Kisah pengungsi Sudan jadi anggota keluarga di Inggris

id ANTARA/REUTERS

Kisah pengungsi Sudan jadi anggota keluarga di Inggris

Warga Sudan yang mencari suaka di Inggris/file (express.co.uk)

London (Antara/Thomson Reuters Foundation) - Ketika Abu Haron, pengungsi asal Sudan, untuk pertama kali menginjakkan kaki di Inggris pada 2010, remaja berusia 16 tahun itu berada di kantor polisi dan dikelilingi orang berbahasa "aneh".
        
Untuk mencapai daratan Inggris, ia bergelantungan di sisi bus sekolah dari Calais, Prancis utara.
        
Haron sebatang kara dan ketika itu sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris.
        
Haron, yang sekarang berusia 23 tahun, mengatakan, ia ketika itu sangat ketakutan ketika pihak berwajib Inggris mengatakan bahwa ia akan dipulangkan ke Darfur, Sudan, yang dilanda perang saudara.
        
"Saya merasa ketakutan dan kesepian karena saya hanya menunggu disana untuk diwawancarai," kata Haron.
        
"Saya tidak tahu apa apa mengenai Inggris. Banyak yang lalu lalang dan mengajukan pertanyaan. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi dan apa yang mereka katakan," katanya.
        
Meski tahun berikutnya Haron sudah belajar bahasa Inggris dan bersosialisasi sambil bermain sepak bola, ia tidak punya siapa siapa ketika sampai di London.
        
London jauh berbeda jika dibandingkan dengan desa kecil di Darfur yang ia tinggalkan setelah dibakar habis oleh kelompok garis keras.
        
Tidak berapa lama kemudian, datanglah sepucuk surat dari seorang wanita Inggris bernama Anneke Elwes yang mengundangnya berjalan-jalan ke Taman Hampstead Heath di London.
        
Mereka diperkenalkan melalui layanan pertemanan yang dikelola oleh sebuah yayasan amal Freedom for Torture asal Inggris.
        
Sebagai seorang wanita dengan dua anak laki-laki yang hampir seusia Haron, Elwe (55 tahun) mengatakan bahwa Haron muda segera menjadi bagian dari keluarga mereka.
 
Bahkan, Haron untuk pertama kalinya ikut merayakan Natal dengan acara tradisional lomba telur dan sendok beberapa tahun lalu.
        
"Seluruh anggota keluarga menyambut saya layaknya sebagai anak sediri dan saya senang memiliki seorang ibu di Inggris. Sangat banyak migran yang tidak mempunyai kesempatan seperti ini," kata Haron yang ditemui sedang duduk di depan rumah keluarga barunya di utara London.
        
"Bila Anda mempunyai seseorang dalam hidup Anda yang meski hanya berbicara melalui telpon, itu akan memberikan rasa percaya diri," katanya.
        
Pertemuan dengan Haron mengilhami Elwes untuk mendirikan HostNation, jaringan untuk mempertemukan pengungsi dewasa dengan relawan di lingkungannya.
        
"Bagi sebagian besar pengungsi dan pencari suaka, satu-satunya orang Inggris yang bisa mereka temui hanyalah petugas," kata Elwes.
        
Kesepian dan terisolasi adalah perasaan yang umum dirasakan oleh para pengungsi dan pencari suaka karena kendala bahasa, kemiskinan dan kurangnya dukungan sosial.
        
"Kita tahu bahwa keterisolasian para pengungsi dan pencari suaka adalah masalah yang paling berat," kata Marim Kemple Hardy, manajer Refugee Action.
        
"Tidak bisa berbicara dengan tetangga, berusaha sendiri mencari teman, menjadi masalah sangat berat bagi mereka yang datang ke Inggris untuk membangun kehidupan baru.
        
Mereka juga kesulitan untuk melakukan perjalanan karena tidak mampu membiayai transportasi umum dan akibatnya, harus berjalan selama berjam-jam untuk mendapatkan layanan atau bertemu teman dan famili.
        
Menurut Palang Merah Inggris, sepanjang 2016 mereka telah menolong lebih dari 14.000 tuna wisma dan pencari suaka yang menggantungkan hidup mereka dengan santunan sebesar 46 dolar AS seminggu.
        
"Banyak keluarga di London yang ingin membantu untuk memastikan agar para pendatang tersebut bisa melihat sisi positif dalam kehidupan orang Inggris," kata Elwes.
        
Setelah meluncurkan HostNation pada Maret lalu, Elwes mulai mempertemukan pengungsi dengan pihak yang ingin mencari teman di seluruh Inggris, sebuah proses panjang yang mengharuskan referensi dari badan pengungsi, serta seleksi ketat.
        
"Kami ingin orang lain mendapatkan keuntungan dan menghargai hubungan seperti yang telah kita lakukan," kata Elwes.

ANTARA/RUTERS        
A Ahdiat/B Soekapdjo