Jakarta (ANTARA Lampung) -Kelapa sawit merupakan minyak goreng nabati paling sehat dibandingkan dengan minyak nabati lain, karena susunan asam lemak jenuhnya yang lebih banyak dibandingkan dengan minyak goreng nabati lainnya, ujar ilmuwan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Kepala SEAFAST Center IPB yang juga dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Prof Dr Nuri Andarwulan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu menyatakan minyak sawit mengandung hampir 50 persen asam lemak jenuh dan hampir 50 persen lemak tidak jenuh.
"Itu satu-satunya minyak nabati di dunia yang punya karakteristik seperti itu," ujar guru besar IPB tersebut.
Sedangkan minyak nabati lainnya, lanjut Nuri, komposisinya selalu tidak imbang, misalnya minyak kedelai, sekitar hampir 85-90 persen asam lemak tidak jenuh, 10-15 persen asam lemak jenuh. Minyak kelapa memiliki kandungan 85-90 persen asam lemak jenuh, sementara yang 10-15 persen asam lemak tidak jenuh.
Menurut dia, minyak sawit yang saat ini paling cocok dan efisien untuk minyak goreng, karena kakteristiknya yakni 50 persen asam lemak jenuh, 50 persen asam lemak tidak jenuh.
"Jadi digunakan untuk menggoreng itu stabilitasnya tinggi, tidak mudah tengik, sehingga produk gorengannya awet dan tidak mengandung radikal bebas tinggi. Itu karakteristik yang menyehatkan kalau produk itu untuk digoreng," katanya di sela penyelenggaraan Food Ingredient Asia.
Sementara itu minyak biji bunga matahari itu karakteristiknya sama dengan minyak kedelai dan jagung, yakni 85-90 persen asam lemak tidak jenuh, 10-15 persen asam lemak jenuh.
"Kalau digunakan untuk menggoreng, radikal bebasnya tinggi, mudah cepat rusak dan cepat tengik," katanya.
Asam lemak tidak jenuhnya memang tidak seistimewa minyak kedelai, tambahnya, tapi istimewanya minyak sawit bisa digunakan untuk menggoreng, sehingga memberi sumbangan nutrisi dan zat gizi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuhnya dalam tubuh.
"Yang tidak jenuhnya itu asam oleate dan sedikit lenoleate dan itu memang juga dimiliki oleh kedelai tapi kedelai amat sangat tinggi asam lemak tidak jenuhnya sehingga tidak bisa digunakan untuk menggoreng. Berarti zat gizi yang berada dalam minyak yang diperoleh dari makanan ya dari sawit," kata Nuri.
Keuntungan lainnya apabila mengonsumsi minyak sawit, menurut dia, mengandung omega9 yang berfungsi untuk membangun dinding sel dan membran sel tubuh, selain itu kebutuhan lemak dalam tubuh mulai dari otak yang bahan baku utamanya adalah kolesterol, diperoleh dari asam lemak jenuh.
"Jadi asam lemak jenuh sawit itu pembangun kolesterol otak kita. Jadi ingat, dalam tubuh kita itu perlu kolesterol. Hanya memang jika kolesterol dari makanan terlalu tinggi, maka itu tidak sehat, namun tubuh kita mampu mensintesis kolesterol dari asam lemak jenuh tersebut," katanya.
Sementara itu, Executive Secretary SEAFAST Center IPB Puspo Edi Giriwono, Ph.D menyatakan, asam lemak jenuh memungkinkan minyak stabil di suhu penggorengan (180 derajat C), sehingga susah mengalami degradasi dan oksidasi atau pembentukan radikal bebas.
Sedangkan minyak lainnya, sebagai contoh minyak kedelai atau zaitun, memiliki asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi yang mengalami degradasi dan pembentukan radikal lebih cepat bahkan mengalami pengasapan yang membahayakan kesehatan saat penggorengan.
Terlebih, tambahnya, untuk mengatasi masalah stabilitas panas, produsen minyak kedelai seringkali melakukan proses hidrogenisasi parsial terhadap minyaknya yang kemudian menimbulkan masalah baru yaitu munculnya asam lemak trans yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit mulai dari obesitas, jantung koroner, hingga alzheimer.
"Karena minyak sawit tidak memerlukan proses hifrogenisasi parsial, maka risiko ini tidak muncul," kata Puspo Edi yang juga dosen Biokimia Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB . (Ant
Kepala SEAFAST Center IPB yang juga dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Prof Dr Nuri Andarwulan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu menyatakan minyak sawit mengandung hampir 50 persen asam lemak jenuh dan hampir 50 persen lemak tidak jenuh.
"Itu satu-satunya minyak nabati di dunia yang punya karakteristik seperti itu," ujar guru besar IPB tersebut.
Sedangkan minyak nabati lainnya, lanjut Nuri, komposisinya selalu tidak imbang, misalnya minyak kedelai, sekitar hampir 85-90 persen asam lemak tidak jenuh, 10-15 persen asam lemak jenuh. Minyak kelapa memiliki kandungan 85-90 persen asam lemak jenuh, sementara yang 10-15 persen asam lemak tidak jenuh.
Menurut dia, minyak sawit yang saat ini paling cocok dan efisien untuk minyak goreng, karena kakteristiknya yakni 50 persen asam lemak jenuh, 50 persen asam lemak tidak jenuh.
"Jadi digunakan untuk menggoreng itu stabilitasnya tinggi, tidak mudah tengik, sehingga produk gorengannya awet dan tidak mengandung radikal bebas tinggi. Itu karakteristik yang menyehatkan kalau produk itu untuk digoreng," katanya di sela penyelenggaraan Food Ingredient Asia.
Sementara itu minyak biji bunga matahari itu karakteristiknya sama dengan minyak kedelai dan jagung, yakni 85-90 persen asam lemak tidak jenuh, 10-15 persen asam lemak jenuh.
"Kalau digunakan untuk menggoreng, radikal bebasnya tinggi, mudah cepat rusak dan cepat tengik," katanya.
Asam lemak tidak jenuhnya memang tidak seistimewa minyak kedelai, tambahnya, tapi istimewanya minyak sawit bisa digunakan untuk menggoreng, sehingga memberi sumbangan nutrisi dan zat gizi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuhnya dalam tubuh.
"Yang tidak jenuhnya itu asam oleate dan sedikit lenoleate dan itu memang juga dimiliki oleh kedelai tapi kedelai amat sangat tinggi asam lemak tidak jenuhnya sehingga tidak bisa digunakan untuk menggoreng. Berarti zat gizi yang berada dalam minyak yang diperoleh dari makanan ya dari sawit," kata Nuri.
Keuntungan lainnya apabila mengonsumsi minyak sawit, menurut dia, mengandung omega9 yang berfungsi untuk membangun dinding sel dan membran sel tubuh, selain itu kebutuhan lemak dalam tubuh mulai dari otak yang bahan baku utamanya adalah kolesterol, diperoleh dari asam lemak jenuh.
"Jadi asam lemak jenuh sawit itu pembangun kolesterol otak kita. Jadi ingat, dalam tubuh kita itu perlu kolesterol. Hanya memang jika kolesterol dari makanan terlalu tinggi, maka itu tidak sehat, namun tubuh kita mampu mensintesis kolesterol dari asam lemak jenuh tersebut," katanya.
Sementara itu, Executive Secretary SEAFAST Center IPB Puspo Edi Giriwono, Ph.D menyatakan, asam lemak jenuh memungkinkan minyak stabil di suhu penggorengan (180 derajat C), sehingga susah mengalami degradasi dan oksidasi atau pembentukan radikal bebas.
Sedangkan minyak lainnya, sebagai contoh minyak kedelai atau zaitun, memiliki asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi yang mengalami degradasi dan pembentukan radikal lebih cepat bahkan mengalami pengasapan yang membahayakan kesehatan saat penggorengan.
Terlebih, tambahnya, untuk mengatasi masalah stabilitas panas, produsen minyak kedelai seringkali melakukan proses hidrogenisasi parsial terhadap minyaknya yang kemudian menimbulkan masalah baru yaitu munculnya asam lemak trans yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit mulai dari obesitas, jantung koroner, hingga alzheimer.
"Karena minyak sawit tidak memerlukan proses hifrogenisasi parsial, maka risiko ini tidak muncul," kata Puspo Edi yang juga dosen Biokimia Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB . (Ant