Jakarta (ANTARA) - Sektor pariwisata diproyeksikan akan menjadi “core economy” dan penyumbang devisa terbesar di Indonesia untuk lima tahun ke depan.
Menteri Pariwisata Arief Yahya saat Rembuk Nasional Pariwisata Indonesia (Masata) di Aruba Room The Kasablanka, Kota Kasablanka, Jakarta, Selasa, mengatakan, saat ini sektor pariwisata telah ditetapkan sebagai sektor unggulan penyumbang ekonomi bangsa oleh pemerintah melampaui CPO (minyak sawit mentah).
“Saya optimistis tahun ini dan lima tahun ke depan, industri pariwisata menjadi salah satu yang menyumbangkan devisa terbesar, mengalahkan sektor lain dengan proyeksi nilai sebesar 20 miliar dolar AS,” katanya.
Baca juga: Paviliun Indonesia raih penghargaan tujuan wisata terbaik di Afrika Selatan
Ia mengatakan, Indonesia memiliki ribuan destinasi, baik yang sudah populer namanya maupun yang masih belum digarap optimal. Apalagi pembangunan infrastruktur terus digalakkan, maka bukan tidak mungkin dunia pariwisata akan menjadi andalan baru bagi pemasukan negara.
Arief mengatakan, berdasarkan data World Travel & Tourism Council, pariwisata Indonesia menjadi yang tercepat tumbuh dengan menempati peringkat ke-9 di dunia, nomor tiga di Asia, dan nomor satu di kawasan Asia Tenggara. Capaian di sektor pariwisata itu juga diakui perusahaan media di Inggris, The Telegraph yang mencatat Indonesia sebagai “The Top 20 Fastest Growing Travel Destinations”.
Baca juga: Borneo Extravaganza 2019 promosikan wisata Indonesia
Indeks daya saing pariwisata Indonesia menurut World Economy Forum (WEF) juga menunjukkan perkembangan membanggakan, di mana peringkat Indonesia naik 8 poin dari 50 pada 2015, ke peringkat 42 pada 2017.
“Persaingan sekarang ini bukan soal yang besar mengalahkan yang kecil, tetapi siapa yang tercepat. Kita bisa melampaui negara-negara pesaing kita di Asia Tenggara,” ujarnya.
Baca juga: Menpar dorong Indonesia jadi destinasi wisata ramah vegetarian
Pada 2017, kata Menpar, pertumbuhan sektor pariwisata melaju pesat sebesar 22 persen, menempati peringkat kedua setelah Vietnam (29 persen).
Sementara Malaysia tumbuh 4 persen, Singapura 5,7 persen, dan Thailand 8,7 persen. Pada tahun yang sama, rata-rata pertumbuhan sektor pariwisata di dunia 6,4 persen dan 7 persen di ASEAN.
“Vietnam lebih tinggi karena mereka melakukan deregulasi besar-besaran. Jadi, Vietnam saat ini adalah 'tourist and investor darling',” katanya.
Baca juga: Menpar ajak pengusaha memajukan wisata belanja di Indonesia
Tercatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia naik siginifikan dari 2015-2017. Pada 2015 sebanyak 10,41 juta, tahun 2016 menjadi 12,01 juta, dan tahun 2017 sebanyak 14,04 juta.
Sampai Agustus 2018, jumlah wisman mencapai 10,58 juta. Wisatawan Nusantara juga terus naik. Sejak 2015 sebanyak 256 juta, tahun 2016 berkembang lagi menjadi 264,33 juta, dan tahun 2017 meningkat menjadi 270,82 juta.
Sementara itu, sumbangan devisa dari sektor pariwisata meningkat dari 12,2 miliar dolar AS pada 2015, menjadi 13,6 miliar dolar AS pada 2016, dan naik lagi menjadi 15 miliar dolar AS pada 2017.
Pada 2018 ditargetkan meraup devisa 17 miliar dolar AS serta pada 2019 dibidik menyumbang devisa nomor 1 mengalahkan sektor lain dengan proyeksi nilai sebesar 20 miliar dolar AS.
Acara Rembuk Nasional Pariwisata Indonesia dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah, Komisaris Utama NET Mediatama Televisi Wishnutama, Ketua Umum Asita Nunung Rusmiati, Irfan Wahid tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas Pariwisata, Ketua Umum Masata Panca Sarungu, Dewan Pembina Masata Michael Umbas, dan Ketum GIPI Didien Junaedi.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Tengah menjelaskan, infrastruktur pariwisata daerah memegang peran penting agar wisatawan yang datang merasa nyaman dan tidak kecewa saat berkunjung.
“Jateng sendiri tengah mempersiapkan jalan tol Solo-Yogyakarta, sehingga tidak macet lagi. Kita sedang siapkan dan tahun ini sudah berjalan,” katanya.
Ganjar mengatakan, kuliner yang menjadi bagian dari pariwisata merupakan daya tarik setiap daerah. Tak jarang, setiap kali berkunjung ke daerah yang ada di Indonesia ia kerap mengabadikannya melalui video blog miliknya.
“Ayo piknik. Bikinlah keluargamu, temanmu, bahagia. Sambil kulineran juga, bagikan kesenanganmu lewat sosial media. 'Statement' Pak Menteri Pariwisata Arief Yahya itu benar 100 persen, kalau kekuatan untuk menjual Indonesia keluar secara 'powerfull' itu pariwisata” katanya.
Sementara itu, Tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas Pariwisata Irfan Wahid menjelaskan, formula baru “storynomics tourism” bakal digunakan untuk mengakselerasi percepatan pembangunan wisata di lima kawasan destinasi super prioritas.
Irfan mencontohkan, kisah-kisah dari kawasan Danau Toba sejatinya begitu banyak namun tak pernah digarap dengan benar-benar optimal.
”Kita memiliki kekayaan sejarah, budaya, dan alam yang begitu banyak namun masih sangat minim informasi maupun konten yang menceritakan tentang hal-hal tersebut. Seperti contohnya yang kita alami selama berada di Toba,” katanya.
Ia menilai diperlukan pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, dan "living culture" serta menggunakan kekuatan budaya sebagai DNA destinasi.
Menteri Pariwisata Arief Yahya saat Rembuk Nasional Pariwisata Indonesia (Masata) di Aruba Room The Kasablanka, Kota Kasablanka, Jakarta, Selasa, mengatakan, saat ini sektor pariwisata telah ditetapkan sebagai sektor unggulan penyumbang ekonomi bangsa oleh pemerintah melampaui CPO (minyak sawit mentah).
“Saya optimistis tahun ini dan lima tahun ke depan, industri pariwisata menjadi salah satu yang menyumbangkan devisa terbesar, mengalahkan sektor lain dengan proyeksi nilai sebesar 20 miliar dolar AS,” katanya.
Baca juga: Paviliun Indonesia raih penghargaan tujuan wisata terbaik di Afrika Selatan
Ia mengatakan, Indonesia memiliki ribuan destinasi, baik yang sudah populer namanya maupun yang masih belum digarap optimal. Apalagi pembangunan infrastruktur terus digalakkan, maka bukan tidak mungkin dunia pariwisata akan menjadi andalan baru bagi pemasukan negara.
Arief mengatakan, berdasarkan data World Travel & Tourism Council, pariwisata Indonesia menjadi yang tercepat tumbuh dengan menempati peringkat ke-9 di dunia, nomor tiga di Asia, dan nomor satu di kawasan Asia Tenggara. Capaian di sektor pariwisata itu juga diakui perusahaan media di Inggris, The Telegraph yang mencatat Indonesia sebagai “The Top 20 Fastest Growing Travel Destinations”.
Baca juga: Borneo Extravaganza 2019 promosikan wisata Indonesia
Indeks daya saing pariwisata Indonesia menurut World Economy Forum (WEF) juga menunjukkan perkembangan membanggakan, di mana peringkat Indonesia naik 8 poin dari 50 pada 2015, ke peringkat 42 pada 2017.
“Persaingan sekarang ini bukan soal yang besar mengalahkan yang kecil, tetapi siapa yang tercepat. Kita bisa melampaui negara-negara pesaing kita di Asia Tenggara,” ujarnya.
Baca juga: Menpar dorong Indonesia jadi destinasi wisata ramah vegetarian
Pada 2017, kata Menpar, pertumbuhan sektor pariwisata melaju pesat sebesar 22 persen, menempati peringkat kedua setelah Vietnam (29 persen).
Sementara Malaysia tumbuh 4 persen, Singapura 5,7 persen, dan Thailand 8,7 persen. Pada tahun yang sama, rata-rata pertumbuhan sektor pariwisata di dunia 6,4 persen dan 7 persen di ASEAN.
“Vietnam lebih tinggi karena mereka melakukan deregulasi besar-besaran. Jadi, Vietnam saat ini adalah 'tourist and investor darling',” katanya.
Baca juga: Menpar ajak pengusaha memajukan wisata belanja di Indonesia
Tercatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia naik siginifikan dari 2015-2017. Pada 2015 sebanyak 10,41 juta, tahun 2016 menjadi 12,01 juta, dan tahun 2017 sebanyak 14,04 juta.
Sampai Agustus 2018, jumlah wisman mencapai 10,58 juta. Wisatawan Nusantara juga terus naik. Sejak 2015 sebanyak 256 juta, tahun 2016 berkembang lagi menjadi 264,33 juta, dan tahun 2017 meningkat menjadi 270,82 juta.
Sementara itu, sumbangan devisa dari sektor pariwisata meningkat dari 12,2 miliar dolar AS pada 2015, menjadi 13,6 miliar dolar AS pada 2016, dan naik lagi menjadi 15 miliar dolar AS pada 2017.
Pada 2018 ditargetkan meraup devisa 17 miliar dolar AS serta pada 2019 dibidik menyumbang devisa nomor 1 mengalahkan sektor lain dengan proyeksi nilai sebesar 20 miliar dolar AS.
Acara Rembuk Nasional Pariwisata Indonesia dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah, Komisaris Utama NET Mediatama Televisi Wishnutama, Ketua Umum Asita Nunung Rusmiati, Irfan Wahid tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas Pariwisata, Ketua Umum Masata Panca Sarungu, Dewan Pembina Masata Michael Umbas, dan Ketum GIPI Didien Junaedi.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Tengah menjelaskan, infrastruktur pariwisata daerah memegang peran penting agar wisatawan yang datang merasa nyaman dan tidak kecewa saat berkunjung.
“Jateng sendiri tengah mempersiapkan jalan tol Solo-Yogyakarta, sehingga tidak macet lagi. Kita sedang siapkan dan tahun ini sudah berjalan,” katanya.
Ganjar mengatakan, kuliner yang menjadi bagian dari pariwisata merupakan daya tarik setiap daerah. Tak jarang, setiap kali berkunjung ke daerah yang ada di Indonesia ia kerap mengabadikannya melalui video blog miliknya.
“Ayo piknik. Bikinlah keluargamu, temanmu, bahagia. Sambil kulineran juga, bagikan kesenanganmu lewat sosial media. 'Statement' Pak Menteri Pariwisata Arief Yahya itu benar 100 persen, kalau kekuatan untuk menjual Indonesia keluar secara 'powerfull' itu pariwisata” katanya.
Sementara itu, Tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas Pariwisata Irfan Wahid menjelaskan, formula baru “storynomics tourism” bakal digunakan untuk mengakselerasi percepatan pembangunan wisata di lima kawasan destinasi super prioritas.
Irfan mencontohkan, kisah-kisah dari kawasan Danau Toba sejatinya begitu banyak namun tak pernah digarap dengan benar-benar optimal.
”Kita memiliki kekayaan sejarah, budaya, dan alam yang begitu banyak namun masih sangat minim informasi maupun konten yang menceritakan tentang hal-hal tersebut. Seperti contohnya yang kita alami selama berada di Toba,” katanya.
Ia menilai diperlukan pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, dan "living culture" serta menggunakan kekuatan budaya sebagai DNA destinasi.