Warga Diimbau Hentikan Penanaman di Register 38

id pertemuan warga lamtim

Warga Diimbau Hentikan Penanaman di Register 38

Pertemuan Musyawarah Pimpinan Kecamatan Way Jepara dengan warga dari Forum Pelestarian Hutan dan Tangkapan Air Lampung, di Desa Sumber Marga, Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur, Sabtu (18/2). (FOTO: ANTARA Lampung/Muklasin)

...Nanti kami sampaikan usulan-usulan melalui forum ini kepada Bupati Lampung Timur...
Lampung Timur (ANTARA Lampung) - Musyawarah Pimpinan Kecamatan Way Jepara di Kabupaten Lampung Timur mengimbau warga yang berencana menanam pohon untuk penghijauan di lahan Register 38 Gunung Balak agar dihentikan karena dapat memicu konflik antarwarga.

Imbauan itu disampaikan dalam pertemuan warga dengan Muspika Kecamatan Way Jepara di Desa Sumber Marga, Sabtu .(18/2)

Warga di Kecamatan Way Jepara yang tergabung dalam Forum Pelestarian Hutan dan Tangkapan Air Lampung (FPHTA) menuntut Pemerintah Kabupaten Lampung Timur mengembalikan Register 38 untuk dihijaukan kembali dan mengembalikan kawasan ini sebagai daerah resapan air dan penyeimbang ekosistem.

Forum itu beralasan banyak warga telah menggarap Gunung Balak itu, tapi pohon yang ditanam tidak sesuai dengan persyaratan untuk program hutan kemasyarakatan, bahkan banyak yang telah menjadi permukiman.

Kondisi itu berdampak pada Waduk Way Jepara yang letaknya dekat kawasan hutan lindung Gunung Balak sehingga kini debit air waduk itu turun.

Camat Way Jepara Supriyanto meminta warganya menyampaikan tuntutan itu dengan menyusun skema penghijauan yang diinginkan dan menyampaikannya kepada pemerintah untuk segera dicarikan solusi yang terbaik.

"Nanti kami sampaikan usulan-usulan melalui forum ini kepada Bupati Lampung Timur," ujarnya.

Kepala Desa Sumber Marga Kasturi mengapresiasi niat baik forum tersebut. Namun dia meminta warganya harus berjalan bersama dengan pemerintah dan menyampaikan tuntutan sesuai prosedur yang diatur oleh pemerintah.

"Jika forum ini jalan sendiri, saya tidak mendukung. Harus bersama pemerintah, karena kalau jalan sendiri bisa memunculkan konflik dengan warga dalam kawasan dan saya tidak mau itu terjadi," kata Kasturi.

Imbauan serupa disampaikan Kapolsek Way Jepara AKP Sahril Faison.

Dia mengimbau warga ikut menjaga stabilitas keamanan daerahnya terkait tuntutan itu dengan tidak memaksakan keinginan menanam tanaman di dalam kawasan Register 38 mengingat sudah banyak warga yang lebih dulu menggarap kawasan itu.

Ia menganjurkan warga mengikuti arahan pemerintah daerah mengingat banyak program pemerintah yang bisa dimanfaatkan oleh warga yang menyampaikan tuntutan, seperti ingin ikut menggarap tanah kawasan itu melaui hutan kemasyarakatan (Hkm).

"Bapak-bapak bisa menanam untuk menghijaukan Register 38 tapi jangan asal tanam karena di dalam kawasan sudah ada yang menanam, dikhawatirkan bisa terjadi bentrok. Bisa usulkan ke pemerintah permohonan penghijauan atau turut mengelola kawasan itu," kata Kapolsek.

Ketua Forum Pelestarian Hutan dan Tangkapan Air Lampung Muhamad Umar Ismail mengatakan, saat ini kawasan Register 38 sudah banyak menjadi permukiman warga.

Banyak warga yang menanam pohon tidak sesuai persyaratan tanaman hutan kemasyarakatan yang diatur oleh pemerintah, sehingga warga di luar kawasan itu menuntut fungsi hutan ini dikembalikan sebagai daerah resapan air.

Menurut dia, terdapat Waduk Way Jepara di daerahnya yang berfungsi mengairi ribuan hektare lahan warga, namun kini debit airnya mulai banyak berkurang akibat Register 38 sudah berubah fungsinya.

"Tuntutan warga adalah ingin melestarikan hutan kawasan Register 38 yang dekat dengan Waduk Way Jepara," kata Ketua forum itu pula.

Menanggapi imbauan Muspika Way Jepara, dia menyatakan akan mengikuti prosedur yang diatur oleh pemerintah.

"Kami akan usulkan ke pemerintah, kami juga minta dukungan pemerintah mengenai tuntutan kami ini," kata Ismail pula.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Kehutanan menegaskan kawasan lindung Register 38 Gunung Balak di Kabupaten Lampung Timur dilarang untuk digarap tanpa izin pemerintah.

Warga yang akan menggarap lahan di Register 38 Gunung Balak itu wajib mengajukan permohonan pengelolaan hutan lindung itu, mengingat status kawasan ini merupakan hutan lindung dan tanah milik negara, kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Ir Syaiful Bachri MM, saat menggelar pertemuan dengan perwakilan warga kawasan Gunung Balak, di kantor Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur, Kamis (9/2).

Pertemuan digelar bersama jajaran Pemkab Lampung Timur.

"Kalau bapak-bapak akan mengelola hutan lindung ini, sampaikan permohonan izin ke Kementerian Kehutanan melalui kami di Dinas Kehutanan Provinsi Lampung," ujar Syaiful pula.

Dia menjelaskan bahwa Register 38 Gunung Balak merupakan hutan lindung dan tanah milik negara yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ia menguraikan pula, dalam undang-undang yang mengatur hutan lindung itu, warga tidak diizinkan mengelola kawasan hutan lindung. Namun jika pemerintah mengizinkan, warga bisa memanfaatkan kawasan hutan tersebut.

Di dalam hutan lindung pengelolaannya diatur undang-undang tentang Kehutanan dan warga tidak diizinkan melakukan aktivitas di dalamnya.

"Namun pengelolaan dan pemanfaatannya bisa dilakukan sesuai aturan setelah mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan. Jadi, jika Kementerian Kehutanan mengizinkan, warga bisa menggarapnya," kata dia.

Ia meminta warga yang akan mengajukan izin pengelolaan lahan di Gunung Balak itu untuk menentukan posisinya dimana yang akan dimanfaatkan. Nanti pihaknya akan mengecek dan mendatanya, lalu diajukan permohonan itu ke Kementerian Kehutanan.

Begitu pula bagi warga yang sudah telanjur menggarap lahan di Gunung Balak itu, tetap harus mengikuti aturan yang ada, dengan mengajukan permohonan yang diperlukan, ujarnya pula.

Dia menyebutkan, skema yang disiapkan oleh pemerintah adalah hutan sosial atau seperti hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan kemitraan.

Syaiful mengingatkan kembali warga di Register 38 Gunung Balak bahwa kawasan tersebut adalah hutan lindung dan tidak boleh dihilangkan fungsinya sebagai penyangga kehidupan.  (Ant)