Jakarta (ANTARA) - Tikus-tikus tiba-tiba bermunculan ke jalanan, seketika mereka mati oleh sebab yang tak diketahui di sebuah tempat bernama Oran di pedalaman Aljazair.

Masyarakat bergeming atas peristiwa itu dan menganggap semuanya baik-baik saja. Akan tetapi ketenangan mereka berubah menjadi epidemi sampar. Penyakit yang tak diketahui penanganannya hingga puluhan orang meninggal tiap harinya oleh sebab yang tak dikenali.

Dokter Rieux putus asa melihat rentetan kematian karena obat yang belum bisa ditemukan. Dr Rieux berjuang sekuat tenaga untuk mengatasi untuk mengatasi wabah sampar, walaupun dia tahu bahwa pada akhirnya semua usahanya akan sia-sia juga.

Dengan kata lain, walaupun dia tahu bahwa dia kalah, Dr Rieux tetap saja terus melakukan apapun untuk mengatasi wabah tersebut. Ia tak bisa menyembuhkan tapi hanya bisa memutuskan dan memerintahkan untuk mengkarantina masyarakat yang terkena sampar.

Sampar mengurung Kota Oran, tak boleh ada penduduk yang boleh keluar masuk. Pengucilan dan pengasingan menjadi wajah dari sebuah kota . Sampar yang datang secara tiba-tiba membuat masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menunggu kapan kematian menjemputnya.
 

Demikian cuplikan kisah yang dituliskan Albert Camus dalam novel yang berjudul Sampar (Le Peste) yang ditulis pada tahun 1947. Tampaknya, kisah itu merupakan cerminan dunia akhir-akhir ini tentang peradaban yang dilingkupi rasa takut dan panik akan virus corona (Covid-19).

Medio akhir 2019, dunia digemparkan dengan wabah virus baru yang sebelumnya tak terdeteksi. Pertama kali muncul di Wuhan salah satu kota terpadat di Provinsi Hubei, China. Layaknya Sampar, spekulasi mengenai awal mula kemunculan virus itu berasal dari hewan. Namun kali ini bukan tikus tapi kelelawar yang dianggap sebagai biang keladi mewabahnya virus dan menyebabkan ribuan orang meninggal.

Dari data terakhir yang dikeluarkan WHO pada 5 Maret tercatat sekitar 95.262 orang yang dilaporkan tertular virus corona di seluruh dunia, di mana 3.281 jiwa meninggal dunia. Massifnya virus ini berkembang di sejumlah negara membuat sejumlah kegiatan olahraga dibatalkan termasuk dibatasi baik penonton maupun munculnya peraturan baru.

Dampak corona di dunia sepak bola

Dunia sepak bola tak terlepas dari dampak wabah virus corona. Pada 22 Januari, kualifikasi Olimpiade sepak bola wanita antara timnas China melawan Korea Selatan yang awalnya digelar di Wuhan, China, harus dipindah ke Sydney, Australia. Skuat timnas China harus dikarantina terlebih dahulu sebelum bermain untuk memastikan kondisi kesehatannya.

Kemudian asosiasi sepak bola China mengumumkan semua kompetisi domestik ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Begitu pula dengan kualifikasi Liga Champions Asia yang melibatkan klub asal China harus ditunda.

Negara Italia juga tak lepas dari wabah tersebut dan membuat sejumlah pertandingan Serie A, Serie B, dan Serie D ada yang mengalami penundaan hingga dibatalkan. Beberapa laga yang harus ditunda yakni Derby d’Italia antara Juventus melawan Inter Milan yang semestinya berlangsung ada 1 Maret harus diundur menjadi Senin (9/3).
 

Sepak bola Tanah Air pun tak luput dari konsekuensi pencegahan wabah virus corona. Laga antara Persija Jakarta melawan Persebaya Surabaya yang semestinya bergulir pada Minggu (7/3) diundur antara akhir Maret atau Juli. Laga kualifikasi Piala Dunia Zona Asia yang dijalani timnas Indonesia pun harus mengalami penundaan hingga bulan Oktober.

Pertebal kewaspadaan

PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) selaku operator liga memastikan kompetisi tetap akan bergulir meski dihadapkan pada kekhawatiran akan wabah virus corona. Kepastian itu disampaikan oleh Direktur Utama PT LIB Cucu Somantri saat menggelar rapat beberapa hari lalu.

Adapun penundaan jadwal antara Persija melawan Persebaya merujuk pada surat edaran dari pemerintah DKI Jakarta yang tak akan memberi izin keramaian.

“Big Match Persija dan Persebaya dengan berbagai pertimbangan dan beberapa masukan dari pemerintah daerah khususnya DKI Jakarta yang sudah mengirimkan surat untuk tidak mengeluarkan izin keramaian,” ujar Cucu.
 

Cucu menyatakan tak akan mengikuti langkah yang diambil otoritas sepak bola Thailand dan Vietnam yang mengambil jalan untuk menghentikan sementara kompetisi guna mengantisipasi wabah tersebut. Namun operator tak akan tinggal diam begitu saja, mereka akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun pihak klub untuk mempertebal deteksi kesehatan baik untuk pemain maupun penonton.

“Dalam pelaksanaan pertandingan itu menjaga hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan ataupun itu menambah kekuatan dari tim kesehatan dengan metode dengan alat deteksi dan sebagainya,” kata dia.

Deteksi corona ini telah dilakukan oleh sejumlah klub seperti Persita yang melakukan pengecekan suhu tubuh para penonton sebelum masuk ke stadion. Klub Bhayangkara FC pun demikian, mereka memberikan suplemen tambahan untuk daya tahan tubuh agar para pemain tidak drop. Para pemain dan ofisial dibekali masker saat bepergian ke tempat keramaian dan rutin mencuci tangan.

Apa yang dilakukan Bhayangkara dilakukan juga oleh Persib Bandung. Lewat dokter timnya. Raffi Ghani, para pemain didesak untuk menerapkan pola hidup sehat dan selalu menjaga kebugarannya meski dalam kondisi libur.
 

Hal yang dilakukan PT LIB dan sejumlah klub-klub ini mengindikasikan bahwa ancaman virus memang harus diwaspadai namun bukan harus ditakuti dengan serangkaian kepanikan. Meski begitu, Cucu menegaskan jika pemerintah pusat mulai menerapkan larangan penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah banyak, PT LIB akan mematuhinya.

“Sampai saat ini pemerintah belum mengeluarkan kebijakan tentang itu. Sehingga walaupun kita mengantisipasi tentang itu tapi jangan dijadikan momok yang menimbulkan sesuatu kekhawatiran dan kepanikan di masyarakat,” kata dia.

Akhirnya Albert Camus pun dalam novel Sampar mengindikasikan pertanyaan, apakah kamu membiarkan kekhawatiran dan kecemasan melingkupimu sampai kematian itu datang? Atau kamu memilih untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dengan sebaik-baiknya?


Pewarta : Asep Firmansyah
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024