IDI dan Kepolisian bahas nota kesepahaman perihal malpraktik

id RS, dokter, kriminalisasi dokter

IDI dan Kepolisian bahas nota kesepahaman perihal malpraktik

File/Seluruh dokter di Lampung dan daerah lainnya di Indonesia menentang keras tindak kriminalisasi atas profesi dokter. (FOTO ANTARA LAMPUNG/Agus Wira Sukarta)

Bekasi (Antara Lampung) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Kota Bekasi, Jawa Barat, tengah membahas materi kesepakatan dengan kepolisian setempat perihal laporan malpraktik dari masyarakat.
        
"Saat ini draft kesepahamannya sedang kami susun agar terjalin sinergitas dengan aparatur kepolisian dalam menerima laporan dugaan malpraktik dari masyarakat," kata Ketua IDI Kota Bekasi Komarudin Askar di Bekasi, Kamis.
        
Menurut dia, Memorandum of Understanding (¿MoU) yang akan dilaksanakan ini merupakan turunan dari kesepahaman antara Pengurus Besar IDI tingkat nasional dengan Kapolri Jendral Tito Karnavian beberapa waktu lalu. 
    
Dia menilai, MoU dibutuhkan kedua belah pihak menyusul selama ini banyak kesalahpahaman yang dilakukan oleh anggota polisi di lapangan saat menangani kasus tersebut dari laporan masyarakat.
        
Polisi, kata dia, langsung bergerak cepat menyelidiki kasus dengan memeriksa dan melakukan penggeledahan ke tempat praktik dokter yang diduga terlibat malpraktik.
    
Menurut dia, tahapan tersebut sebenarnya perlu melalui serangkaian prosedur di antaranya koordinasi dengan IDI daerah serta Dinas Kesehatan.
        
"Proses penyelidikan hingga penggeledahan sudah terlalu jauh karena ada mekanisme yang harus dilalui, misalnya berkoordinasi dahulu dengan IDI dan Dinas Kesehatan daerah setempat," katanya.
        
Dikatakan Komarudin, standar operasional prosedur yang ditempuh kepolisian telah memberikan kesan bagi profesi dokter di daerah yang diduga terlibat malpraktik seperti layaknya penjahat.
         
"Kita ini seperti penjahat saja yang langsung digeruduk polisi. Ini kan ada tahapannya, jadi sebaiknya mereka berkoordinasi dulu dengan IDI atau Dinkes setempat," ujarnya.
        
Komarudin menjelaskan, koordinasi dengan instansi terkait bukan untuk menyulitkan penyelidikan apalagi melindungi dokter dari kasus yang tengah menjerat, namun profesi kedokteran merupakan profesi khusus yang memiliki latarbelakang hukum yang jelas, yaitu UU Nomor 29 tahun 2009 tentang praktik kedokteran.
        
"Saya berani memastikan bahwa lembaga IDI tidak akan melindungi dokter yang terbukti bersalah. Apalagi pada umumnya mereka telah dibekali ilmu dari lembaga pendidikan dalam menangani pasien, sehingga sangat kecil kemungkinan mereka berani melakukan kesalahan," katanya.
        
Menurut Komarudin, sejauh ini lembaganya belum menerima laporan tentang kesalahpahaman polisi dalam menangani kasus di Kota Bekasi.
        
Bahkan, koordinasi antara kepolisian setempat dengan lembaganya selama ini telah terjalin harmonis. 
    
"Kalau di daerah lain mungkin ada, tapi dengan adanya kesalahpahaman itu kita jadi khawatir untuk membuka praktik. Nanti kalau salah langsung ditangkap dan dipenjara," katanya.
        
Sementara itu data dari kepolisian setempat tercatat ada sedikitnya dua dugaan kasus malpraktik di Kota Bekasi, satu di antaranya telah memperoleh putusan pengadilan.
        
Kasus pertama dialami keluarga pasien bernama Maudy Cendana Purba (3 bulan) yang meninggal dunia usai memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit MasMitra Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondokgede pada 2015.
        
Kasus tersebut resmi ditangani Polda Metrojaya berdasarkan surat laporan orang tua korban bernomor LP/1533/III/2017/PMJ/Dit.Reskrimsus, sejak 20 Maret 2017.
        
Kasus serupa juga dialami balita Falya Raafani Blegur (14 bulan) yang meninggal dunia di Rumah Sakit Awal Bros Jalan KH Noer Alie Kalimalang, Kota Bekasi pada 1 November 2015.
        
Pengadilan Negeri Bekasi telah memvonis pihak rumah sakit bersalah atas tewasnya Falya pada Juni 2016 dengan menjatuhkan sanksi materi sebesar Rp200 juta lebih.

ANTARA