Jurnalis Lampung Diskusikan Permasalahan PRT

id Jurnalis Lampung Bahas PRT, Permasalahan PRT, Hak Pekerja Rumah Tangga, Nasib PRT

Jurnalis Lampung Diskusikan Permasalahan PRT

Para jurnalis di Lampung membahas persoalan PRT, di Bandarlampung, Sabtu (10/6). (FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Belasan jurnalis di Lampung berdiskusi tentang aneka permasalahan para pekerja rumah tangga (PRT) maupun PRT anak serta upaya untuk mendorong perlindungannya secara nasional maupun lokal.

Dialog menghadirkan staf International Labour Organization (ILO) Jakarta Muhamad Nour dan staf LSM Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Bandarlampung, Sabtu (10/6), antara lain memaparkan situasi global dan nasional tentang kerja layak untuk PRT serta sosialisasi perlindungan PRT dan penghapusan pekerja rumah tangga Anak.

Dialog yang dirangkai dengan buka bersama itu, juga menghadirkan beberapa PRT yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Bandarlampung.

Muhamad Nour dari ILO Perwakilan Jakarta menyatakan PRT merupakan angkatan kerja yang tumbuh pesat di seluruh wilayah di dunia termasuk di Indonesia, mencapai 52,6 juta orang di seluruh dunia (2010), dengan 83 persen adalah perempuan.

"Terdapat 19 juta orang peningkatan jumlah PRT antara tahun 1995-2010. Sebanyak 3,6 persen dari pekerjaan berupah di seluruh dunia adalah dari para PRT atau 7,5 persen dari pekerjaan berupah yang dilakukan oleh perempuan di seluruh dunia, dan 41 persen pekerja rumah tangga bekerja di Asia," katanya lagi.

Dia menegaskan bahwa PRT selama ini telah memberikan kontribusi nyata di masyarakat, antara lain memberikan manfaat dan sering memberikan pelayanan yang dibutuhkan dalam rumah tangga; Pekerjaan yang memungkinkan wanita bekerja di pasar kerja; Mempermudah seluruh pekerjaan dan kewajiban rumah tangga," katanya pula.

Ia menambahkan bahwa PRT juga memberikan manfaat ekonomi melalui transfer dan remitansi yang penting bagi keluarga di desa.

Nour menyatakan pula bahwa pekerjaan rumah tangga merupakan sumber pekerjaan penting, khususnya bagi kelompok pekerja wanita, kaum muda, migran dan orang dengan keterampilan kerja rendah

Namun PRT adalah sebuah kelompok kerja yang rentan. "Di antara mereka memiliki kondisi kerja yang buruk, seperti jam kerja panjang, istirahat tidak cukup, upah rendah, gaji yang sering ditunda, dan lain-lain," katanya pula.

Para PRT itu, menurut Nour lagi, sering mengalami penyiksaan, pelecehan dan kekerasan, antara lain karena PRT dalam pandangan tradisional, seringkali dianggap bukan sebagai pekerja, dipandang rendah secara sosial dan gender serta mengalami diskriminasi. PRT umumnya juga bekerja di balik pintu yang tertutup rapat, minim keterwakilan dan kurang sentuhan organisasi bersama serta tereksklusi dari kebijakan di banyak negara

"PRT dan majikan banyak yang belum paham kebijakan terkait hak pekerja dan tereksklusi dari perlindungan hukum," ujar dia.

Menurutnya pula, kesenjangan besar antara PRT dan pekerja lainnya menjadi begitu nyata bila melihat kondisi kerja mereka, di antaranya 45 persen tidak punya hari libur dan lebih 50 persen tidak punya jam kerja normal mingguan seperti pekerja lain pada umumnya.

Faktanya pula, kata Nour lagi, hanya 50 persen PRT yang tercakup dalam upah minimum (khususnya yang menerima upah sama dengan pekerja lain), lebih dari sepertiga PRT tak memperoleh hak cuti melahirkan dan manfaat lain.

Ia menyebutkan bahwa di Indonesia saat ini termasuk negara berpendapatan menengah, dengan permintaan terhadap PRT meningkat. Estimasi total populasi PRT tahun 2015 dengan menggunakan data Satkernas terdapat 4 juta PRT di Indonesia, 75 persen merupakan perempuan.

Dari data tersebut, 85.000 di antaranya merupakan PRT anak.

Nour membeberkan pula aturan tentang PRT adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan terkait PRT anak berupa Keputusan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak No. 59 Tahun 2002

Berkaitan itu, ILO Perwakilan Jakarta bersama LSM Damar mendorong adanya inisiasi kebijakan lokal di Provinsi Lampung khususnya Kota Bandarlampung untuk perlindungan PRT.

Staf LSM Damar Lampung Sofian Hd menegaskan diperlukan adanya aturan hukum untuk menjamin perlindungan, penghormatan, pemajuan dan pemenuhan hak asasi pekerja rumah tangga itu sebagai bagian dari pengakuan terhadap keberadaan PRT, pengaturan hubungan antara PRT dan pemberi kerja, pengaturan terhadap kondisi kerja layak bagi PRT, dan panduan bagi semua golongan masyarakat dalam mempekerjakan dan menggunakan jasa PRT.

Namun terkait upaya itu, untuk mendorong perjanjian kerja antara PRT dengan pemberi kerja, masih menghadapi sejumlah kendala, yaitu PRT belum dimasukkan dalam unsur hubungan kerja, padahal PRT memenuhi unsur hubungan kerja, ada majikan, perintah kerja dan upah, katanya lagi.

Selain itu, menurut dia, pemerintahan daerah umumnya di Lampung belum memiliki perspektif mengenai kerja layak PRT dan memposisikan diri sebagai majikan.

"Pemerintahan ketika dipaparkan mengenai pentingnya kebijakan lokal mengenai perlindungan PRT selalu mengacu pada rancangan RUU PPRT yang belum disahkan," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kebijakan perlindungan PPRT hanya dipahami sebagai tuntutan PRT mengenai upah dan tidak melihat bahwa kebijakan tersebut menjamin hak dan kewajiban PRT dengan pemberi kerja.

"Tidak dianggap pentingnya jaminan perlindungan dan kerja layak PRT karena pekerjaan yang dilakukan PRT dianggap kodrat perempuan bahwa perempuan bekerja di ranah domestik dan tidak mempunyai nilai," ujarnya pula.

Sofian maupun Mohamad Nour membenarkan bahwa hingga saat ini secara nasional legislatif (DPR) belum juga meratifikasi Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga, termasuk belum menuntaskan RUU PPRT, sehingga aturan tentang perlindungan dan jaminan hak bagi PRT masih belum terwujud.