Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Durian Lampung telah dikenal menjadi salah satu buah berasa lezat dan beraroma khas wangi menyengat yang dapat dinikmati saat berkunjung ke Provinsi Lampung.
Semula bagi para wisatawan, buruan paling dicari saat berkunjung ke Provinsi Lampung adalah menyaksikan atraksi kelincahan gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) yang masih banyak hidup pada habitat asli alami di hutan Lampung.
Sebagian gajah itu telah bersahabat dengan manusia, karena telah dididik dan dilatih menjadi gajah jinak yang bisa bermain sepak bola dan berbagai atraksi menarik lainnya.
Selain gajah itu, aroma buah durian Lampung yang rasanya lezat juga menggiurkan bagi para wisatawan yang berkunjung ke provinsi "Sai Bumi Ruwa Jurai" ini, sehingga belum puas rasanya meninggalkan daerah ini tanpa menikmati buah durian dan kemudian akan kembali untuk menikmatinya lagi.
Beberapa hari lalu, untuk lebih gencar mempromosikan lagi buah durian itu, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung bekerjasama dengan berbagai pihak menggelar "pesta" makan durian dalam sebuah festival.
Festival Durian digelar Kamis (3/3) di Kampung Hutan Durian Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) di Kemiling, Bandarlampung, dengan ribuan orang datang untuk menikmati 1.750 buah durian yang ludes dimakan secara gratis.
Dinas Kehutanan Lampung didukung bersama-sama oleh Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Lampung, Ipkindo, Forum CSR, dan masyarakat Sumber Agung di Kemiling, Bandarlampung mengadakan event Festival Durian dan Pra-Soft Launching Kampung Durian Sumber Agung di Tahura WAR Kecamatan Kemiling, Bandarlampung itu.
Acara itu dihadiri oleh pejabat-pejabat daerah dan pusat, NGO/LSM, praktisi-praktisi hutan, akademisi, media massa lokal maupun nasional, forum CSR perusahaan, masyarakat kampung sekitar maupun dari luar kota, dan diramaikan pula oleh hiburan musik lokal dan akustik.
Saat acara itu, dalam sambutan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo diwakili Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Theresia Sormin menyampaikan bahwa festival durian ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan rencana Pemprov Lampung untuk sektor kehutanan dalam kontribusinya terhadap pariwisata Lampung yang juga ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Tahura WAR itu sendiri.
Dalam rangkaian acara Festival Durian ini, dimeriahkan pula dengan Lomba Durian Unggul Sumber Agung yang merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari kelompok-kelompok tani hutan yang mengelola kawasan Tahura WAR. Durian unggul dan terbaik akan dikembangkan menjadi salah satu komoditas HHBK unggulan Sumber Agung.
Hampir mencapai 2.000 durian yang telah disediakan oleh panitia semuanya habis tak bersisa. Hal itu menunjukkan animo masyarakat pencinta durian cukup besar untuk hadir dan menikmati makan durian bersama tersebut.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo menegaskan penanganan Tahura WAR masuk dalam pengembangan wisata Teluk Lampung yang digagas pemerintah provinsi ini untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
"Pada tahun 2016 ini, Tahura WAR akan dikembangkan sebagai bagian dari pengembangan wisata Teluk Lampung, untuk menjadi destinasi wisata baru," kata Gubernur Ridho, dalam sambutan pembukaan "Pra-Soft Launching Kampung Durian" yang dibacakan Staf Ahli Pemprov Lampung Theresia Sormin itu pula.
Dinas Kehutanan Lampung yang memprakarsai terbentuk "Kampung Hutan Durian Sumber Agung" dengan agenda festival durian itu. "Kami dari Dinas Kehutanan ingin memberi kontribusi dari sisi hutan dan kehutanan untuk pariwisata Lampung," kata Kepala Dinas Kehutanan Lampung Sutono.
Ia menjelaskan, daerah Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung yang berada di bawah Gunung Betung dan sebagian wilayahnya masuk daerah kawasan lindung, akan dijadikan destinasi wisata baru.
"Kami hanya dari sisi kehutanan. Apalagi di daerah tersebut terdapat penangkaran rusa dan penangkaran kupu-kupu sebagian wilayahnya masuk Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman," kata dia.
Buah durian dipilih, menurut Sutono, mengingat buah tersebut termasuk dalam jenis pohon serbaguna serta buahnya dikenal di seluruh dunia.
"Kampung durian tersebut merupakan representasi dari hasil hutan bukan kayu yang dibudidayakan masyarakat di kawasan tersebut, sehingga selain hutan tetap terjaga, warga pun dapat mengambil manfaatnya," kata dia lagi.
Selain itu, lanjut dia, Sumber Agung tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 kilometer dari Terminal Induk Rajabasa Bandarlampung.
"Ini bisa menjadi destinasi wisata andalan mendatang. Kami hanya menyiapkan lokasinya," ujar dia pula.
Dia menambahkan, pembentukan "kampung durian" itu dalam rangka meletakkan semangat membangun kemandirian ekonomi masyarakat desa, sekaligus menjalankan fungsi strategis hutan sebagai fungsi ekologi, sosial dan ekonomi.
"Tujuannya adalah membuat Desa Sumber Agung yang merupakan bagian dari Tahura WAR, menjadi salah satu `ikon` wisata agro di Lampung," katanya.
Sutono juga mengatakan, ke depan akan digagas lomba penangkaran burung dan lainnya yang terkait dengan pelestarian hutan dan ekosistemnya di daerah ini.
Masyarakat di dalam hutan kawasan tersebut memiliki hasil bumi berupa hasil hutan bukan kayu, yakni durian, kemiri, petai, manggis dan lainnya. "Durian Lampung memiliki ciri khas sendiri, sehingga kami bentuk `kampung durian` ini," kata Sutono lagi.
Ia mengatakan, Tahura WAR dulu hanya ditanami pohon sonokeling, sehingga masyarakat protes karena tidak bisa mendapatkan hasilnya. Karena itu, diganti dengan MPTS (Multi Purpose Tree Species), sehingga ada hasil hutan bukan kayu yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Apalagi, lanjut dia, fungsi hutan selain untuk hodrologis, klimatologis, dan hidroorologis, juga ada fungsi ekonomis di dalamnya.
"Nantinya wisatawan selain bisa menjelajah ke dalam Tahura WAR, juga dapat menikmati durian hasil warga yang memelihara dan menjaganya di dalam hutan itu," kata dia.
Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Lampung mendukung pengembangan pariwisata berbasis kehutanan dengan mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan sumber daya alam hasil hutan yang melimpah dan dikelola bersama masyarakat untuk menjamin pemanfaatan sekaligus perlindungan dan pelestarian lingkungan sekitarnya.
Ketua DPD Persaki Lampung MD Wicaksono menilai, upaya yang telah dilakukan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Sutono Sadiman Sastrosuwito bersama para pihak lainnya dengan membuat sebuah gebrakan bagi pengembangan pariwisata Lampung dari sisi kehutanan, melalui Festival Durian di Tahura WAR, patut diapresiasi.
Menurut Wicaksono, letak Kampung Sumber Agung yang tidak terlalu jauh dari ibu kota Provinsi Lampung menjadikan tujuan wisata alam yang mudah diakses bagi masyarakat yang ingin berliburan bersama keluarga atau pun sejawat dengan nuansa hutan yang alami.
Lokasi ini menawarkan empat pilar komoditas wisata, yaitu penangkaran rusa, penangkaran kupu kupu, wisata agroforestri/air terjun, dan Kampung Hutan Durian Sumber Agung itu sendiri.
Luas Tahura WAR sekitar 249,31 hektare dan ada yang bisa dikelola masyarakat. Dalam Tahura WAR terdapat air terjun batu lapis yang cukup indah dan eksotis untuk dikunjungi wisatawan.
"Mohon kepada Bapak Wali Kota Bandarlampung Herman HN untuk dapat membuatkan jalan menuju lokasi tersebut, sehingga selain untuk meningkatkan kunjungan wisatawan juga dapat meningkatkan kesejahteraan warga yang berada di sekitarnya," kata Kadis Kehutanan Lampung Sutono pula.
Pembenahan infrastruktur wilayah setempat juga diinginkan oleh warga, seperti disampaikan Jumadi yang mengharapkan infrastruktur jalan setempat diperbaiki lagi, sehingga bisa lebih cepat membawa hasil hutan bukan kayu yang diperbolehkan untuk dibawa atau dijual.
Dia berharap tidak lagi harus membawa durian dengan memikul dulu, baru sampai lokasi yang agak datar dinaikkan sepeda motor, baru bisa dijual ke penampung atau langsung ke pinggir jalan di kawasan perkotaan.
Ketua Forum Gabungan Kelompok Tani setempat Saban menyatakan pihaknya mengelola areal sekitar 497,5 hae dan ditanami dengan tanaman MPTS sehingga bisa dimanfaatkan hasilnya.
"Anggota kami ada enam kelompok yang terdiri 498 orang dan mendapat izin pengelolaan hutan kemasyarakatan tahun 1999," kata dia. Tanaman yang diusahakan sekitar 15 jenis, di antaranya durian, manggis, petai, kemiri, dan lainnya.
Menurut dia, di Sumber Agung saja terdapat sekitar 12 ribu pohon durian, namun yang sudah berbuah baru sekitar sepertiganya. Kalau nanti ini berbuah semua, Bandarlampung akan banjir durian, belum lagi dari daerah lainnya yang masuk dalam kawasan ini.
Dia mengharapkan, dengan dibuka "Kampung Wisata Durian Sumber Agung" tersebut, selain dapat meningkatkan pendapatan anggota dan masyarakat sekitar, juga mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa mereka boleh mengelola hutan sekitarnya.
Apalagi, Pemprov Lampung mendukung terbentuk kampung durian karena sesuai komitmen Gubernur Lampung bersama jajaran untuk menyejahterakan masyarakat daerah ini.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandarlampung Yus Amri menyatakan pelaksanaan Festival Durian itu sekaligus pra-launching Kampung Hutan Durian Tahura WAR.
Rencananya, Kampung Hutan Durian Tahura WAR di Kemiling itu akan dibangun kawasan wisata pada lahan seluas 22 ha yang menjadi bagian dari pengembangan wisata Teluk Lampung sebagai "Lampung Forest by The Bay". Kawasan ini ditargetkan menjadi destinasi wisata favorit pilihan para wisatawan.
"Program ini merupakan bagian untuk membantu program Kementerian Pariwisata dalam meningkatkan angka kunjungan wisatawan ke Lampung. Setelah pra-soft launching itu, ditargetkan tahun 2017 sudah menjadi kawasan pelestarian alam Lampung," ujar Yus Amri lagi.
Durian Lampung
Memang, di antara beragam jenis durian dari berbagai daerah di Indonesia, durian lampung salah satunya yang juga terkenal, sehingga banyak orang sampai jauh-jauh datang ke Lampung hanya untuk makan dan menikmati durian ini.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, durian adalah nama tumbuhan tropis berasal dari wilayah Asia Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam, sehingga menyerupai duri. Sebutan populernya adalah "raja dari segala buah" (King of Fruit).
Durian adalah buah yang kontroversial, meskipun banyak orang menyukainya, namun sebagian lain malah merasa tak enak dengan aromanya sehingga enggan mengkonsumsinya karena bau menyengatnya itu, meskipun rasanya terkenal lezat.
Sesungguhnya, tumbuhan dengan nama durian bukanlah spesies tunggal tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio. Namun yang dimaksud dengan durian (tanpa imbuhan apa-apa) biasanya adalah Durio zibethinus. Jenis-jenis durian lain yang dapat dimakan dan kadangkala ditemukan di pasar tempatan di Asia Tenggara di antaranya adalah lai (D. kutejensis), kerantungan (D. oxleyanus), durian kura-kura atau kekura (D. graveolens), serta lahung (D. dulcis).
Spesies Durio zibethinus memiliki banyak nama lokal di Indonesia. Nama terbanyak ditemukan di Kalimantan, yang mengacu pada berbagai varietas dan spesies yang berbeda. Durian di Jawa dikenal sebagai duren (bahasa Jawa, bahasa Betawi) dan kadu (bahasa Sunda). Di Sumatera dikenal sebagai durian dan duren (bahasa Gayo). Di Sulawesi, orang Manado menyebutnya duriang, sementara orang Toraja duliang. Di Kota Ambon dan kepulauan Lease biasa disebut sebagai Doriang. Di Pulau Seram bagian timur disebut rulen.
Beberapa jenis durian yang terkenal di antara jenis-jenis durian itu, antara lain montong, petruk, dan durian lampung. Durian lampung adalah durian yang tumbuh dan berbuah di wilayah Lampung. Penduduk sekitar menyebutnya dengan durian Putra Alam.
Terdapat lebih dari 55 varietas/jenis durian budidaya. Hingga 2005 terdapat 38 kultivar unggul yang telah diseleksi dan diperbanyak secara vegetatif. Beberapa di antaranya `Gapu ` dari Puncu, Kediri, Jawa Timur; `Hepe` yang bijinya kempes dengan daging tebal; `Kelud` dari Puncu, Kediri, Jawa Timur; `Ligit` dari Kutai; `Mawar` dari Long Kutai; `Ripto` dari Trenggalek; `Salisun` dari Nunukan; `Sememang` dari Banjarnegara; dan `Tong Medaye` dari Lombok, NTB.
Adapula `Bentara` dari Kerkap, Bengkulu Utara; `Bido Wonosalam` dari Jombang, Jawa Timur; `Perwira` dari Simapeul, Majalengka; `Petruk` dari Dukuh Randusari, Desa Tahunan, Jepara, Jawa Tengah; `Soya` dari Ambon, Maluku; `Sukun` yang bijinya kempes dengan daging tebal; `Sunan` dari Boyolali; `Kani` ("chanee", durian bangkok); `Otong` (alihnama dari durian "monthong", durian bangkok, di Malaysia disebut klon D159), dan durian lokal di Cigudeg, Bogor.
Beberapa ras lokal durian belum diseleksi, sehingga masih bervariasi dan keunggulannya belum terjamin. Biasanya dinamakan sesuai lokasi geografi. Beberapa di antaranya adalah durian parung, durian lampung, durian jepara, durian palembang, durian padang, dan durian merah banyuwangi.
Karena itu, bila berkunjung ke Lampung, jangan lupa kesempatan untuk berburu durian yang dapat dengan mudah ditemukan pada sentra-sentra durian di perbatasan Kota Bandarlampung atau di seputaran Jalan Radin Imba Kesuma dan kawasan Way Halim, Bandarlampung, terutama pada musim durian.
Di luar musim durian lokal, di kawasan tersebut tetap dapat ditemukan durian yang didatangkan dari luar daerah Lampung.
Pada musim panen durian juga banyak pengunjung dari luar Lampung yang berburu durian hingga ke pelosok Lampung.
Salah satu sentra durian di Bandarlampung adalah di sekitar Jalan Raden Imba Kesuma yang berada di kawasan perbukitan, arah dari Jalan Cut Nyak Dien Palapa Tanjungkarang dan berbelok ke arah Jalan KH Agus Salim. Setelah mendaki, akan sampai pertigaan yang menghubungkan Jalan KH Agus Salim dengan Jalan M Ridwan Rais dan Jalan Radin Imba Kesuma.
Terdapat Tugu Durian pada pertigaan jalan itu, sebagai penanda bahwa wilayah tersebut adalah sentra durian, pusat produksi dan penjualan durian, antara lain berasal dari kebun-kebun durian warga Sukadanaham.
Durian di kawasan ini, dijual relatif murah, mulai harga Rp7.500 per buah ukuran kecil, dan ukuran sedang berkisar Rp15.000 per buah, dan ukuran besar sekitar Rp30.000 per buah. Harga durian tersebut masih bisa ditawar sesuai kesepakatan. Biasanya durian yang didatangkan dari luar Lampung harganya lebih mahal.
Selain untuk dikonsumsi dalam wujud masih segar, di Lampung terbiasa mengolah durian menjadi bahan makanan, seperti tempoyak, dodol durian, lempok durian, kolak durian maupun permen durian.
Aneka makanan olahan berbahan baku durian itu mudah pula didapatkan di sentra penjualan oleh-oleh khas Lampung, seperti di kawasan sekitar Gudang Garam Telukbetung, Bandarlampung.
Bagi siapa pun yang berkunjung ke Lampung nantinya, tak perlu lagi bersusah payah mencari durian khas Lampung.
Sudah ada Kampung Durian tak jauh dari pusat Kota Bandarlampung yang menyediakan durian manis dan lezat dengan aroma khasnya, dapat dinikmati dengan nuansa alam dan lingkungan asri sekitarnya.
Datanglah ke Lampung dan kunjungi Kampung Durian serta nikmatilah durian lampung yang lezat rasanya itu.
Semula bagi para wisatawan, buruan paling dicari saat berkunjung ke Provinsi Lampung adalah menyaksikan atraksi kelincahan gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) yang masih banyak hidup pada habitat asli alami di hutan Lampung.
Sebagian gajah itu telah bersahabat dengan manusia, karena telah dididik dan dilatih menjadi gajah jinak yang bisa bermain sepak bola dan berbagai atraksi menarik lainnya.
Selain gajah itu, aroma buah durian Lampung yang rasanya lezat juga menggiurkan bagi para wisatawan yang berkunjung ke provinsi "Sai Bumi Ruwa Jurai" ini, sehingga belum puas rasanya meninggalkan daerah ini tanpa menikmati buah durian dan kemudian akan kembali untuk menikmatinya lagi.
Beberapa hari lalu, untuk lebih gencar mempromosikan lagi buah durian itu, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung bekerjasama dengan berbagai pihak menggelar "pesta" makan durian dalam sebuah festival.
Festival Durian digelar Kamis (3/3) di Kampung Hutan Durian Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) di Kemiling, Bandarlampung, dengan ribuan orang datang untuk menikmati 1.750 buah durian yang ludes dimakan secara gratis.
Dinas Kehutanan Lampung didukung bersama-sama oleh Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Lampung, Ipkindo, Forum CSR, dan masyarakat Sumber Agung di Kemiling, Bandarlampung mengadakan event Festival Durian dan Pra-Soft Launching Kampung Durian Sumber Agung di Tahura WAR Kecamatan Kemiling, Bandarlampung itu.
Acara itu dihadiri oleh pejabat-pejabat daerah dan pusat, NGO/LSM, praktisi-praktisi hutan, akademisi, media massa lokal maupun nasional, forum CSR perusahaan, masyarakat kampung sekitar maupun dari luar kota, dan diramaikan pula oleh hiburan musik lokal dan akustik.
Saat acara itu, dalam sambutan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo diwakili Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Theresia Sormin menyampaikan bahwa festival durian ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan rencana Pemprov Lampung untuk sektor kehutanan dalam kontribusinya terhadap pariwisata Lampung yang juga ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Tahura WAR itu sendiri.
Dalam rangkaian acara Festival Durian ini, dimeriahkan pula dengan Lomba Durian Unggul Sumber Agung yang merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari kelompok-kelompok tani hutan yang mengelola kawasan Tahura WAR. Durian unggul dan terbaik akan dikembangkan menjadi salah satu komoditas HHBK unggulan Sumber Agung.
Hampir mencapai 2.000 durian yang telah disediakan oleh panitia semuanya habis tak bersisa. Hal itu menunjukkan animo masyarakat pencinta durian cukup besar untuk hadir dan menikmati makan durian bersama tersebut.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo menegaskan penanganan Tahura WAR masuk dalam pengembangan wisata Teluk Lampung yang digagas pemerintah provinsi ini untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
"Pada tahun 2016 ini, Tahura WAR akan dikembangkan sebagai bagian dari pengembangan wisata Teluk Lampung, untuk menjadi destinasi wisata baru," kata Gubernur Ridho, dalam sambutan pembukaan "Pra-Soft Launching Kampung Durian" yang dibacakan Staf Ahli Pemprov Lampung Theresia Sormin itu pula.
Dinas Kehutanan Lampung yang memprakarsai terbentuk "Kampung Hutan Durian Sumber Agung" dengan agenda festival durian itu. "Kami dari Dinas Kehutanan ingin memberi kontribusi dari sisi hutan dan kehutanan untuk pariwisata Lampung," kata Kepala Dinas Kehutanan Lampung Sutono.
Ia menjelaskan, daerah Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung yang berada di bawah Gunung Betung dan sebagian wilayahnya masuk daerah kawasan lindung, akan dijadikan destinasi wisata baru.
"Kami hanya dari sisi kehutanan. Apalagi di daerah tersebut terdapat penangkaran rusa dan penangkaran kupu-kupu sebagian wilayahnya masuk Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman," kata dia.
Buah durian dipilih, menurut Sutono, mengingat buah tersebut termasuk dalam jenis pohon serbaguna serta buahnya dikenal di seluruh dunia.
"Kampung durian tersebut merupakan representasi dari hasil hutan bukan kayu yang dibudidayakan masyarakat di kawasan tersebut, sehingga selain hutan tetap terjaga, warga pun dapat mengambil manfaatnya," kata dia lagi.
Selain itu, lanjut dia, Sumber Agung tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 kilometer dari Terminal Induk Rajabasa Bandarlampung.
"Ini bisa menjadi destinasi wisata andalan mendatang. Kami hanya menyiapkan lokasinya," ujar dia pula.
Dia menambahkan, pembentukan "kampung durian" itu dalam rangka meletakkan semangat membangun kemandirian ekonomi masyarakat desa, sekaligus menjalankan fungsi strategis hutan sebagai fungsi ekologi, sosial dan ekonomi.
"Tujuannya adalah membuat Desa Sumber Agung yang merupakan bagian dari Tahura WAR, menjadi salah satu `ikon` wisata agro di Lampung," katanya.
Sutono juga mengatakan, ke depan akan digagas lomba penangkaran burung dan lainnya yang terkait dengan pelestarian hutan dan ekosistemnya di daerah ini.
Masyarakat di dalam hutan kawasan tersebut memiliki hasil bumi berupa hasil hutan bukan kayu, yakni durian, kemiri, petai, manggis dan lainnya. "Durian Lampung memiliki ciri khas sendiri, sehingga kami bentuk `kampung durian` ini," kata Sutono lagi.
Ia mengatakan, Tahura WAR dulu hanya ditanami pohon sonokeling, sehingga masyarakat protes karena tidak bisa mendapatkan hasilnya. Karena itu, diganti dengan MPTS (Multi Purpose Tree Species), sehingga ada hasil hutan bukan kayu yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Apalagi, lanjut dia, fungsi hutan selain untuk hodrologis, klimatologis, dan hidroorologis, juga ada fungsi ekonomis di dalamnya.
"Nantinya wisatawan selain bisa menjelajah ke dalam Tahura WAR, juga dapat menikmati durian hasil warga yang memelihara dan menjaganya di dalam hutan itu," kata dia.
Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Lampung mendukung pengembangan pariwisata berbasis kehutanan dengan mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan sumber daya alam hasil hutan yang melimpah dan dikelola bersama masyarakat untuk menjamin pemanfaatan sekaligus perlindungan dan pelestarian lingkungan sekitarnya.
Ketua DPD Persaki Lampung MD Wicaksono menilai, upaya yang telah dilakukan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Sutono Sadiman Sastrosuwito bersama para pihak lainnya dengan membuat sebuah gebrakan bagi pengembangan pariwisata Lampung dari sisi kehutanan, melalui Festival Durian di Tahura WAR, patut diapresiasi.
Menurut Wicaksono, letak Kampung Sumber Agung yang tidak terlalu jauh dari ibu kota Provinsi Lampung menjadikan tujuan wisata alam yang mudah diakses bagi masyarakat yang ingin berliburan bersama keluarga atau pun sejawat dengan nuansa hutan yang alami.
Lokasi ini menawarkan empat pilar komoditas wisata, yaitu penangkaran rusa, penangkaran kupu kupu, wisata agroforestri/air terjun, dan Kampung Hutan Durian Sumber Agung itu sendiri.
Luas Tahura WAR sekitar 249,31 hektare dan ada yang bisa dikelola masyarakat. Dalam Tahura WAR terdapat air terjun batu lapis yang cukup indah dan eksotis untuk dikunjungi wisatawan.
"Mohon kepada Bapak Wali Kota Bandarlampung Herman HN untuk dapat membuatkan jalan menuju lokasi tersebut, sehingga selain untuk meningkatkan kunjungan wisatawan juga dapat meningkatkan kesejahteraan warga yang berada di sekitarnya," kata Kadis Kehutanan Lampung Sutono pula.
Pembenahan infrastruktur wilayah setempat juga diinginkan oleh warga, seperti disampaikan Jumadi yang mengharapkan infrastruktur jalan setempat diperbaiki lagi, sehingga bisa lebih cepat membawa hasil hutan bukan kayu yang diperbolehkan untuk dibawa atau dijual.
Dia berharap tidak lagi harus membawa durian dengan memikul dulu, baru sampai lokasi yang agak datar dinaikkan sepeda motor, baru bisa dijual ke penampung atau langsung ke pinggir jalan di kawasan perkotaan.
Ketua Forum Gabungan Kelompok Tani setempat Saban menyatakan pihaknya mengelola areal sekitar 497,5 hae dan ditanami dengan tanaman MPTS sehingga bisa dimanfaatkan hasilnya.
"Anggota kami ada enam kelompok yang terdiri 498 orang dan mendapat izin pengelolaan hutan kemasyarakatan tahun 1999," kata dia. Tanaman yang diusahakan sekitar 15 jenis, di antaranya durian, manggis, petai, kemiri, dan lainnya.
Menurut dia, di Sumber Agung saja terdapat sekitar 12 ribu pohon durian, namun yang sudah berbuah baru sekitar sepertiganya. Kalau nanti ini berbuah semua, Bandarlampung akan banjir durian, belum lagi dari daerah lainnya yang masuk dalam kawasan ini.
Dia mengharapkan, dengan dibuka "Kampung Wisata Durian Sumber Agung" tersebut, selain dapat meningkatkan pendapatan anggota dan masyarakat sekitar, juga mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa mereka boleh mengelola hutan sekitarnya.
Apalagi, Pemprov Lampung mendukung terbentuk kampung durian karena sesuai komitmen Gubernur Lampung bersama jajaran untuk menyejahterakan masyarakat daerah ini.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandarlampung Yus Amri menyatakan pelaksanaan Festival Durian itu sekaligus pra-launching Kampung Hutan Durian Tahura WAR.
Rencananya, Kampung Hutan Durian Tahura WAR di Kemiling itu akan dibangun kawasan wisata pada lahan seluas 22 ha yang menjadi bagian dari pengembangan wisata Teluk Lampung sebagai "Lampung Forest by The Bay". Kawasan ini ditargetkan menjadi destinasi wisata favorit pilihan para wisatawan.
"Program ini merupakan bagian untuk membantu program Kementerian Pariwisata dalam meningkatkan angka kunjungan wisatawan ke Lampung. Setelah pra-soft launching itu, ditargetkan tahun 2017 sudah menjadi kawasan pelestarian alam Lampung," ujar Yus Amri lagi.
Durian Lampung
Memang, di antara beragam jenis durian dari berbagai daerah di Indonesia, durian lampung salah satunya yang juga terkenal, sehingga banyak orang sampai jauh-jauh datang ke Lampung hanya untuk makan dan menikmati durian ini.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, durian adalah nama tumbuhan tropis berasal dari wilayah Asia Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam, sehingga menyerupai duri. Sebutan populernya adalah "raja dari segala buah" (King of Fruit).
Durian adalah buah yang kontroversial, meskipun banyak orang menyukainya, namun sebagian lain malah merasa tak enak dengan aromanya sehingga enggan mengkonsumsinya karena bau menyengatnya itu, meskipun rasanya terkenal lezat.
Sesungguhnya, tumbuhan dengan nama durian bukanlah spesies tunggal tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio. Namun yang dimaksud dengan durian (tanpa imbuhan apa-apa) biasanya adalah Durio zibethinus. Jenis-jenis durian lain yang dapat dimakan dan kadangkala ditemukan di pasar tempatan di Asia Tenggara di antaranya adalah lai (D. kutejensis), kerantungan (D. oxleyanus), durian kura-kura atau kekura (D. graveolens), serta lahung (D. dulcis).
Spesies Durio zibethinus memiliki banyak nama lokal di Indonesia. Nama terbanyak ditemukan di Kalimantan, yang mengacu pada berbagai varietas dan spesies yang berbeda. Durian di Jawa dikenal sebagai duren (bahasa Jawa, bahasa Betawi) dan kadu (bahasa Sunda). Di Sumatera dikenal sebagai durian dan duren (bahasa Gayo). Di Sulawesi, orang Manado menyebutnya duriang, sementara orang Toraja duliang. Di Kota Ambon dan kepulauan Lease biasa disebut sebagai Doriang. Di Pulau Seram bagian timur disebut rulen.
Beberapa jenis durian yang terkenal di antara jenis-jenis durian itu, antara lain montong, petruk, dan durian lampung. Durian lampung adalah durian yang tumbuh dan berbuah di wilayah Lampung. Penduduk sekitar menyebutnya dengan durian Putra Alam.
Terdapat lebih dari 55 varietas/jenis durian budidaya. Hingga 2005 terdapat 38 kultivar unggul yang telah diseleksi dan diperbanyak secara vegetatif. Beberapa di antaranya `Gapu ` dari Puncu, Kediri, Jawa Timur; `Hepe` yang bijinya kempes dengan daging tebal; `Kelud` dari Puncu, Kediri, Jawa Timur; `Ligit` dari Kutai; `Mawar` dari Long Kutai; `Ripto` dari Trenggalek; `Salisun` dari Nunukan; `Sememang` dari Banjarnegara; dan `Tong Medaye` dari Lombok, NTB.
Adapula `Bentara` dari Kerkap, Bengkulu Utara; `Bido Wonosalam` dari Jombang, Jawa Timur; `Perwira` dari Simapeul, Majalengka; `Petruk` dari Dukuh Randusari, Desa Tahunan, Jepara, Jawa Tengah; `Soya` dari Ambon, Maluku; `Sukun` yang bijinya kempes dengan daging tebal; `Sunan` dari Boyolali; `Kani` ("chanee", durian bangkok); `Otong` (alihnama dari durian "monthong", durian bangkok, di Malaysia disebut klon D159), dan durian lokal di Cigudeg, Bogor.
Beberapa ras lokal durian belum diseleksi, sehingga masih bervariasi dan keunggulannya belum terjamin. Biasanya dinamakan sesuai lokasi geografi. Beberapa di antaranya adalah durian parung, durian lampung, durian jepara, durian palembang, durian padang, dan durian merah banyuwangi.
Karena itu, bila berkunjung ke Lampung, jangan lupa kesempatan untuk berburu durian yang dapat dengan mudah ditemukan pada sentra-sentra durian di perbatasan Kota Bandarlampung atau di seputaran Jalan Radin Imba Kesuma dan kawasan Way Halim, Bandarlampung, terutama pada musim durian.
Di luar musim durian lokal, di kawasan tersebut tetap dapat ditemukan durian yang didatangkan dari luar daerah Lampung.
Pada musim panen durian juga banyak pengunjung dari luar Lampung yang berburu durian hingga ke pelosok Lampung.
Salah satu sentra durian di Bandarlampung adalah di sekitar Jalan Raden Imba Kesuma yang berada di kawasan perbukitan, arah dari Jalan Cut Nyak Dien Palapa Tanjungkarang dan berbelok ke arah Jalan KH Agus Salim. Setelah mendaki, akan sampai pertigaan yang menghubungkan Jalan KH Agus Salim dengan Jalan M Ridwan Rais dan Jalan Radin Imba Kesuma.
Terdapat Tugu Durian pada pertigaan jalan itu, sebagai penanda bahwa wilayah tersebut adalah sentra durian, pusat produksi dan penjualan durian, antara lain berasal dari kebun-kebun durian warga Sukadanaham.
Durian di kawasan ini, dijual relatif murah, mulai harga Rp7.500 per buah ukuran kecil, dan ukuran sedang berkisar Rp15.000 per buah, dan ukuran besar sekitar Rp30.000 per buah. Harga durian tersebut masih bisa ditawar sesuai kesepakatan. Biasanya durian yang didatangkan dari luar Lampung harganya lebih mahal.
Selain untuk dikonsumsi dalam wujud masih segar, di Lampung terbiasa mengolah durian menjadi bahan makanan, seperti tempoyak, dodol durian, lempok durian, kolak durian maupun permen durian.
Aneka makanan olahan berbahan baku durian itu mudah pula didapatkan di sentra penjualan oleh-oleh khas Lampung, seperti di kawasan sekitar Gudang Garam Telukbetung, Bandarlampung.
Bagi siapa pun yang berkunjung ke Lampung nantinya, tak perlu lagi bersusah payah mencari durian khas Lampung.
Sudah ada Kampung Durian tak jauh dari pusat Kota Bandarlampung yang menyediakan durian manis dan lezat dengan aroma khasnya, dapat dinikmati dengan nuansa alam dan lingkungan asri sekitarnya.
Datanglah ke Lampung dan kunjungi Kampung Durian serta nikmatilah durian lampung yang lezat rasanya itu.