Lampung Barat (ANTARA LAMPUNG) - Kelompok Wanita Tani Melati Desa Mayan Pekon, Srimenanti, Kec. Air Hitam, Kab. Lampung Barat setelah bersusah payah berjuang akhirnya berhasil mengalirkan air bersih masuk ke rumah-rumah mereka.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati, Dwi Nurhayati, di Srimenanti, Sabtu (15/6), menuturkan bahwa sejak awal berbagai upaya harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan kesulitan mendapatkan air bersih yang sangat dirasakan menyulitkan kehidupan sebelumnya.
"Kami harus mencari air ke tempat yang cukup jauh untuk mendapatkan air bersih bagi keperluan sehari-hari, termasuk untuk mandi," katanya, didampingi Sekretaris KWT Melati Atun Pitriati dan Bendahara Tutik Widayanti.
Warga anggota kelompok itu harus mengumpulkan dana setiap bulan Rp500 per kepala keluarga sebagai tabungan sosial untuk kepentingan warga setempat, dan mengembangkan jimpitan beras 250 gram per minggu per keluarga.
Dana yang terkumpul kemudian digunakan untuk membeli peralatan pemasangan pipa air dari sumber mata air ke rumah-rumah warga di sini.
Namun upaya tersebut sempat mengalami kegagalan, mengingat dana terbatas untuk membeli semua peralatan yang diperlukan.
Upaya bertemu Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri juga ditempuh pengurus KWT Melati, untuk menyampaikan permintaan mereka mendapatkan bantuan modal untuk membiayai penyediaan sarana air bersih ke rumah-rumah warga dimaksud.
"Kami berusaha dapat ketemu langsung dengan Pak Bupati, akhirnya bisa ketemu," ujarnya.
Walaupun dapat bertemu bupati secara langsung, ternyata bantuan yang diusulkan juga tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Mereka tidak berputus asa, hingga akhirnya bertemu dengan fasilitator Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat (Strengthening Community Based Forest and Watershed Management/SCBFWM) sehingga mengajukan usulan mendapatkan bantuan yang diperlukan untuk penyediaan air bersih itu.
Akhirnya pada tahun 2012, kelompok ini mendapatkan bantuan hibah Program SCBFWM Lampung BP DAS Way Seputih Way Sekampung sebesar Rp23 juta yang digunakan untuk upaya perlindungan dan optimalisasi pemanfaatan mata air antara lain untuk mengamankan daerah sumber mata air, membangun bak penampung dan bak pembagi serta instalasi penyaluran air bersih yang diperlukan.
Kelompok yang kini beranggota 33 orang ini, akhirnya mampu mengalirkan air bersih ke rumah-rumah mereka, dengan setiap warga menyiapkan pula sarana penampungan air yang diperlukan.
Setiap warga dikenakan biaya Rp8.000 per bulan yang dibayarkan setahun sekali, untuk mendukung pengoperasian sarana air bersih ini.
Ketersediaan air bersih itu disyukuri warga setempat.
Menurut Mbah Mijem, salah satu warga yang menggunakan air bersih itu, sangat mensyukuri akhirnya air bersih bisa mengalir ke rumahnya.
Padahal sebelumnya dia bersama suaminya setiap hari harus selalu pergi sejauh sekitar 1 km untuk mendapatkan sumber air bersih yang harus pula dibawa dengan dipikul.
Saat kemarau, sumber air ini juga mengalami kekeringan, sehingga warga kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih yang diperlukan.
"Sekarang sudah enak Mas, nggak perlu jauh-jauh dapat air bersih, langsung mengalir ke rumah," ujar dia pula.
Air bersih itu pun dimanfaatkan limpasannya untuk budidaya perikanan berupa ikan nila oleh warga setempat.
"Ikan yang kami panen dan dimasak dapat membantu meningkatkan gizi keluarga," ujar Setiyani, salah satu warga yang mendapatkan pelayanan air bersih itu.
Menurut Fasilitator Regional Program SCBFWM Lampung Dr Zainal Abidin, upaya KT Melati untuk mendapatkan akses pelayanan air bersih ini patut diapresiasi sehingga mendapatkan dukungan dana yang diperlukan.
Mereka berjuang tanpa kenal lelah untuk mendapatkan air bersih yang diperlukan, sehingga akhirnya dapat dibantu oleh program Kementerian Kehutanan yang bekerjasama dengan United Nation Development Program (UNDP) dan Global Environment Facility (GEF), kata Zainal lagi.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati, Dwi Nurhayati, di Srimenanti, Sabtu (15/6), menuturkan bahwa sejak awal berbagai upaya harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan kesulitan mendapatkan air bersih yang sangat dirasakan menyulitkan kehidupan sebelumnya.
"Kami harus mencari air ke tempat yang cukup jauh untuk mendapatkan air bersih bagi keperluan sehari-hari, termasuk untuk mandi," katanya, didampingi Sekretaris KWT Melati Atun Pitriati dan Bendahara Tutik Widayanti.
Warga anggota kelompok itu harus mengumpulkan dana setiap bulan Rp500 per kepala keluarga sebagai tabungan sosial untuk kepentingan warga setempat, dan mengembangkan jimpitan beras 250 gram per minggu per keluarga.
Dana yang terkumpul kemudian digunakan untuk membeli peralatan pemasangan pipa air dari sumber mata air ke rumah-rumah warga di sini.
Namun upaya tersebut sempat mengalami kegagalan, mengingat dana terbatas untuk membeli semua peralatan yang diperlukan.
Upaya bertemu Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri juga ditempuh pengurus KWT Melati, untuk menyampaikan permintaan mereka mendapatkan bantuan modal untuk membiayai penyediaan sarana air bersih ke rumah-rumah warga dimaksud.
"Kami berusaha dapat ketemu langsung dengan Pak Bupati, akhirnya bisa ketemu," ujarnya.
Walaupun dapat bertemu bupati secara langsung, ternyata bantuan yang diusulkan juga tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Mereka tidak berputus asa, hingga akhirnya bertemu dengan fasilitator Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat (Strengthening Community Based Forest and Watershed Management/SCBFWM) sehingga mengajukan usulan mendapatkan bantuan yang diperlukan untuk penyediaan air bersih itu.
Akhirnya pada tahun 2012, kelompok ini mendapatkan bantuan hibah Program SCBFWM Lampung BP DAS Way Seputih Way Sekampung sebesar Rp23 juta yang digunakan untuk upaya perlindungan dan optimalisasi pemanfaatan mata air antara lain untuk mengamankan daerah sumber mata air, membangun bak penampung dan bak pembagi serta instalasi penyaluran air bersih yang diperlukan.
Kelompok yang kini beranggota 33 orang ini, akhirnya mampu mengalirkan air bersih ke rumah-rumah mereka, dengan setiap warga menyiapkan pula sarana penampungan air yang diperlukan.
Setiap warga dikenakan biaya Rp8.000 per bulan yang dibayarkan setahun sekali, untuk mendukung pengoperasian sarana air bersih ini.
Ketersediaan air bersih itu disyukuri warga setempat.
Menurut Mbah Mijem, salah satu warga yang menggunakan air bersih itu, sangat mensyukuri akhirnya air bersih bisa mengalir ke rumahnya.
Padahal sebelumnya dia bersama suaminya setiap hari harus selalu pergi sejauh sekitar 1 km untuk mendapatkan sumber air bersih yang harus pula dibawa dengan dipikul.
Saat kemarau, sumber air ini juga mengalami kekeringan, sehingga warga kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih yang diperlukan.
"Sekarang sudah enak Mas, nggak perlu jauh-jauh dapat air bersih, langsung mengalir ke rumah," ujar dia pula.
Air bersih itu pun dimanfaatkan limpasannya untuk budidaya perikanan berupa ikan nila oleh warga setempat.
"Ikan yang kami panen dan dimasak dapat membantu meningkatkan gizi keluarga," ujar Setiyani, salah satu warga yang mendapatkan pelayanan air bersih itu.
Menurut Fasilitator Regional Program SCBFWM Lampung Dr Zainal Abidin, upaya KT Melati untuk mendapatkan akses pelayanan air bersih ini patut diapresiasi sehingga mendapatkan dukungan dana yang diperlukan.
Mereka berjuang tanpa kenal lelah untuk mendapatkan air bersih yang diperlukan, sehingga akhirnya dapat dibantu oleh program Kementerian Kehutanan yang bekerjasama dengan United Nation Development Program (UNDP) dan Global Environment Facility (GEF), kata Zainal lagi.