Majelis Hakim Vonis Mati Pemutilasi Anggota DPRD

id mutilasi, medi andika, pansor

Majelis Hakim Vonis Mati Pemutilasi Anggota DPRD

Brigadir Medi Andika (baju putih) saat memasuki ruang sidang. (ANTARA Lampung/Adie Pandawa)

Berdasarkan fakta-fakta persidangan, majelis hakim mengatakan sebelum memotong-motong tubuh korban, terdakwa lebih dahulu menembak korban, saat berada di dalam mobil....
Bandarlampung,  (ANTARA Lampung)- Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung memvonis hukuman mati Brigadir Medi Andika terdakwa pemutilasi anggota DPRD Kota Bandarlampung.

Pada sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim, di PN Tanjungkarang Senin majelis hakim menyatakan Medi terbukti melakukan tindak pembunuhan berencana terhadap anggota DPRD BandarLampung M Pansor.

"Menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap terdakwa," ujar hakim ketua Minanoer Rachman saat persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Majelis hakim menghukum mati Medi Andika dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan mutilasi terhadap M. Pansor anggota DPRD Kota Bandarlampung.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan, majelis hakim mengatakan sebelum memotong-motong tubuh korban, terdakwa lebih dahulu menembak korban, saat berada di dalam mobil. Mutilasi dilakukan di rumah Medi Andika di Perumahan Permatabiru, Sukarame, Kota Bandarlampung.

Usai memutilasi korban, terdakwa membawa potongan tubuh tersebut ke Martapura Oku Timur, Sumatera Selatan dibantu temannya Tarmizi. Menurut majelis untuk menghilangkan jejak sebelum dibuang dibawah jembatan di daerah Martapura itu, terdakwa juga membakar potongan tubuh korban dengan bensin.

Majelis hakim juga menilai, keberatan kuasa hukum maupun terdakwa, yang menyatakan bahwa Medi bukan pelaku utamanya, namun hanya selaku pembuang mayat korban tidaklah beralasan dan tidak didukung bukti-bukti yang ada.

Sedangkan pengakuan terdakwa yang menyebutkan istri korban terlibat dalam pembunuhan tersebut, menurut mejelis hakim tidak bisa dijadikan dasar pertimbangan, karena tidak ada bukti-bukti yang kuat.

Putusan ini disambut tepuk tangan Umi Kalsum, istri Pansor, dan para kerabatnya. Tidak hanya Umi, Medi juga terlihat tepuk tangan saat duduk di kursi pesakitan usai hakim membacakan putusan.

Putusan ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Medi pada sidang, Rabu (29/3/2017) dengan tuntutan hukuman mati.

Dalam sidang tuntutan sebelumnya, terdakwa Medi dituntut dengan hukuman mati. Jaksa penuntut umum Agus Priambodo menilai, perbuatan Medi terbukti melakukan tindakan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.

"Menuntut terdakwa dengan pidana mati," ujar Agus dalam sidang yang berlangsung Rabu (29/3) itu .

Agus mengatakan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar terhadap Medi selama dalam persidangan.

"Sepanjang persidangan tidak didapat hal yang dapat membebaskan terdakwa ataupun alasan pemaaf dan pembenar," kata Agus.

Agus mengatakan hal yang memberatkan adalah perbuatan Medi meninggalkan rasa pedih di keluarga korban. Medi adalah anggota polisi dan berbelit-belit selama persidangan. Untuk hal yang meringankan, Agus mengatakan, tidak ada.

Sementara itu kuasa hukum Medi Andika Sopian Sitepu usai sidang saat ditanya awak media terkait vonis mati terhadap kliennya mengatakan jika pihaknya kecewa dengan putusan hakim, dan akan menyatakan banding.

"Kami musyawarah dulu dengan keluarga Medi. Tapi kesepakatan tadi akan mengajukan banding," ujarnya.*