Jakarta (ANTARA) - Kemenkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum Mitra. Hal itu dilakukan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.
PMK 70/2020 diterbitkan sebagai upaya untuk membantu pelaku usaha khususnya di sektor riil yang tidak dapat memanfaatkan insentif dalam rangka pemulihan ekonomi. Sumber dana kebijakan yang diberlakukan dalam PMK 70/2020 berasal dari kelebihan kas yang merupakan kondisi saat terjadinya dan/atau diperkirakan saldo rekening Kas Umum Negara melebihi kebutuhan pengeluaran negara pada periode tertentu.
Terkait itu, ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri menilai penempatan dana pemerintah tahap pertama sebesar Rp30 triliun di bank umum milik negara bukanlah hal baru.
Menurut dia, tidak ada risiko bagi pemerintah dengan menempatkan dananya di bank mitra tersebut.
Dalam webinar bertajuk "Kondisi Ekonomi Masa Covid-19 dan Respons Kebijakan: Opini Publik Nasional", Kamis, Chatib menyebut kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum Mitra itu pernah dilakukan pada 2008 saat menghadapi krisis finansial global.
"Apa yang dilakukan melalui PMK 70 ini tidak ada yang baru. Ini juga pernah dilakukan pada 2008 dengan ada beberapa yang dimodifikasi," katanya.
Dikatakannya, tidak ada risiko bagi pemerintah dengan menempatkan dananya di bank mitra. Prinsipnya sama dengan saat masyarakat biasa menabung di bank, di mana dalam kurun waktu tertentu bank harus mengembalikan dana yang disimpan bersama bunganya.
"Jadi tidak ada risiko di pemerintah," katanya.
Bagi sektor perbankan, penempatan dana pemerintah akan dapat digunakan untuk memberikan kredit bagi sektor-sektor yang membutuhkan pinjaman demi mendorong pemulihan ekonomi.
Namun, mantan menteri keuangan itu mengingatkan agar pemerintah bisa mendorong permintaan (demand) atau daya beli agar kegiatan usaha bisa kembali bergerak.
"Misalnya, saya pengusaha motor, untuk apa saya ke bank (cari pinjaman) kalau tidak ada yang membeli motor saya? Maka yang pertama kali dilakukan adalah mendorong permintaan dulu. Ini hanya akan jalan kalau di-inject (disuntikkan) modalnya," katanya.
PMK 70/2020 diterbitkan sebagai upaya untuk membantu pelaku usaha khususnya di sektor riil yang tidak dapat memanfaatkan insentif dalam rangka pemulihan ekonomi. Sumber dana kebijakan yang diberlakukan dalam PMK 70/2020 berasal dari kelebihan kas yang merupakan kondisi saat terjadinya dan/atau diperkirakan saldo rekening Kas Umum Negara melebihi kebutuhan pengeluaran negara pada periode tertentu.
Terkait itu, ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri menilai penempatan dana pemerintah tahap pertama sebesar Rp30 triliun di bank umum milik negara bukanlah hal baru.
Menurut dia, tidak ada risiko bagi pemerintah dengan menempatkan dananya di bank mitra tersebut.
Dalam webinar bertajuk "Kondisi Ekonomi Masa Covid-19 dan Respons Kebijakan: Opini Publik Nasional", Kamis, Chatib menyebut kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum Mitra itu pernah dilakukan pada 2008 saat menghadapi krisis finansial global.
"Apa yang dilakukan melalui PMK 70 ini tidak ada yang baru. Ini juga pernah dilakukan pada 2008 dengan ada beberapa yang dimodifikasi," katanya.
Dikatakannya, tidak ada risiko bagi pemerintah dengan menempatkan dananya di bank mitra. Prinsipnya sama dengan saat masyarakat biasa menabung di bank, di mana dalam kurun waktu tertentu bank harus mengembalikan dana yang disimpan bersama bunganya.
"Jadi tidak ada risiko di pemerintah," katanya.
Bagi sektor perbankan, penempatan dana pemerintah akan dapat digunakan untuk memberikan kredit bagi sektor-sektor yang membutuhkan pinjaman demi mendorong pemulihan ekonomi.
Namun, mantan menteri keuangan itu mengingatkan agar pemerintah bisa mendorong permintaan (demand) atau daya beli agar kegiatan usaha bisa kembali bergerak.
"Misalnya, saya pengusaha motor, untuk apa saya ke bank (cari pinjaman) kalau tidak ada yang membeli motor saya? Maka yang pertama kali dilakukan adalah mendorong permintaan dulu. Ini hanya akan jalan kalau di-inject (disuntikkan) modalnya," katanya.