Semarang (Antaranews Lampung) - Psikolog Rumah Sakit (RS) St Elisabeth Semarang Probowatie Tjondronegoro menilai perilaku anak atau remaja lebih banyak dipengaruhi lingkungan keluarga ketimbang sekolah.
"Tantangan dan rangsangan yang dihadapi remaja sekarang ini atau sering disebut 'zaman now' sangat berat. Sayangnya banyak orang tua gagap menghadapi perilaku anak," katanya di Semarang, Selasa (23/1)malam.
Hal tersebut diungkapkannya menanggapi terjadinya pembunuhan pengemudi taksi "online" di Kota Semarang yang dilakukan oleh dua siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri yang masih berusia 15 tahun.
Probowatie mengatakan tantangan yang dihadapi generasi zaman sekarang tentu berbeda dengan generasi orang tuanya sehingga perlakuan dan cara mendidik terhadap anak tidak boleh disamakan begitu saja.
"Menghadapi anak 'zaman now', ya, orang tuanya juga harus 'zaman now'. Perubahan perilaku anak cepat sekali. Kalau tidak bisa mengikuti perubahan perilaku anak zaman sekarang, ya, repot," katanya.
Menurut dia, proses pembelajaran di sekolah tentunya sudah memberikan penanaman nilai-nilai dan karakter luhur, tetapi waktu anak di sekolah hanya beberapa jam, dan pasti lebih banyak berada di rumah.
"Saya juga belum mengetahui status sosial anak yang menjadi pelaku ini (pembunuhan, red.). Tetapi, banyak faktor yang memengaruhi, utamanya rangsangan dan tantangan yang mereka hadapi," katanya.
Ia mencontohkan banyaknya barang-barang bermerk yang seolah menjadi gaya hidup remaja "zaman now", sementara tidak semua remaja berkesempatan memiliki berbagai barang yang beredar di tengah pergaulan.
"Tidak kemudian saya menyalahkan orang tua, tidak juga menyalahkan sekolah. Saya hanya berharap jangan sampai kasus semacam ini terulang kembali. Sejauh ini, saya yakin mereka tidak berniat membunuh," katanya.
Ketika ada komunikasi dan kehangatan yang terjalin di dalam keluarga, terutama orang tua, lanjut dia, pasti anak akan merasa nyaman dan tidak akan mengalami salah pergaulan di lingkungan mereka.
"Persoalannya, kan ada juga waktu jeda antara anak di rumah dan sekolah. Dengan siapa mereka bergaul? Sebenarnya, orang tua bisa mengamati. Sebab, bisa jadi di rumah dan sekolah mereka baik," kata Probowatie.
Sebelumnya, dua pembunuh Deny Setiawan, pengemudi taksi "online" di Semarang diringkus polisi yang ternyata merupakan dua siswa SMK, yakni IB (15) warga Barusari, Semarang Selatan, dan TA (15) warga Kembangarum, Semarang Barat.
Sejauh ini, Kepolisian Resor Kota Besar Semarang masih mendalami motif kejahatan dua remaja yang merenggut nyawa warga Margorejo Timur RT 09/RW 05 Kelurahan Kemijen, Semarang Timur tersebut.
Kepala SMK Negeri 5 Semarang Suharto mengaku kaget mengetahui dari media sosial bahwa kedua siswanya yang merupakan teman sekelas di Kelas X Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan itu merupakan pelaku kejahatan.
"Dari laporan wali kelasnya sehari-hari baik, tidak ada kasus tertentu yang pernah dialami, sementara untuk prestasinya biasa saja. Dilihat dari latar belakang orangtuanya, keduanya berasal dari keluarga mampu," katanya.
"Tantangan dan rangsangan yang dihadapi remaja sekarang ini atau sering disebut 'zaman now' sangat berat. Sayangnya banyak orang tua gagap menghadapi perilaku anak," katanya di Semarang, Selasa (23/1)malam.
Hal tersebut diungkapkannya menanggapi terjadinya pembunuhan pengemudi taksi "online" di Kota Semarang yang dilakukan oleh dua siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri yang masih berusia 15 tahun.
Probowatie mengatakan tantangan yang dihadapi generasi zaman sekarang tentu berbeda dengan generasi orang tuanya sehingga perlakuan dan cara mendidik terhadap anak tidak boleh disamakan begitu saja.
"Menghadapi anak 'zaman now', ya, orang tuanya juga harus 'zaman now'. Perubahan perilaku anak cepat sekali. Kalau tidak bisa mengikuti perubahan perilaku anak zaman sekarang, ya, repot," katanya.
Menurut dia, proses pembelajaran di sekolah tentunya sudah memberikan penanaman nilai-nilai dan karakter luhur, tetapi waktu anak di sekolah hanya beberapa jam, dan pasti lebih banyak berada di rumah.
"Saya juga belum mengetahui status sosial anak yang menjadi pelaku ini (pembunuhan, red.). Tetapi, banyak faktor yang memengaruhi, utamanya rangsangan dan tantangan yang mereka hadapi," katanya.
Ia mencontohkan banyaknya barang-barang bermerk yang seolah menjadi gaya hidup remaja "zaman now", sementara tidak semua remaja berkesempatan memiliki berbagai barang yang beredar di tengah pergaulan.
"Tidak kemudian saya menyalahkan orang tua, tidak juga menyalahkan sekolah. Saya hanya berharap jangan sampai kasus semacam ini terulang kembali. Sejauh ini, saya yakin mereka tidak berniat membunuh," katanya.
Ketika ada komunikasi dan kehangatan yang terjalin di dalam keluarga, terutama orang tua, lanjut dia, pasti anak akan merasa nyaman dan tidak akan mengalami salah pergaulan di lingkungan mereka.
"Persoalannya, kan ada juga waktu jeda antara anak di rumah dan sekolah. Dengan siapa mereka bergaul? Sebenarnya, orang tua bisa mengamati. Sebab, bisa jadi di rumah dan sekolah mereka baik," kata Probowatie.
Sebelumnya, dua pembunuh Deny Setiawan, pengemudi taksi "online" di Semarang diringkus polisi yang ternyata merupakan dua siswa SMK, yakni IB (15) warga Barusari, Semarang Selatan, dan TA (15) warga Kembangarum, Semarang Barat.
Sejauh ini, Kepolisian Resor Kota Besar Semarang masih mendalami motif kejahatan dua remaja yang merenggut nyawa warga Margorejo Timur RT 09/RW 05 Kelurahan Kemijen, Semarang Timur tersebut.
Kepala SMK Negeri 5 Semarang Suharto mengaku kaget mengetahui dari media sosial bahwa kedua siswanya yang merupakan teman sekelas di Kelas X Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan itu merupakan pelaku kejahatan.
"Dari laporan wali kelasnya sehari-hari baik, tidak ada kasus tertentu yang pernah dialami, sementara untuk prestasinya biasa saja. Dilihat dari latar belakang orangtuanya, keduanya berasal dari keluarga mampu," katanya.