Palembang (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut jalan-jalan tikus yang menghubungkan Kota Jakarta dengan daerah sekitarnya akan membuat lockdown menjadi tidak efektif.
"Jakarta sudah jadi megapolitan dan hampir tidak ada batas dengan Depok, Tanggerang maupun Bekasi," kata Tito Karnavian usai rapat bersama Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Sumatera Selatan di Palembang, Sabtu.
Menurut dia, DKI Jakarta bisa saja menutup akses jalan nasional, provinsi ataupun jalan kota, namun jalan-jalan tikus yang hanya bisa dilalui motor atau perorangan akan sulit terpantau, sehingga opsi lockdown dirasa kurang tepat.
Dalam melihat opsi lockdown DKI Jakarta, Tito menimbang serta membandingkanya dengan Kota Tokyo, Seoul dan Sanghai yang tidak melakukannya namun mampu meredam sebaran COVID-19.
Selain itu opsi lockdown dinilai akan berpengaruh dengan sistem ekonomi Indonesia karena Jakarta merupakan pusat ekonomi, tempat 70 persen uang beredar, sehingga berpotensi menimbulkan krisis ekonomi jika dilakukan.
Selain pertimbangan ekonomi, ia juga menyebut ada beberapa pertimbangan dari sisi sosial, budaya dan kondisi kedaruratan kesehatan yang harus dipertimbangkan secara matang jika DKI ingin melakukan lockdown atau karantina wilayah secara penuh.
Tito mengatakan lebih setuju dengan opsi rapid test.
"Tokyo dan Seoul tidak lockdown tapi mampu membendung (COVID-19) dengan rapid test," ujar Tito.
Maka pemerintah telah memesan 1,5 juta test kit untuk rapid test yang segera diujikan melalui gugus tugas di daerah-daerah sebagai deteksi dini penyebaran COVID-19.
Selain itu ia juga menekankan agar penerapan jarak sosial atau social distancing lebih dimaksimalkan untuk memutus rantai penularan COVID-19 dengan menunda semua kegiatan yang melibatkan banyak massa.
"Kerumunan bisa menjadi mesin penularan COVID-19, jika tertular satu sama lain sama saja membunuh yang lain," ujar Tito.
"Jakarta sudah jadi megapolitan dan hampir tidak ada batas dengan Depok, Tanggerang maupun Bekasi," kata Tito Karnavian usai rapat bersama Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Sumatera Selatan di Palembang, Sabtu.
Menurut dia, DKI Jakarta bisa saja menutup akses jalan nasional, provinsi ataupun jalan kota, namun jalan-jalan tikus yang hanya bisa dilalui motor atau perorangan akan sulit terpantau, sehingga opsi lockdown dirasa kurang tepat.
Dalam melihat opsi lockdown DKI Jakarta, Tito menimbang serta membandingkanya dengan Kota Tokyo, Seoul dan Sanghai yang tidak melakukannya namun mampu meredam sebaran COVID-19.
Selain itu opsi lockdown dinilai akan berpengaruh dengan sistem ekonomi Indonesia karena Jakarta merupakan pusat ekonomi, tempat 70 persen uang beredar, sehingga berpotensi menimbulkan krisis ekonomi jika dilakukan.
Selain pertimbangan ekonomi, ia juga menyebut ada beberapa pertimbangan dari sisi sosial, budaya dan kondisi kedaruratan kesehatan yang harus dipertimbangkan secara matang jika DKI ingin melakukan lockdown atau karantina wilayah secara penuh.
Tito mengatakan lebih setuju dengan opsi rapid test.
"Tokyo dan Seoul tidak lockdown tapi mampu membendung (COVID-19) dengan rapid test," ujar Tito.
Maka pemerintah telah memesan 1,5 juta test kit untuk rapid test yang segera diujikan melalui gugus tugas di daerah-daerah sebagai deteksi dini penyebaran COVID-19.
Selain itu ia juga menekankan agar penerapan jarak sosial atau social distancing lebih dimaksimalkan untuk memutus rantai penularan COVID-19 dengan menunda semua kegiatan yang melibatkan banyak massa.
"Kerumunan bisa menjadi mesin penularan COVID-19, jika tertular satu sama lain sama saja membunuh yang lain," ujar Tito.