksi nyatanya membuat pengguna jalan bebas hambatan, salah satunya Jefri, merasa terbantu dan aman saat melakukan transaksi di tengah pandemi COVID-19.
Menurut pengguna jalan tol yang juga berprofesi sebagai sopir truk antarprovinsi itu, upaya untuk menggunakan elektronifikasi transaksi dapat membantu mengurangi interaksi secara langsung oleh petugas jalan tol guna mencegah penularan COVID-19 serta mempercepat proses pembayaran.
Beragam upaya untuk mewujudkan infrastruktur hijau menuju "green toll road" di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung secara nyata telah memberikan efek ganda yang positif bagi kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan sekitar.
Baca juga: Kepala BPJT: Rest Area 87 A jadi contoh penghijauan
Baca juga: Kementerian PUPR tanam 6.600 pohon jamin penghijauan jalan tol