Pengzhou, China (ANTARA) - Semarak peringatan berdirinya Republik Rakyat China masih terlihat meskipun puncaknya sudah setengah bulan berlalu.
Persis pemandangan di Indonesia setiap perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI pada Agustus, bendera nasional China berwarna merah dengan riasan lima bintang di sudut kiri atas (wuxing hongqi) pun masih terpasang di sepanjang jalan protokol Pengzhou, kota kecil yang terletak di barat daya provinsi Sichuan.
Pemandangan di kota Pengzhou makin memikat dengan warna-warni lampu hias sudut kota yang melambangkan kejayaan China di usianya yang ke-70 tahun.
Tak sedikit pun Pengzhou meninggalkan kesan duka walaupun kota berpenduduk 810.000 jiwa itu pernah luluh-lantak akibat guncangan gempa yang hampir terjadi setiap tahun.
Provinsi Sichuan yang di dalam wilayahnya mencakup Pengzhou merupakan satu-satunya daerah di daratan China yang hampir setiap tahun diguncang gempa bumi.
Peristiwa terparah terjadi pada 12 Mei 2008 saat gempa bumi berkekuatan 7,9 pada skala Richter di provinsi itu membunuh sekitar 90.000 jiwa, termasuk 5.300 anak sekolah yang sedang mengikuti pelajaran di kelas.
Bencana yang terus berlanjut pada Agustus dan September 2008 itu juga telah menyebabkan jutaan keluarga di provinsi Sichuan kehilangan tempat tinggal.
Gempa bumi besar juga terjadi di provinsi tersebut, tepatnya di objek wisata terkenal Jiuzhaigou, pada 8 Agustus 2017 hingga menewaskan sekurang-kurangnya 25 orang.
Peristiwa demi peristiwa gempa bumi itu pun diperingati setiap tahun dan telah diabadikan dalam museum di Kota Pengzhou.
Bekas sekolah seminari yang dibangun oleh pemerintah Prancis pada 200 tahun silam juga tidak luput dari amukan bencana.
Delegasi Pemkot Mataram NTB mengunjungi bekas sekolah seminari di Distrik Bailu, Kota Pengzhou, Provinsi Sichuan, China, Rabu (16/10), peninggalan pemerintah Prancis yang dibangun pada 200 tahun silam. (ANTARA/M. Irfan Ilmie)
Namun kesungguhan Pemerintah Kota Pengzhou merawat dan memperbaiki dengan biaya yang mahal membuat bangunan kuno berarsitektur Eropa tersebut tetap berdiri megah di pinggir sungai kecil yang membelah perbukitan.
Di gedung bekas sekolahan seminari yang jauh dari permukiman penduduk itu hampir setiap tahun menjadi tempat festival musik klasik yang menampilkan para musisi dari berbagai negara di Eropa.
Sekitar dua kilometer dari bekas sekolah seminari tersebut terdapat satu area dengan rumah-rumah bergaya Eropa klasik dan kastil yang berdiri megah di salah satu puncak perbukitan, yakni Distrik Bailu.
Distrik Bailu yang bisa ditempuh dalam dua jam dengan mobil dari Bandar Udara Internasional Shuangliu di Chengdu itu kini telah menjadi salah satu objek wisata andalan Provinsi Sichuan yang banyak dikunjungi wisatawan domestik yang menginginkan suasana alam khas Eropa.
Bubble Hotel
Tidak jauh dari Bailu, terdapat pemandangan alam pergunungan yang tak kalah indahnya. Ada hotel bertaraf bintang di lembah Baoshan. Kamarnya unik karena berupa tenda gelembung udara.
"Konsepnya sederhana. Kalau hanya seperti ini, sangat mudah dibangun di wilayah kami," kata Wali Kota Mataram Ahyar Abduh setelah memasuki salah satu kamar Bubble Hotel di Distrik Baoshan, Kota Pengzhou, Rabu (16/10).
Dalam kunjungannya ke Kota Pengzhou pada 15-18 Oktober 2019, Wali Kota Mataram itu tidak bisa menyimpan rasa kagumnya.
Bersama 11 anggota delegasi dari kantor pemerintah kota Mataram, Ahyar mengamati satu per satu tenda putih berfasilitas hotel berbintang itu sambil berbincang dengan pengelola hotel.
Baca juga: Ratusan warga Pengzhou antusiasme sambut kota kembar dengan Mataram
Bubble Hotel di lembah Baoshan itu memiliki 30 unit kamar dengan harga sewa masing-masing 800 yuan atau sekitar Rp1,5 juta per malam.
Kamar hotel gelembung udara itu dilengkapi pengatur suhu yang bisa disetel panas atau dingin tergantung musim, ruang tamu, kamar tidur dengan satu ranjang untuk dua orang, kamar mandi dilengkapi bath tub, dan ruang ganti pakaian.
Atap bagian ruang tamu terbuat dari plastik transparan setengah lingkaran untuk menampung sorot sinar matahari atau cahaya rembulan.
Di depan pintu masuk, terdapat taman air sehingga kamar hotel gelembung putih itu sekilas seperti bola yang sedang mengambang.
Pada malam hari, lampu warna-warni dari dalam tenda mengesankan kamar-kamar hotel seperti bola-bola yang sedang bergelinding menyusuri lembah Baoshan.
Dari seorang pengelola didapati informasi bahwa nilai investasi satu unit tenda kamar gelembung udara itu bisa mencapai 400.000 yuan atau sekitar Rp793 juta.
"Kalau untuk lahan, di Kota Mataram ada yang luasnya seperti di sini," kata Ahyar yang saat itu mengelilingi area hotel.
Mataram dan Pengzhou memiliki kemiripan karakteristik karena kedua kota sama-sama di atas lintasan peta gempa meskipun pada garis bumi yang berbeda.
Baca juga: Pemkot Mataram pakai dana kelurahan tata Pantai Loang Baloq
Mataram memiliki garis pantai sepanjang sembilan kilometer, sedangkan Pengzhou tidak karena berada di tengah cekungan lembah Sichuan.
"Sangat senang kami kalau nanti bisa bekerja sama dengan Mataram," kata Wali Kota Pengzhou Wang Fengjun saat menerima Ahyar sebelum penandatanganan surat pernyataan kehendak (LoI) di perkampungan kuno di pinggiran Kota Pengzhou pada Jumat (18/10).
Mataram akan menjadi mitra ke-13 karena sampai saat ini Kota Pengzhou telah memiliki 12 kota di Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia yang menjadi mitranya.
Pemkot Pengzhou memiliki gedung megah di salah satu sudut kota yang menjadi ruang pamer budaya dan kerajinan tangan dari 12 mitranya itu, selain juga di Distrik Bailu.
"Nantinya kami sediakan ruang khusus untuk memajang potensi Mataram di gedung ini. Kami juga akan memberikan kesempatan kepada Mataram agar mengirimkan duta seninya di festival seni dan budaya Distrik Bailu setiap bulan Juli," kata Wakil Wali Kota Pengzhou Qiu Hong.
Tentu tawaran dari dua perjabat tertinggi di Kota Pengzhou tersebut disambut gembira oleh Ahyar dan delegasi Pemkot Mataram.
Ia akan mengatur kawasan kota tua di Ampenan agar bisa bermanfaat banyak bagi warga dan wisatawan seperti di Distrik Bailu.
Saat menyampaikan undangan balasan secara lisan, Ahyar berjanji akan memberikan ruang yang sama kepada Kota Pengzhou.
"Menarik mempelajari Kota Pengzhou ini karena kami juga ingin bangkit setelah terkena bencana," ujar Ahyar yang kotanya juga terkena gempa bumi pada Agustus 2018 hingga menewaskan sembilan orang warga.
Persis pemandangan di Indonesia setiap perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI pada Agustus, bendera nasional China berwarna merah dengan riasan lima bintang di sudut kiri atas (wuxing hongqi) pun masih terpasang di sepanjang jalan protokol Pengzhou, kota kecil yang terletak di barat daya provinsi Sichuan.
Pemandangan di kota Pengzhou makin memikat dengan warna-warni lampu hias sudut kota yang melambangkan kejayaan China di usianya yang ke-70 tahun.
Tak sedikit pun Pengzhou meninggalkan kesan duka walaupun kota berpenduduk 810.000 jiwa itu pernah luluh-lantak akibat guncangan gempa yang hampir terjadi setiap tahun.
Provinsi Sichuan yang di dalam wilayahnya mencakup Pengzhou merupakan satu-satunya daerah di daratan China yang hampir setiap tahun diguncang gempa bumi.
Peristiwa terparah terjadi pada 12 Mei 2008 saat gempa bumi berkekuatan 7,9 pada skala Richter di provinsi itu membunuh sekitar 90.000 jiwa, termasuk 5.300 anak sekolah yang sedang mengikuti pelajaran di kelas.
Bencana yang terus berlanjut pada Agustus dan September 2008 itu juga telah menyebabkan jutaan keluarga di provinsi Sichuan kehilangan tempat tinggal.
Gempa bumi besar juga terjadi di provinsi tersebut, tepatnya di objek wisata terkenal Jiuzhaigou, pada 8 Agustus 2017 hingga menewaskan sekurang-kurangnya 25 orang.
Peristiwa demi peristiwa gempa bumi itu pun diperingati setiap tahun dan telah diabadikan dalam museum di Kota Pengzhou.
Bekas sekolah seminari yang dibangun oleh pemerintah Prancis pada 200 tahun silam juga tidak luput dari amukan bencana.
Namun kesungguhan Pemerintah Kota Pengzhou merawat dan memperbaiki dengan biaya yang mahal membuat bangunan kuno berarsitektur Eropa tersebut tetap berdiri megah di pinggir sungai kecil yang membelah perbukitan.
Di gedung bekas sekolahan seminari yang jauh dari permukiman penduduk itu hampir setiap tahun menjadi tempat festival musik klasik yang menampilkan para musisi dari berbagai negara di Eropa.
Sekitar dua kilometer dari bekas sekolah seminari tersebut terdapat satu area dengan rumah-rumah bergaya Eropa klasik dan kastil yang berdiri megah di salah satu puncak perbukitan, yakni Distrik Bailu.
Distrik Bailu yang bisa ditempuh dalam dua jam dengan mobil dari Bandar Udara Internasional Shuangliu di Chengdu itu kini telah menjadi salah satu objek wisata andalan Provinsi Sichuan yang banyak dikunjungi wisatawan domestik yang menginginkan suasana alam khas Eropa.
Bubble Hotel
Tidak jauh dari Bailu, terdapat pemandangan alam pergunungan yang tak kalah indahnya. Ada hotel bertaraf bintang di lembah Baoshan. Kamarnya unik karena berupa tenda gelembung udara.
"Konsepnya sederhana. Kalau hanya seperti ini, sangat mudah dibangun di wilayah kami," kata Wali Kota Mataram Ahyar Abduh setelah memasuki salah satu kamar Bubble Hotel di Distrik Baoshan, Kota Pengzhou, Rabu (16/10).
Dalam kunjungannya ke Kota Pengzhou pada 15-18 Oktober 2019, Wali Kota Mataram itu tidak bisa menyimpan rasa kagumnya.
Bersama 11 anggota delegasi dari kantor pemerintah kota Mataram, Ahyar mengamati satu per satu tenda putih berfasilitas hotel berbintang itu sambil berbincang dengan pengelola hotel.
Baca juga: Ratusan warga Pengzhou antusiasme sambut kota kembar dengan Mataram
Bubble Hotel di lembah Baoshan itu memiliki 30 unit kamar dengan harga sewa masing-masing 800 yuan atau sekitar Rp1,5 juta per malam.
Kamar hotel gelembung udara itu dilengkapi pengatur suhu yang bisa disetel panas atau dingin tergantung musim, ruang tamu, kamar tidur dengan satu ranjang untuk dua orang, kamar mandi dilengkapi bath tub, dan ruang ganti pakaian.
Atap bagian ruang tamu terbuat dari plastik transparan setengah lingkaran untuk menampung sorot sinar matahari atau cahaya rembulan.
Di depan pintu masuk, terdapat taman air sehingga kamar hotel gelembung putih itu sekilas seperti bola yang sedang mengambang.
Pada malam hari, lampu warna-warni dari dalam tenda mengesankan kamar-kamar hotel seperti bola-bola yang sedang bergelinding menyusuri lembah Baoshan.
Dari seorang pengelola didapati informasi bahwa nilai investasi satu unit tenda kamar gelembung udara itu bisa mencapai 400.000 yuan atau sekitar Rp793 juta.
"Kalau untuk lahan, di Kota Mataram ada yang luasnya seperti di sini," kata Ahyar yang saat itu mengelilingi area hotel.
Mataram dan Pengzhou memiliki kemiripan karakteristik karena kedua kota sama-sama di atas lintasan peta gempa meskipun pada garis bumi yang berbeda.
Baca juga: Pemkot Mataram pakai dana kelurahan tata Pantai Loang Baloq
Mataram memiliki garis pantai sepanjang sembilan kilometer, sedangkan Pengzhou tidak karena berada di tengah cekungan lembah Sichuan.
"Sangat senang kami kalau nanti bisa bekerja sama dengan Mataram," kata Wali Kota Pengzhou Wang Fengjun saat menerima Ahyar sebelum penandatanganan surat pernyataan kehendak (LoI) di perkampungan kuno di pinggiran Kota Pengzhou pada Jumat (18/10).
Mataram akan menjadi mitra ke-13 karena sampai saat ini Kota Pengzhou telah memiliki 12 kota di Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia yang menjadi mitranya.
Pemkot Pengzhou memiliki gedung megah di salah satu sudut kota yang menjadi ruang pamer budaya dan kerajinan tangan dari 12 mitranya itu, selain juga di Distrik Bailu.
"Nantinya kami sediakan ruang khusus untuk memajang potensi Mataram di gedung ini. Kami juga akan memberikan kesempatan kepada Mataram agar mengirimkan duta seninya di festival seni dan budaya Distrik Bailu setiap bulan Juli," kata Wakil Wali Kota Pengzhou Qiu Hong.
Tentu tawaran dari dua perjabat tertinggi di Kota Pengzhou tersebut disambut gembira oleh Ahyar dan delegasi Pemkot Mataram.
Ia akan mengatur kawasan kota tua di Ampenan agar bisa bermanfaat banyak bagi warga dan wisatawan seperti di Distrik Bailu.
Saat menyampaikan undangan balasan secara lisan, Ahyar berjanji akan memberikan ruang yang sama kepada Kota Pengzhou.
"Menarik mempelajari Kota Pengzhou ini karena kami juga ingin bangkit setelah terkena bencana," ujar Ahyar yang kotanya juga terkena gempa bumi pada Agustus 2018 hingga menewaskan sembilan orang warga.