Diancam Trump, militer dan milisi Venezuela gelar latihan perang

id Venezuela, AS, milisi Venezuela

Diancam Trump, militer dan milisi Venezuela gelar latihan perang

Prajurit Venezuela mengajar kaum sipil tentang cara menembak dalam latihan militer di Caracas, Venezuela. (AFP /capitalfm.co.ke)

Karakas (Antara/Reuters) - Venezuela mengadakan latihan angkatan bersenjata di seluruh negeri itu pada Sabtu, dengan menyerukan warga sipil untuk bergabung dengan satuan-satuan cadangan guna membela kemungkinan serangan dari luar.

        
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memperingatkan bahwa "pilihan militer" akan diambil terhadap negara yang dilanda krisis itu.

        
Trump membuat ancaman tersebut dua pekan lalu dan pada Jumat ia menandatangani perintah yang melarang transaksi terkait hutang baru dari pemerintah Venezuela atau perusahaan minyaknya, sebuah langkah menahan pendanaan yang Trump katakan membangkitkan "kediktatoran" Presiden Nicolas Maduro yang sosialis.

        
"Menghadapi ancaman-ancaman AS, seluruh warga Venezuela yang berusia antara 18 dan 60 diminta memberi sumbangan kepada pertahanan integral negara," demikian pengumuman yang disiarkan Sabtu pagi di televisi negara.

        
Maduro menggunakan ancaman Trump untuk mencoba menggelorakan basis politiknya, menyiarkan gambar-gambar warga sipil yang membawa senjata  saat mereka mengikuti latihan tempur. Pemerintah membuat hastag #EsHoraDeDefenderLaPatria, yang berarti "kini saatnya untuk membela Ibu Pertiwi," untuk mempromosikan latihan-latitan tesebut.

        
Gambar-gambar TV menunjukkan rakyat Venezuela yang muda dan tua memasuki pusat-pusat pendaftaran cadangan militer. Tetapi belum ada bukti bahwa pendaftaran mencapai pegawai-pegawai pemerintah dan kaum loyalis Partai Sosialis Maduro.

        
Tempat-tempat latihan diudarakan dimana para penembak jitu melakukan aksi mereka sementara para komandan militer memberikan pidato-pidato pedas pada pawai-pawai "antiimprialis." Latihan-latihan lagi dijadwalkan berlangsung pada Ahad.

Antara/Reuters
M. Anthoni