Melihat dua ekor gagak bergabung dengan puluhan ekor burung merpati di halaman Stasiun Kereta (Metro) Shabolovskaya, Kota Moskow, Rusia, seakan tak percaya itu ada. Sebab, kalau di Indonesia, mungkin sudah menjadi santapan para pemburu yang hanya ingin memuaskan hawa nafsu.

Terkait hal itu, ada yang bisa dipelajari dari dua kelompok makhluk tersebut. Meski keduanya bersama di satu titik di mana orang kerap menaburkan aneka biji-bijian, namun tidak saling berebutan.

Nampak gagak dengan gagahnya melangkah menuju makanan yang jaraknya tak jauh dan mulai mematuk beberapa butir, dan ia berhenti di sana meski di depannya beberapa langkah ada makanan lain, tetapi berada persis di depan merpati.

Kedua kelompok makhluk tersebut saling berbagi dan saling bergiliran atau bisa diistilahkan antre guna mengambil makanan yang ditaburkan manusia untuk mereka.

Menarik benang merahnya, bukan menyamakan dengan rutinitas warga Rusia,tetapi setidaknya ada kesamaan dalam hal budaya menghargai dan antre.

Budaya antre dan saling menghargai cukup terjaga di ibu kota Rusia itu, mungkin di tempat lainnya. Sebagai contoh ketika ada penyeberang jalan, kendaraan yang melaju cukup kencang pun langsung berhenti, dan tidak ada kata umpatan dari sopir seperti yang sering terdengar di Tanah Air.

Selain itu, meski ketergesa-gesaan dinampakkan dalam kehidupan mereka, namun prioritas bagi lansia, perempuan hamil dan anak-anak di semua lini kegiatan diutamakan.

Keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki atau mereka yang bersepeda mendapat jaminan baik dari sesama pejalan maupun pengendara kendaraan bermotor.

Kemudian, angkutan massal seperti trem dan metro terjadwal dan tepat waktu sehingga warga yang menggunakan moda transportasi tersebut bisa menentukan kapan berangkat dan tiba di tempat tujuan.

Kendaraan tersebut semua pembayaraannya melalui kartu, bukan uang tunai. Di setiap? halte atau stasiun akan berhenti, dan tetap membuka pintu tanpa mempedulikan apakah ada penumpang turun atau naik. Artinya, rutinitas itu tetap berjalan sesuai aturan dan mekanisme yang telah ditetapkan, dan sopir atau masinis tak mau mencuri-curi kesempatan.

Seorang nenek bernama Stevnova, berusia sekitar 80 tahunan mengatakan kehidupan di Moskow menjadikan orang lebih sehat karena harus berjalan menuju metro atau pun trem dan tempat lainnya.

Ia yang mengaku mengenal Soekarno dan Indonesia ketika muda dulu, tetap menggunakan trem untuk ke mal atau tempat lainnya karena lebih murah dan terjamin keamanan serta kenyamanannya.

Terkait kenyamanan, katanya, seluruh calon penumpang akan memberikan kesempatan pertama pada dirinya untuk naik ke kendaraan umum tersebut dan di dalam pun ada penumpang yang memberikan bangkunya kepada dia.

Dalam perbincangan singkat di sebuah halte depan salah satu pusat perbelanjaan di Moskow, ia pun mengungkapkan resep sehat ala Rusia adalah mudah, yakni jangan memanjakan diri dengan enggan berjalan.

  Suasana di salah satu sudut Kota Moskow. (Foto: Antara Lampung/Triono Subagyo)


Di usianya yang lansia itu, ia tetap jalan meski harus ditopang dengan satu tongkat untuk menahan manakala melintasi daerah seperti turunan atau akan menaiki tangga.

Sementara pantauan beberapa hari di Moskow, selain berjalan, warga yang ada di kota itu menggunakan sekuter, skateboard atau sepeda, bahkan di metro ada tempat untuk meletakkan sepeda milik penumpang. Uniknya, penaik sekuter tidak hanya anak-anak, tetapi orang dewasa pun menggunakannya.

Sementara di sejumlah mal menyediakan aneka sepeda dan piranti baik untuk sepeda ataupun bagi pengendaranya. Bahkan, di salah satu pusat perbelanjaan, ada semacam jalan khusus untuk calon pembeli mencoba sepeda, dan terlihat mengitari bagian dalam mal itu.

Kebiasaan jalan, bersepeda dan menggunakan kereta ternyata menjadi salah satu resep sehat bagi warga Moskow dan Rusia umumnya.



Minim Polusi

Satu lagi yang mungkin membuat orang Moskow dan Rusia sehat adalah minimnya polusi udara di kota tersebut. Yang dimaksud polusi disini yakni dari asap kendaraan, seperti yang ada di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia umumnya.

Hampir semua kendaraan besar seperti trem dan metro menggunakan tenaga listrik, sedangkan kendaraan kecil (mobil) meski menggunakan bahan bakar minyak namun tak mengeluarkan asap.

Selain itu, di kota besar tersebut tidak banyak bahkan dianggap tidak ada sepeda motor yang menyemut seperti di Indonesia yang menjadi salah satu pemasok polusi udara. Walaupun ada sepeda motor yang ber-CC besar.

Selain itu, kesadaran masyarakatnya dalam hal sampah dan tempat merokok sangat dipatuhi. Sebagian besar warga setempat baik tua, muda, laki-laki dan perempuan merokok, mungkin untuk menghangatkan badan karena daerah dingin.

Mereka ketika merokok, akan berhenti di sudut-sudut yang memang menyediakan kotak sampah untuk membuang abu dan sisa atau puntungnya.

Begitu pula mereka yang ada di dalam apartemen, restoran, kampus atau tempat lainnya akan turun atau ke luar dan mencari sudut atau tempat untuk merokok. Sehingga tidak pernah ditemukan puntung rokok di jalan termasuk di halte.

Kesimpulannya, kesadaran warga Moskow dan Rusia umumnya akan kebersihan, budaya antre dan menghargai akan hak orang lain cukup tinggi.

Lalu, bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Apakah perlu untuk belajar dari gagak dan merpati di halaman Stasiun Shabolovskaya?
 

Pewarta : Triono Subagyo
Editor : Samino Nugroho
Copyright © ANTARA 2024