Antologi Puisi "Tujuh Carik Perca" Siap Diluncurkan

id penyair lampung fitriyani

Antologi Puisi "Tujuh Carik Perca" Siap Diluncurkan

Penyair perempuan Lampung Fitri Yani (Foto: Istimewa)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Buku antologi puisi "Tujuh Carik Perca" berisikan puisi-puisi pendek karya tujuh penyair Lampung siap diluncurkan.

Tujuh penyair perempuan Lampung yang bersepakat menerbitkan antologi puisi mini dalam segabung buku itu, di Bandarlampung, Senin, menyampaikan dalam antologi itu memuat karya mereka semua.

Penyair perempuan Lampung itu adalah Fitri Yani, Hamidah, Iin Muthmainah, Inggit Putria Marga, Liza Mutiara, Nersalya Renata, dan Ruth Marini memberi tajuk antologi puisi mereka "Tujuh Carik Perca".

Buku antologi puisi itu bakal diluncurkan di Kafe Woodstairs, Jalan Urip Sumoharjo, Bandarlampung, Rabu (6/9), pukul 10.00 WIB.

Antologi itu berisi puisi-puisi pendek merupakan hasil eksplorasi sejumlah persoalan, mulai dari masalah sosial, spiritual, sampai kegelisahan lain khas perempuan.

Iswadi Pratama, penyair dan sutradara Teater Satu Lampung, menyambut baik kehadiran buku antologi puisi tersebut.

Menurut penyair yang baru dinobatkan tokoh budayawan Lampung belum lama ini, keringkasan dalam puisi bukanlah sekadar mengurangi atau menghilangkan kata dan baris, melainkan bagaimana membuat sebuah momen yang sebentar memuai dan berpendar ke berbagai arah, sebaliknya menjadikan yang kompleks dan berlapis seolah terserap dalam satu tarikan napas belaka.

"Tujuh penyair dalam kumpulan puisi itu telah berusaha untuk menghadirkan apa yang ringkas itu: sebentuk puisi, juga sebuah momen. Kita, kadang-kadang dibuat tertegun saat membacanya; sebab dibutuhkan sedemikian banyak waktu dan tempat dalam benak juga hati kita untuk menyimpan dan menyusun kembali keringkasan dalam puisi-puisi mereka," kata Iswadi.

Akan tampil sebagai pembahas dalam sesi diskusi pada peluncuran antologi puisi itu adalah Ari Pahala Hutabarat, penyair dan sutradara Teater Kober.

Ari Pahala Hutabarat dalam pengantarnya mengatakan bahwa puisi-puisi dalam buku itu dimaksudkan sebagai oposisi, yang ingin berhadapan langsung dengan kata sifat-kata sifat yang terlampau ceriwis dan subjek lirik yang terlampau jumawa karena merasa bisa mengatur dunia, baik melalui pemikiran maupun perasaannya.

Lebih lanjut Ari Pahala mengatakan, puisi-puisi mini berusaha menghadirkan yang spasial ketimbang temporal.

Menurutnya, pada ruang spasial benda-benda dan hal-hal hadir, serentak, mengajak kita untuk melihat dan mengalami secara langsung, tidak melalui yang konseptual, tetapi melalui yang perseptual, ranah di mana pikiran, emosi, dan tubuh wajib mengalami bersama-sama.

"Pada ruang spasial, intelek, dan emosi bertemu pada satu imaji atau satu imaji bisa secara serentak menghadirkan intelek dan emosi. Maka, marilah tenggelam dan berenang bersama, membaca karya-karya mereka. Apalagi kehadiran buku semacam ini dapat dikatakan untuk kali pertama di Lampung," ujar Ari Pahala lagi.

(ANTARA)