Sleman (ANTARA) - Sedikitnya 22 wartawan dari berbagai media di Kalimantan Utara berkunjung ke Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), untuk belajar pengelolaan desa wisata Kampung Flory.
Dilaporkan di Sleman, Minggu, kegiatan itu merupakan bagian dari pelatihan "capacity building" wartawan ekonomi Kalimantan Utara oleh Bank Indonesia Kaltara.
Selama tiga hari, 22 wartawan dari berbagai media itu selain melihat langsung Kampung Flory yang merupakan binaan Bank Indonesia juga mendapat pembekalan materi.
Materi masing-masing dari Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Hendik Sudaryanto, peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Awaluddin dan Redpel Tempo Yandhrie Arvian.
"Kami berharap wartawan Kaltara bisa membuat tulisan tentang desa wisata ini agar bisa dikembangkan di daerah kita karena kita memiliki potensi," kata Hendik Sudaryanto.
Baca juga: Dispar Sleman nyatakan wisata lereng Gunung Merapi masih aman dikunjungi
Dalam menyebutkan perekonomian Kaltara masih hampir 30 persen tergantung kepada sektor ekstraktif atau primer, yakni khususnya eksploitasi batu bara.
"Ini tentu kurang baik karena sangat tergantung kepada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan harga sangat fluktuatif," katanya.
Jadi perlu bagi Kaltara untuk menggali dan mengembangkan potensi unggulan, salah satunya pariwisata seperti Kampung Flory.
Perekonomian Kaltara didominasi oleh sektor pertambangan, pertanian dan infrastruktur (sebagai daerah pemekaran dan perbatasan sehingga berbagai pembangunan fisik terus dipacu).
Pakar dari UGM Awaluddin menambahkan bahwa secara struktur ekonomi wilayah Kalimantan memang "kurang sehat" karena hampir 50 persen menggantungkan diri dari kontribusi sektor ekstraktif, khususnya batu bara.
Saat harga batu bara jatuh maka beberapa daerah mengalami defisit anggaran.
"Saatnya seluruh pemerintah daerah di Kalimantan segera melepaskan diri dari sektor ekstraktif atau primer ini," ujarnya.
Baca juga: Makam Syeh Jumadil Kubra di lereng Gunung Merapa jadi wisata religi
Sektor ekstraktif adalah kegiatan yang mengambil hasil alam secara langsung, sehingga menimbulkan manfaat tertentu, antara lain pertambangan, perikanan laut, penebangan kayu, dan pendulangan emas.
Redpel Tempo Yandhrie Arvian menilai sudah saatnya pengembangan ekonomi lebih kepada sektor kreatif mengingat kondisi dunia yang kini sudah berada di revolusi industri 4.0
Rp1 Miliar
Sementara itu Manajer Outbound Kampung Flory Vina Febsianty mengatakan bahwa pendapatan dari tiga unit usaha di Kampung Flory sekitar Rp1 miliar per bulan.
Kampung Flory terdiri dari tiga unit usaha, yakni kelompok pertanian, kelompok wisata dan kelompok kuliner.
Kampung Flory awalnya milik tanah desa yang tak terawat seluas 6,0 hektare dan kini hanya sekitar 4,5 Ha karena pengelola Puri Mataram melepaskan diri dari "manajemen" Kampung Flory.
BI sejak 2016 memberikan bantuan pembinaan yang hampir semua untuk pembangunan infrastruktur sekitar Rp250 juta per tahun.
Baca juga: Asosiasi Jeep Wisata Sleman gelar Kenduri Raya Sewu Jeep Merayap Merapi
Para narasumber (ANTARA/iskandar Zulkarnaen)
Dilaporkan di Sleman, Minggu, kegiatan itu merupakan bagian dari pelatihan "capacity building" wartawan ekonomi Kalimantan Utara oleh Bank Indonesia Kaltara.
Selama tiga hari, 22 wartawan dari berbagai media itu selain melihat langsung Kampung Flory yang merupakan binaan Bank Indonesia juga mendapat pembekalan materi.
Materi masing-masing dari Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Hendik Sudaryanto, peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Awaluddin dan Redpel Tempo Yandhrie Arvian.
"Kami berharap wartawan Kaltara bisa membuat tulisan tentang desa wisata ini agar bisa dikembangkan di daerah kita karena kita memiliki potensi," kata Hendik Sudaryanto.
Baca juga: Dispar Sleman nyatakan wisata lereng Gunung Merapi masih aman dikunjungi
Dalam menyebutkan perekonomian Kaltara masih hampir 30 persen tergantung kepada sektor ekstraktif atau primer, yakni khususnya eksploitasi batu bara.
"Ini tentu kurang baik karena sangat tergantung kepada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan harga sangat fluktuatif," katanya.
Jadi perlu bagi Kaltara untuk menggali dan mengembangkan potensi unggulan, salah satunya pariwisata seperti Kampung Flory.
Perekonomian Kaltara didominasi oleh sektor pertambangan, pertanian dan infrastruktur (sebagai daerah pemekaran dan perbatasan sehingga berbagai pembangunan fisik terus dipacu).
Pakar dari UGM Awaluddin menambahkan bahwa secara struktur ekonomi wilayah Kalimantan memang "kurang sehat" karena hampir 50 persen menggantungkan diri dari kontribusi sektor ekstraktif, khususnya batu bara.
Saat harga batu bara jatuh maka beberapa daerah mengalami defisit anggaran.
"Saatnya seluruh pemerintah daerah di Kalimantan segera melepaskan diri dari sektor ekstraktif atau primer ini," ujarnya.
Baca juga: Makam Syeh Jumadil Kubra di lereng Gunung Merapa jadi wisata religi
Sektor ekstraktif adalah kegiatan yang mengambil hasil alam secara langsung, sehingga menimbulkan manfaat tertentu, antara lain pertambangan, perikanan laut, penebangan kayu, dan pendulangan emas.
Redpel Tempo Yandhrie Arvian menilai sudah saatnya pengembangan ekonomi lebih kepada sektor kreatif mengingat kondisi dunia yang kini sudah berada di revolusi industri 4.0
Rp1 Miliar
Sementara itu Manajer Outbound Kampung Flory Vina Febsianty mengatakan bahwa pendapatan dari tiga unit usaha di Kampung Flory sekitar Rp1 miliar per bulan.
Kampung Flory terdiri dari tiga unit usaha, yakni kelompok pertanian, kelompok wisata dan kelompok kuliner.
Kampung Flory awalnya milik tanah desa yang tak terawat seluas 6,0 hektare dan kini hanya sekitar 4,5 Ha karena pengelola Puri Mataram melepaskan diri dari "manajemen" Kampung Flory.
BI sejak 2016 memberikan bantuan pembinaan yang hampir semua untuk pembangunan infrastruktur sekitar Rp250 juta per tahun.
Baca juga: Asosiasi Jeep Wisata Sleman gelar Kenduri Raya Sewu Jeep Merayap Merapi