Klungkung, Bali (ANTARA) - Yayasan Westerlaken Belanda mengembalikan Mata Tombak Senjata Era Perang Puputan Klungkung Masa 1908 ke Pemkab Klungkung yang diterima langsung oleh Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta dengan didampingi Raja Klungkung Ida Dalem Semaraputra.
Humas Pemkab Klungkung dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat, melaporkan senjata peperangan pada masa lalu dihibahkan ke Pemkab Klungkung itu dalam serah terima di Pendopo Puri Agung Klungkung pada 10 Oktober 2019.
Pasca-Perang Puputan Klungkung, sebagian besar relik berupa keris kenegaraan, alat-alat upacara, senjata, perhiasan, serta kalung dari I Dewa Agung Gede Agung (Putera Mahkota Klungkung) dibawa ke dua tempat yakni ke Batavia/Jakarta dan ke Belanda.
Oleh karena itu, benda-benda dari Puri Klungkung itu pun dapat dilihat di Museum Nasional dan beberapa museum yang tersebar di Leiden Belanda.
Setelah melalui validasi dan pemeriksaan lanjutan bersama beberapa Ahli Konservasi Cagar Budaya di Belanda, dipastikan dari bentuk tombak dan ukiran sarung tombak bahwa kedua mata tombak ini berasal dari periode tahun 1900 Kerajaan Klungkung.
Kedua tombak ini menjadi saksi bisu dari kejadian Perang Puputan Klungkung. Dugaan ini diperkuat dengan laporan dari W.OJ. Nieuwenkamp (seorang pelukis dan kurator dari Belanda) yang melakukan ekspedisi ke Bali pada tahun 1917 untuk mencari benda-benda koleksi untuk museum di Belanda.
Raja Klungkung Ida Dalem Semaraputra mengatakan dari pihak Puri Agung Klungkung menyambut dengan gembira serta menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Westerlaken yang sudah mengembalikan mata tombak yang diyakini milik Puri Agung Klungkung.
"Kita berharap kembalinya kepala mata tombak ini, merupakan suatu langkah awal untuk membuka jalan agar benda-benda peninggalan yang seharusnya milik kita bisa kembali ke tangan kita. Apa yang dulu kita miliki saat perang puputan sudah ada, semoga kembalinya mata tombak ini sebagai langkah awal dari kembalinya benda pusaka yang seharusnya milik Puri Agung Klungkung," katanya.
Pihaknya juga mengatakan benda pusaka ini akan dititipkan ke Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk disimpan, dijaga serta dirawat di Museum Semarajaya dan akan dipamerkan, sehingga nanti apabila masyarakat ingin melihatnya bisa melihatnya di museum.
"Ini belum tentu senjata pusaka milik salah keluarga kerajaan. Karena yang bertempur pada waktu itu tidak hanya keluarga puri saja, melainkan masyarakat juga ikut. Walhasil dari penelitian baru menunjukkan era dari benda itu dapat diketahui dari motif ukirannya," katanya
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta menyambut baik dari apa yang sudah dikembalikan yang menjadi milik bersama.
Kepada seluruh para ahli kebudayaan, ia mengimbau jikalau ada yang ingin mengkaji, meneliti dan menelusuri mata tombak ini, tentu pemkab membuka pintu sehingga mata tombak yang ada di Museum Semarajaya tidak hanya sekedar menjadi barang pajangan yang tidak diketahui manfaatnya.
"Mudah-mudahan dengan kembalinya mata tombak ini nantinya menjadi pembuka untuk mengembalikan kejayaan Klungkung sebagai pusat Kebudayaan Bali yang mana akan segera dibangun Pusat Kebudayaan Bali di Guknasa," kata Bupati asal Ceningan itu.
Pihaknya juga akan segera membenahi Museum Semarajaya sehingga menjadi museum yang diinginkan. "Kepada suluruh kolektor yang masih mengoleksi salah satu yang menjadi peninggalan kerajaan Puri Klungkung supaya ikut mengembalikannya," tandasnya
Sementara itu, Ketua Yayasan Westerlaken, Rodney Westerlaken MA, Bed mengatakan, sepenggal sejarah dari Belanda dan Kerajaan Klungkung tidak akan pernah lepas dari memori.
"Benda-benda inilah yang seharusnya bercerita lebih lengkap bagaimana sejatinya megah dan mahsyurnya Kerajaan Klungkung, serta bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam perang puputan di tahun 1908," katanya.
Ia percaya bahwa seharusnya benda-benda ini dikembalikan kepada pemilik sebenarnya yaitu Kerajaan Klungkung dan dipamerkan di Museum Klungkung. Karena ini adalah bagian dari sejarah, warisan adi luhur yang seharusnya bisa dilihat oleh segenap masyarakat klungkung dengan mudah, sehingga generasi mendatang akan terus tahu apa sesungguhnya makna "Dharmaning Ksatrya Mahottama".
Sejarah yang ada menunjukkan bahwa Belanda dan Kerajaan Klungkung memiliki ikatan sejarah yang tidak dapat dilupakan. "Namun dibalik Patriotisme Perang Puputan ini, terdapat kisah-kisah yang tak seluruhnya dapat diungkapkan dan dituturkan pada generasi muda saat ini," katanya.
"Semoga langkah kecil ini bisa menjadi awalan yang direstui, Perang Puputan ini mungkin pernah menjadi catatan kelam bagi kedua belah pihak, namun saya berharap apa yang saya lakukan bisa menjadi atau cinta kasih yang akan membawa jalan baik bagi kedua belah pihak," harapnya.
Humas Pemkab Klungkung dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat, melaporkan senjata peperangan pada masa lalu dihibahkan ke Pemkab Klungkung itu dalam serah terima di Pendopo Puri Agung Klungkung pada 10 Oktober 2019.
Pasca-Perang Puputan Klungkung, sebagian besar relik berupa keris kenegaraan, alat-alat upacara, senjata, perhiasan, serta kalung dari I Dewa Agung Gede Agung (Putera Mahkota Klungkung) dibawa ke dua tempat yakni ke Batavia/Jakarta dan ke Belanda.
Oleh karena itu, benda-benda dari Puri Klungkung itu pun dapat dilihat di Museum Nasional dan beberapa museum yang tersebar di Leiden Belanda.
Setelah melalui validasi dan pemeriksaan lanjutan bersama beberapa Ahli Konservasi Cagar Budaya di Belanda, dipastikan dari bentuk tombak dan ukiran sarung tombak bahwa kedua mata tombak ini berasal dari periode tahun 1900 Kerajaan Klungkung.
Kedua tombak ini menjadi saksi bisu dari kejadian Perang Puputan Klungkung. Dugaan ini diperkuat dengan laporan dari W.OJ. Nieuwenkamp (seorang pelukis dan kurator dari Belanda) yang melakukan ekspedisi ke Bali pada tahun 1917 untuk mencari benda-benda koleksi untuk museum di Belanda.
Raja Klungkung Ida Dalem Semaraputra mengatakan dari pihak Puri Agung Klungkung menyambut dengan gembira serta menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Westerlaken yang sudah mengembalikan mata tombak yang diyakini milik Puri Agung Klungkung.
"Kita berharap kembalinya kepala mata tombak ini, merupakan suatu langkah awal untuk membuka jalan agar benda-benda peninggalan yang seharusnya milik kita bisa kembali ke tangan kita. Apa yang dulu kita miliki saat perang puputan sudah ada, semoga kembalinya mata tombak ini sebagai langkah awal dari kembalinya benda pusaka yang seharusnya milik Puri Agung Klungkung," katanya.
Pihaknya juga mengatakan benda pusaka ini akan dititipkan ke Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk disimpan, dijaga serta dirawat di Museum Semarajaya dan akan dipamerkan, sehingga nanti apabila masyarakat ingin melihatnya bisa melihatnya di museum.
"Ini belum tentu senjata pusaka milik salah keluarga kerajaan. Karena yang bertempur pada waktu itu tidak hanya keluarga puri saja, melainkan masyarakat juga ikut. Walhasil dari penelitian baru menunjukkan era dari benda itu dapat diketahui dari motif ukirannya," katanya
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta menyambut baik dari apa yang sudah dikembalikan yang menjadi milik bersama.
Kepada seluruh para ahli kebudayaan, ia mengimbau jikalau ada yang ingin mengkaji, meneliti dan menelusuri mata tombak ini, tentu pemkab membuka pintu sehingga mata tombak yang ada di Museum Semarajaya tidak hanya sekedar menjadi barang pajangan yang tidak diketahui manfaatnya.
"Mudah-mudahan dengan kembalinya mata tombak ini nantinya menjadi pembuka untuk mengembalikan kejayaan Klungkung sebagai pusat Kebudayaan Bali yang mana akan segera dibangun Pusat Kebudayaan Bali di Guknasa," kata Bupati asal Ceningan itu.
Pihaknya juga akan segera membenahi Museum Semarajaya sehingga menjadi museum yang diinginkan. "Kepada suluruh kolektor yang masih mengoleksi salah satu yang menjadi peninggalan kerajaan Puri Klungkung supaya ikut mengembalikannya," tandasnya
Sementara itu, Ketua Yayasan Westerlaken, Rodney Westerlaken MA, Bed mengatakan, sepenggal sejarah dari Belanda dan Kerajaan Klungkung tidak akan pernah lepas dari memori.
"Benda-benda inilah yang seharusnya bercerita lebih lengkap bagaimana sejatinya megah dan mahsyurnya Kerajaan Klungkung, serta bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam perang puputan di tahun 1908," katanya.
Ia percaya bahwa seharusnya benda-benda ini dikembalikan kepada pemilik sebenarnya yaitu Kerajaan Klungkung dan dipamerkan di Museum Klungkung. Karena ini adalah bagian dari sejarah, warisan adi luhur yang seharusnya bisa dilihat oleh segenap masyarakat klungkung dengan mudah, sehingga generasi mendatang akan terus tahu apa sesungguhnya makna "Dharmaning Ksatrya Mahottama".
Sejarah yang ada menunjukkan bahwa Belanda dan Kerajaan Klungkung memiliki ikatan sejarah yang tidak dapat dilupakan. "Namun dibalik Patriotisme Perang Puputan ini, terdapat kisah-kisah yang tak seluruhnya dapat diungkapkan dan dituturkan pada generasi muda saat ini," katanya.
"Semoga langkah kecil ini bisa menjadi awalan yang direstui, Perang Puputan ini mungkin pernah menjadi catatan kelam bagi kedua belah pihak, namun saya berharap apa yang saya lakukan bisa menjadi atau cinta kasih yang akan membawa jalan baik bagi kedua belah pihak," harapnya.