Jakarta (Antara Lampung) - Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Izederik Emir Moeis dituntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta dalam perkara dugaan penerimaan hadiah untuk memenangkan konsorsium Alstom Power Inc dalam tender Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan Lampung pada 2004.
"Meminta agar majelis hakim tindak pidana korupsi menyatakan terdakwa Izederik Emir Moei terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana kurungan 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Supardi di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Dakwaan kedua itu berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubang dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
"Terdakwa menerima hadiah atau janji dari Pirooz Muhammad Sarafi yang meminta bantuan terdakwa dalam jasa konsultasi konsorsium Alstom Power Inc dan dijanjikan mendapat bagian 'fee' yang diterima pirooz dari konsorsium Alstom Power Inc," kata jaksa Irene Putri.
Setelah konsorsium Alstom Power mendapatkan tender PLTU Tarahan, Pirooz mendapatkan bayaran dari PT Alstom dan Marubeni Jepang sebesar 506.000 dolar US pada 2005 sedangkan pada tahun Pirooz kembali mendapatkan komisi 554.708 dolar US.
Pirooz kemudian mengirimkan sebagian "fee" yang diterimanya ke rekening PT Artha Nusantara Utama (ANU) yaitu perusahaan milik anak Emir, Armand Emir Moeiz yang secara formal dikelola Zuliansyah Putra Zulkarnain.
Pemberian tersebut dikirimkan Pirooz ke rekening PT ANU di bank Century pada 2005 sejumlah 164.750 ribu dolar AS dan pada 2006 sejumlah 259.000 dolar AS, namun ada sejumlah 67.000 dolar AS yang kembali diberikan ke Pirooz dalam bentuk tiket pesawat maupun uang, sehingga jumlah total yang diterima Emir adalah 357.000 dolar AS.
Uang dari rekening PT ANU itu kemudian diambil oleh ZUiansyah Putra Zulkarnain atas perintah Emir agar dipindahkan ke rekening pribadi Emir di Bank Century.
"Yang diterima terdakwa dari Pirooz adalah sebesar 357.000 ribu dolar AS yang masuk ke rekening pribadi terdakwa di Bank Century sehingga secara hukum telah masuk ke kekuasaan terdakwa dengan demikian terdakwa telah secara nyata menerima dari Pirooz Muhammad Sarafi," ungkap jaksa.
Meski Emir dalam persidangan mengaku bahwa ia tidak tahu perjanjian yang ditandanganinya dengan Pirooz untuk jasa konsultasi PLTU karena berpikir untuk bisnis batubara dengan Pirooz, namun jaksa tetap melihat bahwa permintaan agar Zuliansyah mengambil uang dari rekening PT ANU dan menyetorkan ke rekening pribadi Emir sebagai tindakan yang disengaja terkait komisi dari Pirooz.
"Kesimpulan yang sangat meyakinkan terdakwa sebagai penyelenggara negara yaitu anggota DPR sehingga terdakwa mengetahui 'fee' tersebut tidak akan diterima kalau bukan menjabat sebagai anggota DPR sehingga terdakwa menginsyafi perbuatan tesebut," tambah jaksa.
Atas dakwaan tersebut, Emir dan tim penasihat hukumnya mengajukan nota pembelaan pada persidangan selajutnya, Senin (17/3).
"Meminta agar majelis hakim tindak pidana korupsi menyatakan terdakwa Izederik Emir Moei terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana kurungan 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Supardi di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Dakwaan kedua itu berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubang dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
"Terdakwa menerima hadiah atau janji dari Pirooz Muhammad Sarafi yang meminta bantuan terdakwa dalam jasa konsultasi konsorsium Alstom Power Inc dan dijanjikan mendapat bagian 'fee' yang diterima pirooz dari konsorsium Alstom Power Inc," kata jaksa Irene Putri.
Setelah konsorsium Alstom Power mendapatkan tender PLTU Tarahan, Pirooz mendapatkan bayaran dari PT Alstom dan Marubeni Jepang sebesar 506.000 dolar US pada 2005 sedangkan pada tahun Pirooz kembali mendapatkan komisi 554.708 dolar US.
Pirooz kemudian mengirimkan sebagian "fee" yang diterimanya ke rekening PT Artha Nusantara Utama (ANU) yaitu perusahaan milik anak Emir, Armand Emir Moeiz yang secara formal dikelola Zuliansyah Putra Zulkarnain.
Pemberian tersebut dikirimkan Pirooz ke rekening PT ANU di bank Century pada 2005 sejumlah 164.750 ribu dolar AS dan pada 2006 sejumlah 259.000 dolar AS, namun ada sejumlah 67.000 dolar AS yang kembali diberikan ke Pirooz dalam bentuk tiket pesawat maupun uang, sehingga jumlah total yang diterima Emir adalah 357.000 dolar AS.
Uang dari rekening PT ANU itu kemudian diambil oleh ZUiansyah Putra Zulkarnain atas perintah Emir agar dipindahkan ke rekening pribadi Emir di Bank Century.
"Yang diterima terdakwa dari Pirooz adalah sebesar 357.000 ribu dolar AS yang masuk ke rekening pribadi terdakwa di Bank Century sehingga secara hukum telah masuk ke kekuasaan terdakwa dengan demikian terdakwa telah secara nyata menerima dari Pirooz Muhammad Sarafi," ungkap jaksa.
Meski Emir dalam persidangan mengaku bahwa ia tidak tahu perjanjian yang ditandanganinya dengan Pirooz untuk jasa konsultasi PLTU karena berpikir untuk bisnis batubara dengan Pirooz, namun jaksa tetap melihat bahwa permintaan agar Zuliansyah mengambil uang dari rekening PT ANU dan menyetorkan ke rekening pribadi Emir sebagai tindakan yang disengaja terkait komisi dari Pirooz.
"Kesimpulan yang sangat meyakinkan terdakwa sebagai penyelenggara negara yaitu anggota DPR sehingga terdakwa mengetahui 'fee' tersebut tidak akan diterima kalau bukan menjabat sebagai anggota DPR sehingga terdakwa menginsyafi perbuatan tesebut," tambah jaksa.
Atas dakwaan tersebut, Emir dan tim penasihat hukumnya mengajukan nota pembelaan pada persidangan selajutnya, Senin (17/3).